Tahap Kedua Perang Gaza: Aneksasi, Pengusiran Massal, dan Permukiman Yahudi

Benn menulis bahwa militer Israel akan “berusaha keras untuk menyelesaikan pengambilalihan Jalur Gaza utara dari perbatasan sebelumnya hingga koridor Netzarim. Kita dapat memperkirakan bahwa area ini kemudian secara bertahap akan diperuntukkan bagi pemukiman dan aneksasi Yahudi ke tanah Israel”.

BY 4adminEdited Sun,22 Sep 2024,08:04 PM

Gaza, SPNA - Israel memasuki fase kedua perangnya di Gaza, yang melibatkan pengusiran penduduk Palestina, pembangunan pemukiman Yahudi, dan aneksasi di bagian utara Jalur Gaza sambil membiarkan penduduk Palestina tinggal di tenda-tenda di bawah pendudukan militer di bagian selatan “selama bertahun-tahun”. Analis ini disampaikan pemimpin redaksi Haaretz, Aluf Benn, yang diterbitkan pada Senin (09/09/2024).

Benn menulis bahwa militer Israel akan “berusaha keras untuk menyelesaikan pengambilalihan Jalur Gaza utara dari perbatasan sebelumnya hingga koridor Netzarim. Kita dapat memperkirakan bahwa area ini kemudian secara bertahap akan diperuntukkan bagi pemukiman dan aneksasi Yahudi ke tanah Israel”.

“Jika itu terjadi, penduduk Palestina yang tetap tinggal di utara Jalur Gaza akan diusir, seperti yang disarankan oleh Mayjen Giora Eiland, di bawah ancaman kelaparan dan dengan kedok ‘melindungi hidup mereka’ sementara militer Israel memburu militan Hamas di Jalur Gaza,” tambahnya.

Pemimpin redaksi Haaretz mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bermimpi menjadi pemimpin Israel pertama dalam 50 tahun yang memperluas wilayah Israel melalui penaklukan alih-alih melepaskannya.

Jika Netanyahu dapat menaklukkan dan membangun kembali Gaza, para pendukungnya akan melihat ini sebagai “pencapaian seumur hidup”.

Benn mencatat bahwa anggota pemerintahan Netanyahu melihat pembersihan etnis cepat Azerbaijan terhadap sekitar 100.000 etnis Armenia dari wilayah otonom Nagorno-Karabakh pada tahun 2022 sebagai preseden yang harus diikuti.

“Dunia melihat ini dan terus maju: 100.000 pengungsi masih terdampar di Armenia, yang tidak terburu-buru untuk mengintegrasikan mereka. Demikian pula, penduduk Palestina di utara Gaza yang terusir akan berdesakan dengan para pengungsi dari fase pertama perang di ‘kantong kemanusiaan’ di wilayah selatan Jalur Gaza,” sebut Benn.

Benn menulis bahwa fase baru perang dimulai secara diam-diam pada tanggal 28 Agustus dengan penunjukan Elad Goren sebagai “kepala upaya kemanusiaan-sipil pertama di Jalur Gaza” di unit Koordinator Kegiatan Pemerintah di Wilayah (COGAT).

Goren akan bertugas sebagai “gubernur Gaza” dan mengendalikan distribusi bantuan kepada penduduk Palestina dan menggantikan organisasi internasional di Jalur Gaza, termasuk UNRWA. Bagi Benn, “Motifnya jelas: siapa pun yang mendistribusikan makanan dan obat-obatan memegang kendali”.

Hamas akan terus menguasai selatan Jalur Gaza, tetapi akan dikepung oleh pasukan Israel yang akan tetap berada di koridor Philadelphia (perbatasan Gaza-Mesir) dan koridor Netzarim (jalur yang membelah utara Jalur Gaza dan selatan).

“Dalam situasi seperti itu, Netanyahu dan mitranya berharap bahwa setelah musim dingin lainnya di tenda-tenda dan tanpa fasilitas dasar, dua juta penduduk Palestina yang berdesakan di Rafah, Khan Yunis, dan Al-Mawasi akan menyadari bahwa mereka tidak dapat kembali ke rumah mereka yang hancur. Oleh karena itu, keputusasaan seharusnya mendorong mereka untuk menentang pemerintahan Yahya Sinwar yang represif dan mendorong banyak dari mereka untuk meninggalkan Gaza sepenuhnya” sebut Benn.

Benn mengantisipasi bahwa Netanyahu akan terus menentang kesepakatan gencatan senjata yang akan mengembalikan sekitar 100 warga Israel yang masih ditawan oleh Hamas.

“Alih-alih menjadi aset dan daya ungkit untuk konsesi signifikan dari Israel, para sandera akan menjadi beban bagi Palestina, serta pembenaran Israel untuk terus berperang, mengepung, dan menduduki. Beginilah cara Israel memasuki fase kedua perangnya melawan Hamas,” simpulnya.

Sejak tanggal 7 Oktober 2023 hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel terus melanjutkan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.

Israel terus menerus melakukan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Penduduk Palestina di Jalur Gaza hidup dalam kondisi kemanusiaan dan Kesehatan yang memprihatinkan.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Kamis (19/09), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 41.272 orang dan 95.551 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan. Lebih 10.000 orang dinyatakan hilang, di tengah kerusakan besar-besaran pada bidang kesehatan dan infrastruktur, serta krisis kelaparan yang merenggut nyawa puluhan anak-anak.

Berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, sekitar 90 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.

Sementara itu, kekejaman Israel juga meningkat di Tepi Barat termasuk Yerusalem timur, di mana 708 penduduk Palestina dibunuh Israel, termasuk 146 anak-anak, sejak 7 Oktober 2023. Lebih 5.600 penduduk Palestina terluka akibat kekerasan dan kejahatan tentara dan pemukim ilegal Israel.

(T.FJ/S: The Cradle)

leave a reply
Posting terakhir

Israel Akan Lanjutkan Tahap Ketiga Perang Genosida di Jalur Gaza

Para pejabat Israel mengkonfirmasi bahwa setelah berakhirnya fase intensif perang, pasukan akan fokus pada operasi skala kecil yang bertujuan untuk mencegah Hamas mengatur ulang barisan dengan melancarkan serangan terkonsentrasi, penggerebekan, dan operasi penempatan yang disertai dengan serangan udara.