Siapa Hassan Nasrallah, Pemimpin Hizbullah yang Dibunuh Israel dalam Serangan di Beirut?

Meskipun Hassan Nasrallah digambarkan sebagai “simbol Hizbullah”, kelompok yang ia bangun selama lebih dari tiga dekade sangat terorganisasi dan akan tetap bertekad untuk terus melawan Israel.

BY 4adminEdited Sun,29 Sep 2024,07:24 PM

Beirut, SPNA - Sayed Hassan Nasrallah, pemimpin yang sudah lama memimpin Hizbullah, syahid dalam serangan Israel di Beirut pada Jumat malam (27/09/2024). Hal ini telah dikonfirmasi oleh kelompok perlawanan yang bermarkas di Lebanon setelah serangan udara besar-besaran Israel di kawasan padat penduduk di Beirut yang menyebabkan beberapa bangunan tempat tinggal hancur rata dengan tanah.

Hassan Nasrallah, yang mencapai puncak popularitasnya setelah perang dengan Israel pada tahun 2006, dipandang sebagai pahlawan oleh banyak orang, tidak hanya di Lebanon tetapi juga di luar negeri. Melawan Israel adalah hal yang menjadi identitas dirinya dan kelompok Hizbullah yang didukung Iran, selama bertahun-tahun.

Lahir pada tahun 1960, masa kecil Hassan Nasrallah di Beirut Timur diselimuti dengan mempelajari ilmu pengetahuan dan menaruh minat dalam politik. Sebagai salah satu dari sembilan bersaudara, ia disebut saleh sejak usia dini, sering berjalan-jalan ke pusat kota untuk mencari buku-buku bekas tentang Islam. Nasrallah sendiri telah menggambarkan bagaimana ia akan menghabiskan waktu luangnya sebagai seorang anak dengan menatap dengan penuh hormat potret ulama Syiah Musa Al-Sadr, sebuah hobi yang meramalkan perhatiannya di masa depan dengan politik dan Islam di Lebanon.

Pada tahun 1974, Musa Al-Sadr mendirikan sebuah organisasi Gerakan Kaum Miskin, yang menjadi inti ideologis bagi partai Lebanon yang terkenal dan saingan Hezbollah, Amal. Pada tahun 1980-an, Amal menggalang dukungan dari kaum Syiah kelas menengah yang merasa frustrasi dengan marginalisasi historis sekte tersebut di Lebanon, untuk tumbuh menjadi gerakan politik yang kuat. Selain menguasai pesan anti kemapanan, Amal juga menyediakan pendapatan yang stabil bagi banyak keluarga Syiah, yang membuka sistem dukungan yang kompleks di seluruh selatan Lebanon.

Setelah pecahnya perang saudara antara kaum Kristen Maronit dan Muslim di Lebanon, Hassan Nasrallah bergabung dengan gerakan Amal dan bertempur dengan milisinya. Namun seiring berjalannya konflik, Amal mengambil sikap yang sangat tidak simpatik terhadap kehadiran milisi Palestina di Lebanon.

Terganggu oleh sikap ini, Nasrallah berpisah dari Amal pada tahun 1982, tak lama setelah invasi Israel ke Lebanon, dan membentuk kelompok baru dengan dukungan Iran yang kemudian menjadi Hizbullah. Pada tahun 1985, Hizbullah telah mengukuhkan pandangan dunianya sendiri dalam sebuah dokumen pendirian, yang ditujukan kepada “masyarakat tertindas Lebanon” dan menunjuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khomeini dari Iran sebagai satu-satunya pemimpin sejatinya.

Sepanjang perang saudara, Hizbullah dan Amal berkembang dalam hubungan yang sengit, sering kali saling berebut dukungan di antara para pendukung Muslim Lebanon, terutama dari kalangan Syiah. Pada tahun 1990-an, setelah banyak bentrokan berdarah dan dengan berakhirnya perang saudara Kristen Maronit dan Muslim di Lebanon, Hizbullah mengalahkan Amal dalam hal keunggulan di antara para pendukung Syiah Lebanon. Hassan Nasrallah menjadi sekretaris jenderal ketiga kelompok tersebut pada tahun 1992, setelah pendahulunya, Abbas Al-Musawi, dibunuh Israel dalam serangan rudal.

Sejak awal kariernya, pidato-pidato Hassan Nasrallah membantu memperkuat personanya sebagai sosok yang bijaksana dan rendah hati, yang sangat peduli dengan kehidupan masyarakat sehari-hari, seorang pemimpin yang menghindari bahasa Arab formal demi dialek yang digunakan di jalan. Ia lebih suka tidur di atas kasur busa sederhana di lantai setiap malam,.

Dalam buku The Hizbullah Phenomenon: Politics and Communication, akademisi dan rekan penulis Dina Matar menjelaskan bagaimana kata-kata Hassan Nasrallah telah memadukan klaim politik dan citra keagamaan, menciptakan pidato-pidato dengan tegangan emosional tinggi yang mengubah Hassan Nasrallah menjadi “wujud sejati kelompok tersebut”.

Kharisma Hassan Nasrallah sangat luas, syair-syair dan narasinya tentang sejarah penindasan di Timur Tengah telah menjadikannya tokoh yang berpengaruh di berbagai sekte dan negara. Hal ini turut dibantu oleh perangkat media Hizbullah yang luas, yang memanfaatkan TV, berita cetak, dan bahkan pertunjukan teater musikal untuk menyebarkan pesannya.

Ketika Hassan Nasrallah menjadi sekretaris jenderal, ia ditugaskan untuk membawa Hizbullah ke dalam pertikaian politik Lebanon pascaperang. Hizbullah berubah dari bekerja di luar lingkup resmi politik negara menjadi partai nasional yang meminta dukungan setiap warga negara dengan berpartisipasi dalam pemilihan umum yang demokratis.

Hassan Nasrallah adalah tokoh utama yang memimpin perubahan ini, yang menempatkan Hizbullah dalam pemilihan umum untuk pertama kalinya pada tahun 1992 dan menghimbau massa melalui pidato-pidato yang menggugah.

Seperti yang ia katakan kepada Aljazeera pada tahun 2006, “Kami, Syiah dan Sunni, berjuang bersama melawan Israel,” seraya menambahkan bahwa ia tidak takut “akan ada hasutan, baik antara Muslim dan Kristen, maupun antara Syiah dan Sunni di Lebanon”.

Sebagai pemimpin Hizbullah selama lebih dari 30 tahun, Hassan Nasrallah sering digambarkan sebagai tokoh paling berkuasa di Lebanon meskipun tidak pernah secara pribadi memegang jabatan publik. Para pengkritiknya mengatakan bahwa kekuatan politiknya berasal dari senjata yang dimiliki Hizbullah, dan bahwa Hizbullah juga telah menggunakannya untuk melawan lawan-lawan dalam negeri. Nasrallah berulang kali menolak seruan agar kelompoknya dilucuti senjatanya, dengan mengatakan, “Jika Hizbullah menyerahkan senjatanya, akan membuat Lebanon hancur di hadapan Israel”.

Pada tahun 2019, ia mengkritik protes nasional yang menyerukan tatanan politik baru di Lebanon, dan anggota Hizbullah bentrok dengan beberapa pengunjuk rasa. Hal itu merusak citranya di mata banyak orang di Lebanon.

Namun, para pendukung Hassan Nasrallah masih menganggapnya sebagai pembela hak-hak Muslim, khususnya Syiah, sementara para pengkritiknya menuduhnya menunjukkan kesetiaan kepada Teheran dan otoritas keagamaannya setiap kali kepentingan mereka bertentangan dengan kepentingan rakyat Lebanon.

Hizbullah menghadapi salah satu tantangan terbesarnya setelah kelompok itu membuka front melawan Israel untuk membantu penduduk Palestina yang menjadi target genosida di Jalur Gaza. Hizbullah menderita kerugian setelah berbulan-bulan pertempuran lintas batas dan serangan Israel yang menargetkan tokoh-tokoh penting dalam gerakan Hizbullah. Namun, Hassan Nasrallah tetap menantang.

Meskipun Hassan Nasrallah digambarkan sebagai “simbol Hizbullah”, kelompok yang ia bangun selama lebih dari tiga dekade sangat terorganisasi dan akan tetap bertekad untuk terus melawan Israel.

Daerah perbatasan di selatan Lebanon telah menyaksikan ketegangan keamanan, baku tembak, dan pemboman rudal antara tentara Israel dan Hizbullah sejak 8 Oktober 2023. Hizbullah melibatkan diri dengan menyerang daerah utara Israel demi mendukung penduduk Palestina yang menjadi target genosida Israel.

Hizbullah di bawah kepemimpinan Hassan Nasrallah berkali-kali menegaskan bahwa selama Israel masih belum menghentikan perang dan genosida penduduk Palestina di Jalur Gaza, maka serangan dan perang dari Hizbullah Lebanon tidak akan berhenti.

Palestina telah kehilangan salah satu pendukung utamanya dalam menghadapi Israel. Hizbullah dan penduduk Palestina yang merindukan kemerdekaan dari penjajahan Israel telah kehilangan seorang pemimpin karismatik yang berdiri begitu kokoh melawan kejahatan Israel.

Hizbullah tidak mungkin runtuh setelah pembunuhan pemimpin kharismatiknya, Hassan Nasrallah, tetapi kesyahidannya, kelompok itu telah kehilangan seorang pemimpin yang karismatik dan pengaruhnya yang jauh melampaui Lebanon. Hizbullah tersebut kini harus memilih pemimpin baru, yang selanjutnya harus memutuskan arah yang akan diambil Hizbullah. Apa pun yang diputuskan Hizbullah akan memengaruhi lebih dari sekadar Hizbullah: dampaknya akan terasa di Lebanon, Palestina, dan wilayah yang lebih luas.

Pemimpin Hizbullah Berikutnya Bisa Jadi “lebih Garang”

Penulis buku Hezbollah: Born with a Vengeance, dan mantan koresponden Sunday Times, Hala Jaber,  mengatakan kepada Aljazeera dari Beirut bahwa kehilangan Nasrallah “menyakitkan” bagi banyak orang di Lebanon.

“Ada duka, ada kesedihan, ada kekosongan karena pemimpin ini telah menjalani perjalanan ini bersama rakyatnya selama 32 tahun. Ada generasi yang tumbuh bersamanya. Mereka mendengarkannya, mereka mendukungnya. Ia memberi mereka harapan, ia memberi mereka suara, ia memberi mereka kekuatan, ia memberi mereka kebebasan dari penjajahan (Israel),” kata Hala Jaber.

Meskipun demikian kata Hala Jaber, Hizbullah tidak didasarkan pada satu orang, dan pembunuhan satu orang tidak mengakhiri perlawanan.

“Israel yakin bahwa dengan membunuh Nasrallah dan rekan-rekannya serta komandan lainnya, mereka telah mengakhiri organisasi ini. Namun sejarah telah menunjukkan kepada kita bahwa ketika seorang pemimpin pergi, pemimpin lain akan menggantikan,” kata Hala Jaber.

Hala Jaber mengatakan bahwa kepemimpinan yang baru biasanya akan lebih garang, lebih bertekad, dan lebih ganas. Jaber mengatakan bahwa hal itulah yang terjadi ketika pemimpin Hizbullah sebelumnya Abbas Al-Musawi dibunuh Israel pada tahun 1992 dan kemudian Hassan Nasrallah mengambil alih kepemimpinan.

“Ia memimpin Hizbullah, ia mereformasinya, ia mematangkannya, dan ia membawanya ke tempatnya saat ini. Sebuah organisasi yang tangguh,” kata Hala Jaber.

Israel terus memperluas kampanye pengebomannya di Lebanon sejak Senin lalu (23/09), dengan menyerang kota-kota Lebanon, terutama di seluruh selatan Lebanon, Lembah Beqaa, dan Gunung Lebanon. Hizbullah juga telah memperluas serangan roketnya, yang telah mencapai Galilea bagian bawah, menargetkan pangkalan militer dan lapangan udara Israel, pelabuhan laut Haifa, dan perusahaan manufaktur militer Raphael.

Sejak dimulainya serangan Israel saat ini di Lebanon, serangan Israel telah membunuh sedikitnya 1.250 penduduk Lebanon dan melukai lebih dari 5.000 lainnya.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Minggu (29/09), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi sekitar 41.595 orang dan 96.251 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan. Lebih 10.000 orang dinyatakan hilang, di tengah kerusakan besar-besaran pada bidang kesehatan dan infrastruktur, serta krisis kelaparan yang merenggut nyawa puluhan anak-anak.

(T.FJ/S: Aljazeera, Mondoweiss, RT Arabic)

 

leave a reply
Posting terakhir