Setahun Toufan Al-Aqsa: Bagaimana Pejuang Palestina Berhasil Merobek Pertahanan Israel

Pada 7 Oktober, Brigade Al-Qassam memimpin serangan besar-besaran yang mengejutkan Israel, menandai kegagalan intelijen terbesar negara itu. Serangan ini direncanakan selama bertahun-tahun, termasuk latihan militer intensif yang berhasil mengelabui Israel. Mereka melancarkan serangan terkoordinasi dari darat, laut, dan udara, menyerang pangkalan-pangkalan militer, termasuk Unit 8200. Kegagalan intelijen Israel dalam mendeteksi ancaman ini disebabkan oleh ketergantungan berlebihan pada teknologi. Hasilnya, serangan ini meninggalkan kerugian besar bagi Israel.

BY 4adminEdited Mon,07 Oct 2024,04:22 AM

Jalur Gaza, SPNA - Pada 7 Oktober, dunia dikejutkan oleh serangan besar-besaran yang dilancarkan oleh kelompok perlawanan Palestina, khususnya Brigade Al-Qassam. Serangan ini, yang diberi nama “Toufan Al-Aqsa,” bukanlah serangan spontan, melainkan puncak dari perencanaan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, dengan persiapan yang matang dan strategi militer yang cermat. Serangan ini menandai salah satu kegagalan intelijen terbesar Israel, yang selama bertahun-tahun gagal mendeteksi niat sebenarnya dari latihan-latihan militer yang dilakukan oleh kelompok perlawanan di Gaza.

Perencanaan Jangka Panjang: Persiapan Menuju 7 Oktober

Brigade Al-Qassam dan kelompok perlawanan lainnya di Gaza telah melakukan latihan militer intensif selama lebih dari empat tahun. Latihan ini melibatkan skenario-skenario yang sangat mirip dengan taktik yang digunakan pada 7 Oktober, seperti penangkapan tentara, serangan terhadap basis militer Israel, dan infiltrasi ke wilayah Israel melalui celah-celah di pagar pemisah.

Latihan-latihan tersebut dilakukan secara terorganisir di berbagai wilayah Gaza, termasuk di situs-situs militer yang dekat dengan pagar keamanan yang memisahkan Israel dan Gaza. Salah satu latihan terbesar diberi nama “Sudut Ekstrem,” di mana para pejuang dari berbagai faksi perlawanan berlatih untuk menyerang target-target penting di Israel.

Selama bertahun-tahun, Israel memantau latihan-latihan ini namun gagal memahami niat sebenarnya. Bahkan, seorang pejabat militer Israel mengatakan bahwa mereka terbiasa dengan latihan-latihan tersebut dan tidak melihatnya sebagai ancaman yang nyata. Brigade Al-Qassam berhasil membangun pusat pelatihan yang menyerupai pangkalan militer Israel, hanya berjarak sekitar dua setengah kilometer dari perbatasan, dan meyakinkan intelijen Israel bahwa ini hanya latihan rutin.

Taktik dan Kecerdasan Militer: Serangan yang Direncanakan dengan Cermat

Dalam persiapan serangan, Brigade Al-Qassam menggunakan taktik yang sudah diuji selama bertahun-tahun, termasuk dalam aksi-aksi protes yang dikenal sebagai “Aksi Kembali ke Tanah Air” pada 2018.

Pada aksi tersebut, mereka menguji penggunaan bahan peledak untuk menghancurkan pagar pemisah Israel. Menurut laporan dari The Times of Israel dan dokumen-dokumen yang ditemukan oleh tentara Israel selama invasi darat, pertempuran “Toufan Al-Aqsa” sudah direncanakan sejak 2014, dengan keputusan akhir untuk melancarkannya pasca pertempuran “Pedang Yerusalem” pada 2021.

Lima pemimpin kunci dari Hamas menandatangani perencanaan ini, dan selama bertahun-tahun mereka berhasil mengelabui Israel dengan berpura-pura tidak tertarik pada konflik bersenjata.

Sebelum serangan 7 Oktober, Hamas menghindari bentrokan besar-besaran, terutama tidak terlibat dalam pertempuran antara Jihad Islam dan Israel pada 2022. Mereka mengalihkan fokus dengan mengirim ribuan pekerja Gaza ke Israel, sambil secara diam-diam mempersiapkan operasi militer besar ini.

Dalam berbagai kesempatan, anggota Hamas bahkan mengaku kepada pihak Israel bahwa mereka tidak menginginkan perang baru, mengetahui bahwa percakapan tersebut disadap oleh intelijen Israel setelah pertempuran “Pedang Yerusalem.”

Kegagalan Intelijen Israel: Kepercayaan Berlebihan pada Teknologi

Salah satu aspek paling mencolok dari serangan 7 Oktober adalah kegagalan total intelijen Israel dalam mendeteksi persiapan perlawanan Palestina. Ketika Nadav Argaman diangkat sebagai kepala baru Shin Bet, ia memutuskan untuk mengurangi operasi perekrutan agen di Gaza dan lebih bergantung pada teknologi canggih, termasuk sistem kecerdasan buatan (AI) yang menghabiskan biaya miliaran dolar. Sistem ini bertugas untuk memantau Gaza, mengumpulkan informasi, dan melaporkan aktivitas yang dianggap penting.

Namun, kepercayaan yang berlebihan pada teknologi ini menjadi bumerang. Pada pagi hari serangan, sistem ini sebenarnya mendeteksi aktivitas yang mencurigakan, termasuk aktivasi kartu SIM Israel yang digunakan oleh pejuang Palestina dan aktivitas tidak biasa di dua lokasi. Meski demikian, peringatan ini diabaikan oleh komando militer Israel yang menganggapnya tidak menunjukkan ancaman yang signifikan.

Pelaksanaan Serangan: Strategi yang Terkoordinasi

Saat fajar 7 Oktober, kelompok perlawanan Palestina memulai serangan besar-besaran mereka. Lebih dari 5.500 roket dan mortir ditembakkan secara simultan untuk menciptakan celah di “tembok besi” Israel. Taktik mereka melibatkan serangan dari tiga arah sekaligus: darat, laut, dan udara.

Brigade Al-Qassam membagi pasukan mereka menjadi beberapa unit dengan misi yang sangat spesifik, termasuk menyerang basis-basis militer, mengambil alih kibbutz, serta menahan dan membawa tentara Israel ke Gaza. Setiap unit diberi peta detail dari target-target mereka, yang diperoleh melalui berbagai sumber, termasuk pekerja yang bekerja di Israel dan citra satelit.

Salah satu operasi paling signifikan adalah penyusupan ke pangkalan militer intelijen Orem, yang merupakan bagian dari Unit 8200. Sepuluh pejuang Brigade Al-Qassam berhasil menyusup ke pangkalan ini menggunakan sepeda motor dan membawa serta peta berwarna dari pangkalan tersebut. Setelah memastikan bahwa mereka berada di lokasi yang tepat, mereka mulai mengambil alih pangkalan dan mengumpulkan informasi sensitif dari komputer serta sistem keamanan di pangkalan itu.

Dampak Serangan: Kerugian Israel yang Tidak Terduga

Serangan yang dilakukan pada 7 Oktober ini meninggalkan dampak besar bagi Israel. Dalam hitungan jam, Brigade Al-Qassam berhasil menyerang 15 situs militer yang terkait dengan Divisi Gaza, serta berbagai titik militer dan 22 tim pengamanan yang berada di kibbutz.

Para pejuang Palestina mampu menghancurkan landasan pacu di beberapa pangkalan udara Israel dengan roket, yang mempersulit pesawat tempur Israel untuk meninggalkan landasan dan membalas serangan tersebut.

Menurut investigasi yang dilakukan oleh Israel Broadcasting Corporation, ketika serangan ini terjadi, hanya ada dua pesawat dan dua helikopter milik Angkatan Udara Israel yang siap untuk beroperasi.

Dalam laporan investigasi lainnya oleh surat kabar Yedioth Ahronoth, terungkap bahwa pejuang Al-Qassam memiliki informasi yang sangat rinci mengenai pangkalan-pangkalan udara Israel, termasuk posisi dan kelemahan pertahanan mereka. Para pejuang ini juga berhasil

mengalahkan militer Israel yang berusaha menghalangi mereka di jalur-jalur utama.

Serangan 7 Oktober bukan hanya menunjukkan kemampuan militer dari kelompok perlawanan Palestina, tetapi juga memaparkan kelemahan besar dalam sistem pertahanan dan intelijen Israel. Kepercayaan berlebihan pada teknologi, diabaikannya peringatan dini, serta kegagalan memahami taktik musuh, semuanya berkontribusi pada keberhasilan operasi Toufan Al-Aqsa.

Serangan ini, yang direncanakan dengan sangat cermat dan terkoordinasi dengan baik, berhasil mengguncang Israel dan meninggalkan pertanyaan besar mengenai masa depan keamanan penjajah Israel di wilayah Palestina.

(T.RS/S:TRT)

leave a reply