Israel persenjatai militer Myanmar dalam kekerasan terhadap Muslim Rohingya

Tel Aviv, SPNA - Israel terus melanjutkan penjualan senjata ke Myanmar saat ribuan pengungsi Rohingya melarikan diri dari tindakan kekerasan militer di negara bagian Rakhine.

BY 4adminEdited Tue,05 Sep 2017,10:22 AM

Tel Aviv, SPNA - Israel terus melanjutkan penjualan senjata ke Myanmar saat ribuan pengungsi Rohingya melarikan diri dari tindakan kekerasan militer di negara bagian Rakhine.

Menurut kelompok hak asasi manusia dan pejabat Birma, senjata yang dijual ke Myanmar terdiri atas lebih dari 100 tank, senjata dan kapal yang digunakan untuk “mengamankan” perbatasan negara tersebut.

Perusahaan senjata Israel, seperti Tar Ideal, juga terlibat dalam pelatihan pasukan khusus Burma yang saat ini berada di negara bagian Rakhine, wilayah di mana sebagian besar kekerasan tersebut terjadi.

Gambar-gambar yang sebelumnya diposting di situs web perusahaan senjata menunjukkan bahwa stafnya menginstruksikan anggota pasukan khusus Burma mengenai taktik tempur dan bagaimana menggunakan senjata khusus.

Permohonan larangan ekspor senjata ke Myanmar

Pada bulan September, Pengadilan Tinggi Israel diharapkan memperhatikan sebuah petisi yang diluncurkan oleh para aktivis, yang mendesak pemerintah Israel menghentikan ekspor senjata ke Myanmar.

Eitay Mack, pengacara yang mengajukan petisi tersebut, mengatakan kepada Middle East Eye bahwa Israel tidak memiliki kontril atas ekspor senjata setelah dikirim ke luar negeri.

"Israel tidak memiliki kendali atas apa yang terjadi dengan senjatanya setelah mengirimkan senjata ke Burma," kata Mack, seorang pengacara hak asasi manusia Israel yang berbasis di Tel Aviv.

"Tapi dari situs Tar Ideal, kami tahu bahwa mereka mempersenjatai dan melatih pasukan khusus Burma yang saain ini beroperasi di negara bagian Rakhine.

Petisi tersebut diajukan pada bulan Januari lalu, menyusul kunjungan pejabat Israel ke Myanmar untuk membahas mengenai kesepakatan senjata, dan sebaliknya.

Setelah petisi diajukan, Kementerian Pertahanan Israel pada bulan Maret mengatakan bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas masalah tersebut dan mengklaim bahwa penjualan senjata ke Myanmar adalah"hubungan diplomasi yang jelas".

Israel telah memiliki hubungan yang kuat dengan Myanmar dan mempertahankan hubungan dagang selama ini. Hubungan ini ada sebelum junta militer mengundurkan diri.

Ofer Neiman, seorang aktivis hak asasi manusia Israel, mengatakan bahwa hubungan Israel dengan Myanmar terkait dengan pendudukan wilayah Palestina yang sedang berlangsung di Tepi Barat.

"Berturut-turut pemerintah Israel telah menjual senjata militer di Burma selama bertahun-tahun," ungkap Neiman kepada MEE.

"Kebijakan ini sangat terkait dengan penindasan dan pencabutan hak orang-orang Palestina oleh Israel. Senjata yang digunakan untuk melawan orang-orang Palestina dijual sebagai 'uji coba lapangan' ke beberapa rezim terburuk di planet ini."

Kepala militer Myanmar pada hari Jumat membela penyerangan yang terjadi di desa, dan membenarkannya sebagai "urusan yang belum selesai" sejak Perang Dunia Kedua.

Mendukung genosida

Penny Green, seorang akademisi yang telah mendokumentasikan dugaan kejahatan perang yang dilakukan terhadap orang-orang Rohingya, mengatakan kepada MEE bahwa pemerintah "telah memberikan dukungan mereka terhadap genosida saat ini.”

"Tidak heran jika eskalasi terakhir dalam genosida Rohingya di Myanmar tidak menghentikan Israel dalam memasok senjata ke militer Myanmar," kata Green, direktur Inisiatif Kejahatan Internasional di Queen Mary University.

"Rekaman kekerasan dan teror Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza cukup jelas, sehingga tidak heran jika ‘negara’ tersebut tidak peduli terhadap masalah etika dan hak asasi manusia.”

"Tahun lalu pemerintah Inggris mengeluarkan biaya pajak lebih dari £ 300.000 dalam melatih militer Myanmar dan Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, yang kehadirannya disambut oleh kepala angkatan bersenjata Uni Eropa yang ingin melakukan penjualan senjata dan pelatihan,"  tambahnya, mengutip angka-angka dari organisasi Kampanye Burma.

Lebih dari 60.000 pengungsi Rohingya telah meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan di Bangladesh karena kekerasan yang meningkat di negara bagian Rakhine.

Gambar satelit menunjukkan puluhan desa Rohingya telah dibakar habis habis oleh tentara Myanmar.

(T.RA/S: Middle East Eye)

leave a reply
Posting terakhir