Beirut, SPNA - Serangan udara Israel brutal yang menghantam sebagian besar selatan dan timur Lebanon telah membunuh 558 orang dan melukai sedikitnya 1.835 orang. Hal ini disampaikan Kementerian Kesehatan Lebanon pada Senin (23/09/2024) dan menyebut bahwa Senin itu merupakan hari paling mematikan dalam konflik di Lebanon sejak perang saudara 1975-1990.
Kementerian tersebut mengatakan jumlah korban tewas pada hari Senin termasuk sedikitnya 50 anak-anak, 58 perempuan dan dua petugas medis saat pemboman menghantam rumah-rumah, pusat-pusat medis, ambulans dan mobil-mobil orang yang mencoba melarikan diri.
Puluhan ribu warga Lebanon melarikan diri ke selatan dan jalan raya utama keluar dari kota pelabuhan selatan Sidon macet dengan mobil-mobil yang menuju Beirut dalam eksodus terbesar sejak pertempuran tahun 2006.
Pemerintah memerintahkan sekolah-sekolah dan universitas-universitas untuk ditutup di sebagian besar Libanon dan mulai menyiapkan tempat penampungan bagi orang-orang yang mengungsi dari selatan Lebanon.
Beberapa serangan menghantam daerah permukiman kota-kota di selatan dan Lembah Bekaa di timur Lebanon. Satu serangan menghantam kawasan hutan sejauh Byblos di daerah tengah Lebanon, lebih dari 129 km (80 mil) dari perbatasan dan utara Beirut.
Militer Israel juga mengatakan pihaknya melakukan “serangan terarah” di Beirut, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Media Israel melaporkan bahwa sasaran serangan itu adalah komandan militer senior Ali Karaki, kepala front selatan, tetapi Hizbullah mengatakan ia dalam keadaan sehat dan berada di lokasi yang aman.
Tentara penjajah Israel mengatakan telah menyerang lebih dari 1.300 lokasi yang digunakan oleh kelompok bersenjata Hizbullah yang didukung Iran. Meningkatnya permusuhan tersebut menimbulkan kekhawatiran lebih lanjut akan perang habis-habisan antara Israel dan Hizbullah atau bahkan pertikaian regional yang lebih luas.
Militer Israel memperingatkan orang-orang di Lebanon untuk menjauh dari tempat-tempat yang digunakan oleh Hizbullah, yang meluncurkan rentetan roket ke Israel utara pada hari Minggu. Peringatan tersebut mengabaikan kemungkinan bahwa beberapa penduduk dapat tinggal di dalam atau di dekat bangunan yang menjadi sasaran tanpa mengetahui bahwa mereka dalam bahaya.
Banyak orang yang menerima peringatan mengatakan kepada Al-Jazeera bahwa mereka tidak tahu harus ke mana.
“Mereka (juga bertanya-tanya) bagaimana mereka bisa tahu di mana Hizbullah menyimpan senjatanya,” kata Dorsa Jabbari dari Al Jazeera, melaporkan dari Beirut.
Jabbari mengatakan orang-orang di Beirut cemas tidak hanya tentang hal yang terjadi di selatan tetapi juga tentang seberapa dekat mereka dengan perang habis-habisan antara Hizbullah dan Israel. Pada Senin malam, pemerintah Israel mengumumkan keadaan darurat nasional hingga 30 September.
Media Israel, Haaretz, mengatakan bahwa berdasarkan deklarasi tersebut, tentara diberikan wewenang untuk mengeluarkan instruksi kepada publik Israel, yang memungkinkannya untuk melarang pertemuan, membatasi studi, dan mengeluarkan “instruksi tambahan yang diperlukan untuk menyelamatkan nyawa”.
Meningkatnya pertempuran di perbatasan Israel-Lebanon, yang telah menyaksikan pertempuran kecil sejak Israel melancarkan perang di Gaza pada bulan Oktober, menyusul ledakan pager dan walkie-talkie pada pekan lalu, yang membunuh puluhan orang di Lebanon.
Pada Senin pagi, juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan pasukannya melakukan “serangan besar-besaran” terhadap pos-pos Hizbullah setelah mengidentifikasi upaya untuk menembakkan roket.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan pada hari Senin (22/09), setelah serangan itu bahwa Israel menghadapi “hari-hari yang rumit” dan meminta warga Israel untuk tetap bersatu saat operasi militer berlangsung.
Pemerintah Netanyahu baru-baru ini menyatakan bahwa mereka mengalihkan lebih banyak fokus ke pertempuran dengan Hizbullah dalam upaya untuk memungkinkan sekitar 60.000 warga Israel yang dievakuasi dari daerah perbatasan untuk kembali ke rumah.
Ketika ditanya oleh seorang reporter apakah tentara berencana melakukan invasi darat ke Lebanon, Hagari berkata, “Kami akan melakukan segala hal yang diperlukan untuk memulangkan penduduk di utara ke rumah mereka dengan selamat”.
Media Lebanon melaporkan bahwa orang-orang di seluruh negeri, termasuk Beirut di tengah Lebanon, telah menerima peringatan telepon dari Israel yang meminta mereka untuk mengungsi.
Kantor Berita Nasional Lebanon (NNA) melaporkan bahwa “warga di Beirut dan sejumlah daerah menerima pesan peringatan melalui telepon rumah yang sumbernya adalah musuh Israel, yang meminta mereka untuk segera mengungsi”.
Kantor Menteri Informasi Ziad Makary di Beirut mengatakan bahwa mereka menerima panggilan telepon rumah yang berisi rekaman pesan yang memerintahkan mereka untuk mengevakuasi gedung untuk menghindari serangan udara. NNA menyebut peringatan telepon tersebut sebagai “bagian dari perang psikologis yang dilakukan musuh”.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan kekhawatirannya atas meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hizbullah, dan mendesak de-eskalasi serta solusi diplomatik.
Daerah perbatasan di selatan Lebanon telah menyaksikan ketegangan keamanan, baku tembak, dan pemboman rudal antara tentara Israel dan Hizbullah satu hari setelah Hamas melancarkan Operasi “Badai Al-Aqsha” pada 7 Oktober 2023 dan Israel melakukan perang genosida terhadap penduduk Palestina di Jalur Gaza.
Hizbullah beberapa kali menegaskan bahwa selama Israel masih belum menghentikan perang dan genosida di Jalur Gaza, maka serangan dan perang dari Hizbullah Lebanon tidak akan berhenti.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Senin (23/09), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 41.455 orang dan 95.878 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan. Lebih 10.000 orang dinyatakan hilang, di tengah kerusakan besar-besaran pada bidang kesehatan dan infrastruktur, serta krisis kelaparan yang merenggut nyawa puluhan anak-anak.
(T.FJ/S: Aljazeera, Palinfo)