Yerusalem, SPNA - Seorang penembak jitu Israel membunuh seorang anggota staf PBB Palestina ketika ia sedang minum kopi di atap rumahnya di Tepi Barat yang diduduki. Hal ini dilaporkan PBB, pada Jumat (13/09/2024).
“Sufyan Jaber Abed Jawwad, yang bekerja sebagai pekerja sanitasi di Kamp El Far'a di Tepi Barat, ditembak dan dibunuh di atap rumahnya oleh seorang penembak jitu selama operasi militer Israel pada dini hari tanggal 12 September," kata Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dalam sebuah pernyataan.
Direktur komunikasi UNRWA, Juliette Touma, menyebut bahwa penembak jitu Israel menembak Jawwad tiga kali di dada ketika berada di atap rumahnya sambil minum kopi.
Sementara itu, Letkol Nadav Shoshani, juru bicara militer Israel, mengonfirmasi pada hari Jumat bahwa pasukan Israel membunuh Jawwad dalam sebuah operasi di wilayah Far'a di Tepi Barat tetapi menuding bahwa ia akan melempar alat peledak yang menimbulkan ancaman bagi pasukan yang beroperasi di wilayah tersebut tanpa memberikat bukti apa pun. Tentara Israel membunuh sembilan penduduk Palestina lainnya selama invasi mereka ke Kamp El Far’a.
Pekerja UNRWA telah menjadi sasaran yang sering dilakukan militer Israel sejak dimulainya genosida terhadap penduduk Palestina di Gaza Oktober lalu.
Setidaknya 18 penduduk Palestina meninggal dunia, termasuk enam anggota staf UNRWA, ketika pesawat tempur Israel mengebom tempat penampungan kemanusiaan di sekolah Al-Jaouni di kamp pengungsi Nuseirat di Gaza tengah pada 11 September.
UNRWA menggambarkan serangan hari Rabu itu sebagai jumlah korban jiwa tertinggi di antara staf UNRWA dalam satu insiden. UNRWA mengungkapkan bahwa di antara para korban adalah manajer tempat penampungan UNRWA dan anggota tim lainnya yang memberikan bantuan kepada para pengungsi.
“Sekolah ini telah diserang lima kali sejak perang dimulai. Sekolah ini menampung sekitar 12.000 orang terlantar, terutama wanita dan anak-anak. Tidak ada yang aman di Gaza. Tidak ada yang terhindar."
“Sekolah (Al-Jaouni) ini telah diserang lima kali sejak perang dimulai. Sekolah ini menampung sekitar 12.000 orang pengungsi, terutama wanita dan anak-anak. Tidak ada yang aman di Gaza. Tidak ada yang selamat,” kata UNRWA.
Israel telah bertahun-tahun berupaya menghentikan pendanaan dan membubarkan UNRWA, lembaga penyedia utama bantuan kemanusiaan dan pendidikan bagi keturunan Palestina yang secara etnis dibersihkan oleh pasukan Israel selama Nakba 1948.
Pada bulan Januari, Israel secara keliru menuduh bahwa anggota staf UNRWA Palestina berpartisipasi dalam Operasi Badai Al-Aqsha pada tanggal 7 Oktober, yang menyebabkan AS dan 18 negara lainnya segera menangguhkan pendanaan untuk organisasi tersebut.
Pada bulan Desember, rencana Kementerian Luar Negeri Israel untuk menghancurkan UNRWA bocor ke Channel 12 Israel. Rencana tersebut menetapkan proses tiga tahap untuk melenyapkan UNRWA di Jalur Gaza, dengan menggunakan operasi perlawanan yang dipimpin Hamas sebagai dalih:
Pertama, menyiapkan kasus yang menuduh kerja sama UNRWA dengan Hamas; kedua, mengurangi bidang kegiatan UNRWA dan mencari penyedia layanan pengganti; dan ketiga, mengalihkan tanggung jawab UNRWA ke entitas lain.
Kementerian luar negeri Israel berupaya membangun alasan untuk mengusir UNRWA secara bertahap sebagai bagian dari diskusi mengenai “hari setelah perang jika Hamas telah dihancurkan”.
Sejak tanggal 7 Oktober 2023 hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.
Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Penduduk Palestina di Jalur Gaza hidup dalam kondisi kemanusiaan dan Kesehatan yang memprihatinkan.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Kamis (14/09/2024), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 41.118 orang dan 94.825 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan. Lebih 10.000 orang dinyatakan hilang, di tengah kerusakan besar-besaran pada bidang kesehatan dan infrastruktur, serta krisis kelaparan yang merenggut nyawa puluhan anak-anak.
Berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.
Sementara itu, kekejaman Israel juga meningkat di Tepi Barat termasuk Yerusalem timur, di mana 708 penduduk Palestina dibunuh Israel, termasuk 146 anak-anak, sejak 7 Oktober 2023. Lebih 5.600 penduduk Palestina terluka akibat kekerasan dan kejahatan tentara dan pemukim ilegal Israel.
(T.FJ/S: The Cradle, Palinfo)