Jalur Gaza, SPNA - Dengan dimulainya Operasi “Badai Al-Aqsa” dan kekalahan memalukan yang diterima tentara pendudukan Israel, mesin propaganda media besar yang mendukung negara pendudukan mulai beroperasi dengan kekuatan penuh. Mereka berusaha mati-matian untuk memperbaiki citra Israel dan menjelekkan perjuangan Palestina, meskipun dengan kebohongan dan manipulasi informasi.
Sejumlah media Barat telah menjadi bagian dari konflik ini, dengan mengorbankan sebagian besar kredibilitas dan reputasi mereka yang selama ini dibangun atas dasar “kepercayaan” dan “kebebasan berekspresi.” Mereka lebih condong mendukung narasi Israel dan menyebarkan informasi menyesatkan terkait kejahatan yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza.
Mesin Disinformasi Israel
Sebuah laporan di situs Politics Today mengungkapkan bahwa perang Israel di Gaza disertai dengan perang informasi di internet. Media sosial dipenuhi dengan informasi palsu dan berita bohong, dengan kampanye propaganda yang dipimpin oleh akun palsu yang menyebarkan informasi palsu untuk menipu publik dunia.
Praktik penyebaran informasi palsu ini bukanlah hal baru bagi Israel. Sejak lama, negara pendudukan tersebut telah menggunakan media untuk mengendalikan narasi dan mendominasi cerita yang berkembang, terutama di media Barat, serta membungkam suara-suara yang mendukung Palestina.
Pada tahun 2015, Jaringan Yahudi Internasional Melawan Zionisme (IJAN) menerbitkan laporan yang membongkar dukungan finansial dan kelembagaan terhadap kampanye pro-Zionisme antara tahun 2009 dan 2012. Laporan tersebut mengungkap bagaimana lembaga-lembaga Zionis berusaha membungkam solidaritas internasional terhadap Palestina di seluruh dunia.
Salah satu contoh dukungan ini datang dari Adelson Family Foundation, yang dilaporkan telah menyumbangkan lebih dari 300 juta dolar AS dalam kampanye propaganda, spionase, dan pertempuran hukum untuk membungkam upaya mendukung Palestina.
Selain itu, tokoh media ternama seperti Robert Murdoch, yang memiliki hubungan erat dengan Israel, juga menggunakan medianya yang luas di Barat untuk mendukung narasi Israel dan menyebarkan propaganda pro-Israel.
Media Barat yang Tidak Netral
Beberapa media Barat terbukti terlibat dalam penyebaran kebohongan yang mendukung Israel. Misalnya, laporan dari The Guardian mengungkap seorang jurnalis yang secara sengaja menerbitkan berita palsu untuk mendukung narasi pemerintah Israel selama serangan ke Gaza.
Selain itu, survei yang dilakukan oleh Dewan Media Muslim Inggris pada bulan Maret lalu menemukan bahwa banyak media Inggris menggunakan bahasa yang berat sebelah dalam peliputan mereka terhadap serangan di Gaza.
Media sering kali menggunakan istilah yang lebih lembut untuk menggambarkan kekerasan Israel terhadap warga Palestina dibandingkan dengan istilah yang digunakan untuk serangan terhadap Israel.
Tidak hanya itu, tekanan terhadap para jurnalis untuk mematuhi kebijakan pemilik media juga menjadi masalah. Sebagai contoh, The New York Times dilaporkan meminta jurnalisnya untuk menghindari penggunaan istilah seperti “genosida” atau “pembersihan etnis” dalam meliput serangan Israel terhadap Palestina.
Tidak hanya itu, beberapa jurnalis juga ditekan untuk mematuhi kebijakan pemilik media mereka. Sebagai contoh, The New York Times dilaporkan meminta jurnalisnya untuk menghindari penggunaan istilah seperti "genosida" atau "pembersihan etnis" ketika meliput tindakan Israel terhadap Palestina.
Contoh Keterlibatan Media dalam Propaganda
Beberapa contoh nyata keterlibatan media dalam menyebarkan informasi palsu telah terungkap. Misalnya, sebuah laporan dari I24 News, media Israel, menyebutkan adanya kasus bayi yang ditemukan dengan kepala terpenggal di pemukiman Kfar Aza, klaim ini segera ditarik kembali setelah tidak ada bukti nyata yang ditemukan. Namun, cerita tersebut sudah terlanjur tersebar luas di media internasional, bahkan diadopsi oleh tokoh-tokoh penting seperti Presiden Amerika Serikat.
Selain itu, BBC juga menghadapi kritik karena penggunaan bahasa yang bias dalam laporan mereka, menggunakan istilah seperti "meninggal" untuk warga Palestina dan "dibunuh" untuk korban di pihak Israel. Sementara itu, CNN juga dikritik karena mengutip foto-foto palsu yang disebarkan oleh kantor Perdana Menteri Israel, yang kemudian terbukti sebagai hasil manipulasi digital.
Di Inggris, surat kabar The Mirror juga dituduh menyebarkan informasi yang salah terkait kematian seorang seniman. Faktanya, seniman tersebut masih hidup dan berada di rumah sakit Gaza, seperti yang kemudian dikonfirmasi oleh keluarganya dalam wawancara dengan The Independent.
Meskipun Israel terus menggelontorkan dana besar untuk propaganda dan manipulasi informasi, kenyataannya, kebenaran tentang kejahatan-kejahatan yang terjadi di Gaza tidak dapat disembunyikan. Media sosial dan media independen terus berperan penting dalam mengungkapkan kebenaran, sementara media pro-Palestina terus melawan disinformasi dengan menyediakan liputan yang lebih jujur dan obyektif.
(T.RS/Palinfo)