Juru Bicara Militer Israel: Gaza menjadi front 'terpanas' pada tahun 2018

Front Israel dengan Jalur Gaza akan menjadi yang "terpanas" pada tahun 2018, dibandingkan dengan perbatasan Suriah, Lebanon dan Tepi Barat, ungkap juru bicara militer Israel Avichay Adraee.

BY 4adminEdited Thu,11 Jan 2018,09:41 AM

Anadolu Agency - Tepi Barat

Tepi Barat, SPNA - Front Israel dengan Jalur Gaza akan menjadi yang "terpanas" pada tahun 2018, dibandingkan dengan perbatasan Suriah, Lebanon dan Tepi Barat, ungkap juru bicara militer Israel Avichay Adraee.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Anadolu Agency, Adraee mengatakan bahwa tahun ini tentara Israel akan menyelesaikan pembangunan penghalang semen di sekitar Jalur Gaza agar Hamas berhenti menggali terowongan lintas batas ke wilayah Israel.

"Pembatas (di sekitar Gaza) mirip dengan tembok yang dibangun di perbatasan Mesir, Suriah dan Yordania," katanya. "Tapi pembatas Gaza juga mencakup komponen bawah tanah (untuk menghalangi terowongan lintas batas yang dibangun Hamas)."

"Dalam beberapa hari ini, kondisi (di perbatasan selatan Israel) sudah relatif tenang," Adraee kemudian mengatakan, "Kebijakan kami sekarang bertujuan untuk menciptakan situasi yang tenang dengan Gaza."

Mengenai mengapa dia percaya bahwa front Israel dengan Gaza akan menjadi "terpanas" tahun ini, Adraee mengatakan, "Masalah dengan Jalur Gaza pada tahun 2018 akan menjadi aspek kemanusiaan, ini membuat kami khawatir."

Namun, dia terus menekankan bahwa eskalasi dimungkinkan di semua perbatasan Israel dengan tetangganya.

Dihuni oleh sekitar dua juta orang Palestina, Jalur Gaza terus tumbuh di bawah blokade yang melumpuhkan, yang pertama kali dipaksakan oleh Israel - bersamaan dengan Mesir - ketika Hamas menguasai daerah pesisir pada tahun 2007.

Dalam satu dekade terakhir, Israel telah melancarkan tiga operasi militer besar melawan Jalur Gaza yang dikelola Hamas - pada 2008/9, 2012 dan 2014 - yang menyebabkan ribuan orang Palestina, kebanyakan warga sipil, tewas.

"Di Timur Tengah, insiden taktis kecil bisa memicu krisis yang lebih besar," kata Adraee kepada Anadolu Agency.

"Kami percaya bahwa eskalasi - di front manapun - dapat dipicu oleh kejadian taktis kecil," katanya. "Untuk alasan ini, kita harus selalu siap menghadapi kejadian apapun yang bisa menyebabkan eskalasi yang lebih luas."

"Tentara selalu berperang atau bersiap menghadapi perang," juru bicara menambahkan. "Dan mempersiapkan perang berarti latihan dan persenjataan. Kami telah memperkuat kemampuan dan kesiapan kami untuk menilai bahwa kepentingan Israel tetap tenang di semua sisi."

Menurut Adraee, militer Israel melihat "tidak ada ancaman nyata" dari Islamic State, yang baru-baru ini mengalami serangkaian kekalahan di Irak dan Suriah.

Berkenaan dengan kelompok Hizbullah Libanon, dimana Israel bertempur dalam sebuah konflik besar di tahun 2006, Adraee mengatakan, "Meskipun memperoleh senjata canggih dari Iran, Hizbullah saat ini sibuk dengan situasi di Suriah."

"Hizbullah tidak tertarik untuk menyulut front Lebanon, sementara Suriah tidak tertarik untuk berperang melawan Israel," dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa kehadiran militer Iran di Suriah kemungkinan akan tetap "untuk beberapa lama".

Ia juga mengatakan bahwa orang-orang Palestina tidak tertarik untuk meningkatkan situasi di Tepi Barat.

"Berkenaan dengan Tepi Barat, tidak ada yang tertarik untuk melihat kembali ke situasi yang terjadi 10 tahun yang lalu," katanya, mengacu pada Intifadah Kedua, yang dimulai pada tahun 2000.

(T.RA/S: Anadolu Agency)

leave a reply