Tantangan yang dihadapi siswa Palestina

Pendudukan, kemiskinan, buruknya infrastruktur, dinding pemisah dan pengepungan atas Gaza adalah lima mimpi buruk yang menghalangi tersedianya lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi para siswa Palestina.

BY Rara Atto Edited Fri,25 Aug 2017,01:26 PM
Tantangan yang dihadapi siswa Palestina

The Palestinian Information Center - Ramallah

Ramallah, SPNA – Lebih dari satu juta siswa Palestina memasuki hari pertama sekolah, Rabu (23/08/2017). Di antara mereka ada yang bisa hadir, adapula yang tidak. Tidak sedikit yang menemui berbagai hambatan saat menuju ke sekolah, ada pula karena tidak memeiliki kursi roda sehingga tidak bisa duduk saat pelajaran berlangsung.

Pendudukan, kemiskinan, buruknya infrastruktur, dinding pemisah dan pengepungan atas Gaza adalah lima mimpi buruk yang menghalangi tersedianya lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi para siswa Palestina.

Belum lama ini, tantangan keenam pun muncul, setelah para guru di Gaza merasakan dampak dari keputusan Otoritas Palestina (PA), yang berbasis di Ramallah, terhadap para pegawai di Gaza, diantaranya pemotongan gaji dan memaksa ribuan pegawai untuk mengajukan pensiun dini.

Adalah Ahmad Badran, siswa asal kota Nablus ini selalu memimpikan hari pertama saat ia bersekolah sebagimana yang sering ia saksikan dalam tayangan televisi, di mana para siswa pergi ke sekolah dengan bersepeda atau bus sekolah. Ia membayangkan pula, saat ia tiba, gurunya akan menyambutnya di pintu kelas dengan senyum sembari memluknya. Namun, apa yang terjadi pada hari pertama ia bersekolah, sungguh mengejutkan.

Di hadapan Ibunya, Ahmad berucap, “Saya bangun lebih pagi, mengenakan pakaian yang sudah disiapkan oleh Ibu sejak semalam, mengambil sandwich dan bergegas menuju bus sekolah.” Setelah beberapa saat ia terdiam dan dengan air mata ia menambahkan, “Tentara Israel melarang kami pergi ke sekolah.”

Kepada sang Ibu, seorang pengawas bus mengatakan bahwa tentara Israel mendirikan sebuah pos pemeriksaan dan memblokir perjalanan bus sebagai upaya untuk melenyapkan kebahagiaan anak-anak pada hari pertama sekolah mereka.

Ia melanjutkan, ”Pengawas mengatakan bahwa Ahmad dan kawan-kawannya tidak menyerah dan coba tetap pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, namun dinding penghalang kembali membunuh mimpi mereka untuk kali kedua.

Tampaknya Ahmad akan menyaksikan adegan seperti itu berkali-kali sejak Israel menyadari bahwa pendidikan bagi warga Palestina akan menimbulkan “bahaya besar” bagi perluasan proyek permukiman Israel.

Di wilayah Palestina yang lain, anak Gaza, Saed Kmail, bisa pergi ke sekolah namun tidak dapat menemukan bangku untuk diduduki. Sebelas tahun blokade terhadap wilayah itu telah mempengaruhi semua aspek kehidupan di sana, termasuk sekolah.

Kesedihannya bertambah mendalam saat melihat bajunya yang sobek dan sepatunya yang sudah usang. Ayahnya mengatakan, "Tidak ada diantara kita yang ingin melihat anaknya seperti ini di hari pertama sekolahnya.”

"Saya telah menganggur selama bertahun-tahun, kini saya aktif dalam kegiatan amal. Jangan pikir saya menyerah dengan keadaan ini. Berkali-kali saya menolak menerima bantuan. Namun demi anak-anak, akhirnya saya harus menerimanya,” tambahnya.

Komite Umum Penentangan Pengepungan, Selasa (22/08/2017), mengatakan bahwa lebih dari 80% penduduk Gaza bergantung pada bantuan kemanusiaan sehubungan dengan situasi kemanusiaan yang sangat sulit di wilayah tersebut.

(T.RA/S: The Palestinian Information Center)

leave a reply
Posting terakhir