Tel Aviv, SPNA - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada hari Selasa (20/08/2024), mengatakan selama pertemuan dengan keluarga tawanan bahwa Tel Aviv tidak akan meninggalkan Koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir dan koridor Netzarim di bagian tengah Jalur Gaza.
“Israel tidak akan meninggalkan koridor Philadelphia dan koridor Netzarim terlepas dari tekanan untuk melakukannya. Ini adalah aset militer dan politik yang strategis. Saya sampaikan ini kepada Blinken. Mungkin saya berhasil meyakinkannya,” kata Barak Ravid, reporter Axios Israel di Washington, mengulangi pernyataan Netanyahu, melalui X.
Sementara itu, pada Selasa (19/08/2024), Netanyahu menyatakan bahwa ia tidak tidak yakin akan ada kesepakatan gencatan senjata.
“Namun, jika ada kesepakatan (gencatan senjata), itu akan menjadi kesepakatan yang menjaga kepentingan yang saya ulangi berulang kali, yaitu pelestarian aset strategis Israel,” kata Benjamin Netanyahu.
Komentar Netanyahu muncul saat Hamas menolak proposal baru yang didukung Amerika Serikat yang menurut Washington telah disetujui Israel. Proposal baru ini tidak menyertakan gencatan senjata permanen dan penarikan seluruh pasukan Israel dari Jalur Gaza termasuk koridor Philadelphia dan koridor Netzarim yang dituntut oleh pejuang Palestina.
Pasukan Israel merebut Koridor Philadelphia pada akhir Mei, beberapa minggu setelah mengambil alih kendali penyeberangan perbatasan Rafah dan menyerbu kota paling selatan Jalur Gaza itu. Menurut sumber Hamas yang berbicara dengan surat kabar Al-Sharq pada 18 Agustus, proposal baru yang didukung Amerika Serikat itu mencakup “pengurangan” jumlah pasukan Israel di Koridor Philadelphia dan penyeberangan Rafah, sementara pejuang Palestina menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari seluruh Jalur Gaza.
Pasukan Israel juga mendirikan koridor Netzarim pada bulan-bulan pertama perang genosida di Jalur Gaza. Koridor ini terletak di tengah dan membelah Jalur Gaza menjadi dua bagian, serta mencegah kembalinya penduduk Palestina yang mengungsi ke Gaza Utara.
Koridor Netzarim dikaitkan dengan syarat Netanyahu bahwa penduduk sipil Palestina yang mengungsi yang kembali ke utara Jalur Gaza harus menjalani mekanisme penyaringan dan pemeriksaan militer. Syarat ini merupakan bagian dari usulan gencatan senjata baru yang didukung Amerika Serikat yang ditolak kelompok pejuang Palestina di Jalur Gaza.
Sejak tanggal 7 Oktober 2023 hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.
Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Penduduk Palestina di Jalur Gaza hidup dalam kondisi kemanusiaan dan Kesehatan yang memprihatinkan.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Selasa (19/08), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 40.139 orang dan 92.743 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan. Lebih 10.000 orang dinyatakan hilang, di tengah kerusakan besar-besaran pada bidang kesehatan dan infrastruktur, serta krisis kelaparan yang merenggut nyawa puluhan anak-anak.
Sementara itu, kekejaman Israel juga meningkat di Tepi Barat termasuk Yerusalem timur, di mana 632 penduduk Palestina dibunuh Israel, termasuk 140 anak-anak, sejak 7 Oktober 2023.
Berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
(T.FJ/S: The Cradle, Palinfo)