Militer Israel dan Pemukim Yahudi Kompak Tekan Warga Palestina di Tepi Barat Supaya Angkat Kaki

Langkah ini bertujuan mengubah demografi wilayah tersebut, memaksa warga Palestina menyerah, bekerja di permukiman, atau meninggalkan tanah mereka. Sejak 7 Oktober 2023, kekerasan telah menyebabkan ratusan kematian, ribuan luka-luka, dan ribuan penangkapan. Israel juga diduga berencana menghapus UNRWA untuk mengakhiri simbol perjuangan Palestina. Namun, rakyat Palestina tetap teguh mempertahankan tanah air mereka.

BY 4adminEdited Thu,12 Sep 2024,05:47 PM
Kartun yang diterbitkan oleh surat kabar Belanda Volkskrant pada bulan April 2018, menggambarkan seorang tentara IDF menembak seorang warga Palestina di Perbatasan Gaza dan mengeja “Selamat ulang tahun untuk saya”, merujuk pada Hari Kemerdekaan Israel. (S

Jalur Gaza, SPNA - Pemerintah Israel, dengan dukungan dari pasukan militer dan pemukim Yahudi, meningkatkan upaya untuk menggusur rakyat Palestina dari Tepi Barat melalui serangkaian langkah agresif, termasuk perluasan permukiman ilegal dan penindasan terhadap warga sipil. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari strategi sistematis untuk mengubah tatanan demografis dan geografis Palestina, sehingga memaksa rakyat Palestina untuk menyerah, bekerja di permukiman Yahudi, atau meninggalkan tanah air mereka sendiri, seperti dilansir Anadolu Agency, Kamis (12/09/2024).

Moayyad Shaaban, Ketua Komisi Perlawanan Terhadap Permukiman Yahudi Ilegal, menyatakan bahwa proyek pemerintah Israel saat ini, yang didominasi kelompok ekstrem kanan, bertujuan untuk memperluas permukiman dan mengosongkan Tepi Barat dari pribumi Palestina. “Pemukim Yahudi melaksanakan kebijakan ini di Area C, sementara militer Israel melakukan serangan intensif di kamp-kamp pengungsi. Area C, yang mencakup sekitar 61% dari Tepi Barat, berada di bawah kendali penuh Israel, di mana rakyat Palestina dilarang melakukan pembangunan tanpa izin resmi dari otoritas Israel.”

Menurut Wasil Abu Yusuf, anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), kolaborasi antara tentara dan pemukim Yahudi bertujuan untuk menggusur sebanyak mungkin warga di Tepi Barat melalui intimidasi dan memaksa mereka untuk pergi. “Apa yang terjadi saat ini adalah pengusiran sebanyak mungkin penduduk Palestina,” ujar Abu Yusuf. Dia menambahkan bahwa Israel memanfaatkan perang yang sedang berlangsung di Gaza untuk melancarkan agresi mereka di Tepi Barat, dengan serangan yang mengakibatkan ribuan kematian, cedera, dan penangkapan warga Palestina.

Sejak 7 Oktober 2023, kekerasan yang meningkat di Tepi Barat dan Gaza telah menelan 703 korban jiwa dan lebih dari 5.700 luka-luka di Tepi Barat, serta lebih dari 10.400 penangkapan, berdasarkan data resmi dari Pemerintah Palestina. Serangan oleh pemukim sejak 7 Oktober telah menyebabkan 19 kematian, lebih dari 785 luka-luka, dan pengusiran 28 komunitas Badui dari tanah air mereka.

Sementara itu, laporan dari organisasi hak asasi manusia Israel, B’Tselem, yang dirilis pada Mei lalu, mengungkapkan adanya rencana dari pemerintah Israel yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu untuk mengusir penggembala dan petani Palestina dari tanah mereka di Tepi Barat, dengan bantuan pemukim Yahudi. B’Tselem menegaskan bahwa tindakan ini adalah bagian dari sistem apartheid Israel, yang bertujuan untuk mengubah realitas demografis di wilayah tersebut.

Menurut pakar politik Palestina, Ahmed Abu Al-Hayja, Israel sedang melakukan “rekayasa ulang” masyarakat Palestina, baik secara demografis maupun geografis, untuk membuat penduduk Palestina menerima kekalahan mereka. “Keputusan resmi kelompok Zionis di Israel adalah untuk mencapai dominasi penuh atas wilayah Tepi Barat, baik secara geografis maupun demografis,” katanya.

Abu Al-Hayja menjelaskan bahwa pemukim Yahudi kini beralih dari ekspansi lambat menjadi perlakuan seolah-olah seluruh wilayah tersebut adalah bagian dari Israel, dengan melarang akses vital bagi penduduk Palestina.

Dia menambahkan bahwa sekitar setengah dari wilayah Tepi Barat, termasuk tanah luas di Lembah Yordania, telah menjadi area yang terlarang bagi rakyat Palestina, yang kini diperlakukan seolah-olah merupakan bagian dari Israel. “Hampir setengah dari Tepi Barat sekarang diharamkan untuk rakyat Palestina,” ujarnya.

Abu Al-Hayja juga menyebutkan bahwa para pemukim tidak mampu sepenuhnya mengubah komposisi demografis di Tepi Barat, sehingga mereka membuat kehidupan penduduk Palestina menjadi seperti neraka, melalui berbagai tindak kekerasan dan intimidasi, yang mendorong mereka untuk meninggalkan tanah air. “Pembahasan di Israel sekarang berfokus pada bagaimana membuat hidup orang Palestina tidak nyaman, dengan membuat mereka kesulitan secara ekonomi, pengangguran tinggi, dan kondisi sosial yang tidak stabil, semua ini untuk memaksa mereka pergi,” tambahnya.

Dia juga menyoroti situasi di kamp-kamp pengungsi Palestina yang menjadi simbol penting dari keberadaan Palestina dan hak mereka untuk kembali ke tanah air. Israel berupaya menghancurkan kamp-kamp ini yang telah menjadi sebagai simbol utama perjuangan melawan pendudukan. Israel juga dilaporkan berencana hapus keberadaan UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina).

Selain itu, ia mencatat bahwa serangan Israel yang terjadi baru-baru ini di bagian utara Tepi Barat bertujuan untuk menghancurkan kamp-kamp ini, mendorong penduduknya untuk berasimilasi dengan penduduk ilegal Israel atau memaksa mereka untuk pergi.

Namun Al-Hayja menegaskan bahwa rakyat Palestina tetap teguh mempertahankan Tepi Barat sebagai bagian tak terpisahkan dari negara merdeka Palestina yang mereka impikan, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

(T.RS/S:Anadolu Agency)

leave a reply
Posting terakhir

Stasiun TV Israel: 43% Warga Yahudi Ingin Netanyahu Angkat Kaki

Dikutip Maannews (01/12/2019), berdasarkan laporan Danny Weiss, analis politik Channel 13, 43% warga Israel menuntut agar Netanyahu mengundurkan diri. Ini menunjukkan bahwa publik Israel tidak menutup diri terhadap perkembangan situasi yang berlaku di Israel.