Jalur Gaza, SPNA - Human Rights Watch (HRW) menerbitkan laporan bahwa Israel menggunakan teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI) dalam melancarkan serangan brutal di Gaza. Hal ini meningkatkan ancaman lebih besar terhadap keselamatan warga sipil.
Sistem ini digunakan untuk menentukan target serangan, memantau jalannya evakuasi, dan menilai potensi kerusakan. Namun, HRW menilai bahwa teknologi tersebut mungkin tidak sepenuhnya akurat, dan malah dapat mengakibatkan korban sipil yang lebih besar.
Militer Israel menggunakan empat alat utama:
- Alat pelacakan ponsel untuk memonitor pergerakan warga Gaza.
- “The Gospel” untuk membuat daftar target bangunan yang akan diserang.
- “Lavender” yang mengklasifikasikan individu sebagai target militer.
- “Where's Daddy?” yang digunakan untuk menentukan waktu dan lokasi target berada, sering kali terkait dengan tempat tinggal keluarga mereka.
Penggunaan data dan algoritma yang tidak akurat berakhir dengan serangan yang tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan.
Zak Campbell, peneliti senior di HRW, menyatakan bahwa ketergantungan pada data yang cacat dan algoritma yang bias justru berisiko menimbulkan lebih banyak korban jiwa di kalangan sipil. “Alih-alih mengurangi risiko, teknologi ini bisa menyebabkan lebih banyak korban sipil secara ilegal,” ujarnya.
“Teknologi ini bergantung pada data yang dikumpulkan sebelum serangan, yang bisa jadi tidak sesuai dengan situasi terbaru di lapangan. Selain itu, HRW mengungkap bahwa beberapa data pribadi warga Gaza, termasuk nama keluarga, bocor di internet akibat kesalahan pengelolaan oleh militer Israel. Kebocoran ini menjadi pelanggaran terhadap hak privasi warga sipil di bawah hukum internasional.”
Sejak perang melanda Gaza, pada Oktober 2023, lebih dari 40.000 orang tewas dan 94.000 lainnya terluka di Gaza. Sekitar 70% infrastruktur sipil hancur, dan lebih dari 60% rumah warga rusak atau hancur, hal ini memaksa hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi.
HRW menyerukan agar dilakukan penyelidikan independen terkait penggunaan perangkat digital oleh militer Israel untuk menentukan apakah teknologi tersebut secara ilegal berkontribusi terhadap kerugian sipil, serta langkah-langkah untuk mencegah pelanggaran serupa di masa depan.
(T.RS/S: Human Rights Watch)