Tel Aviv, SPNA - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Jumat (06/09/2024) mengatakan bahwa gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas tidak akan segera terjadi. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Amerika Serikat yang mengklaim sebaliknya.
“Tidak ada kesepakatan yang sedang dibuat. Sayangnya, itu (gencatan senjata) belum dekat” kata Netanyahu.
Sebelumnya pada hari Minggu (01/09), Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengatakan bahwa para pihak yang bertikai sedang berada di ambang kesepakatan. Pada Rabu (04/09), seorang pejabat senior pemerintahan Amerika Serikat mengklaim 90 persen dari perjanjian telah selesai.
“Itu sama sekali tidak akurat. Ada sebuah cerita, sebuah narasi di luar sana, (menyebutkan) bahwa ada kesepakatan di luar sana,” kata perdana menteri Israel menanggapi klaim Amerika Serikat.
Ketika ditanya tentang komentar Netanyahu, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, John Kirby, menyebutkan bahwa ia tidak ingin berspekulasi tentang perkembangan gencatan senjata antara Israel dan Palestina.
“Saya tidak akan terlibat dalam perdebatan publik melalui Anda semua di pers dengan Perdana Menteri Netanyahu. Saya hanya akan mengatakan bahwa proses ini, kadang-kadang, memang rumit. Kami telah menghadapi kemunduran dan kemunduran dan lebih banyak kemunduran. Tanpa diragukan lagi, kami di sini dalam pemerintahan merasa frustrasi karena kami masih belum dapat menyelesaikan kesepakatan ini,” kata John Kirby.
CNN mencatat bahwa pejabat Amerika Serikat tidak mau mengkritik Netanyahu secara langsung, bahkan ketika Netanyahu telah berulang kali menentang sikap pemerintahan Amerika Serikat dan meragukan kepatuhan terhadap kesepakatan potensial.
Tanpa kesepakatan antara Israel dan Hamas, keluarga tentara yang merupakan warga negara Israel-AS yang ditahan oleh Hamas telah mendesak Gedung Putih untuk mempertimbangkan secara serius untuk membuat kesepakatan sepihak dengan gerakan perlawanan Palestina untuk memenangkan pembebasan mereka. Opsi tersebut saat ini sedang dibahas di antara pejabat Gedung Putih, menurut lima orang yang mengetahui diskusi tersebut yang berbicara dengan NBC News.
Ada empat warga negara AS yang tersisa yang ditahan oleh Hamas yang diyakini Amerika Serikat masih hidup dan tiga lainnya diyakini telah meninggal.
Sejak tanggal 7 Oktober 2023 hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.
Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Penduduk Palestina di Jalur Gaza hidup dalam kondisi kemanusiaan dan Kesehatan yang memprihatinkan.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Kamis (05/09), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 40.861 orang dan 94.400 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan. Lebih 10.000 orang dinyatakan hilang, di tengah kerusakan besar-besaran pada bidang kesehatan dan infrastruktur, serta krisis kelaparan yang merenggut nyawa puluhan anak-anak.
Berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
Sementara itu, kekejaman Israel juga meningkat di Tepi Barat termasuk Yerusalem timur, di mana 691 penduduk Palestina dibunuh Israel, termasuk 140 anak-anak, sejak 7 Oktober 2023. Lebih 5.600 penduduk Palestina terluka akibat kekerasan dan kejahatan tentara dan pemukim ilegal Israel.
(T.FJ/S: The Cradle, Palinfo)