Hamas: Kami tidak akan menjual darah syuhada demi dolar dan solar

Jalur Gaza, SPNA - Pemimpin Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Yahya Sinwar menegaskan bahwa pejuang Gaza tidak akan menjual darah para ....

BY 4adminEdited Sat,17 Nov 2018,10:56 AM

Jalur Gaza, SPNA - Pemimpin Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), Yahya Sinwar menegaskan bahwa pejuang Gaza tidak akan menjual darah para syuhada demi dolar dan solar.

“Ini adalah pertama kali 13 faksi Palestina bekerjasama dalam satu ruangan, berjuang bersama, bergerak bersama. Kami tidak akan meninggalkan perjuangan demi uang,’’ tegasnya seperti dilansir Maannews, Jum’at (16/11/2018). 

Sinwar dalam upacara belasungkawa 7 syuhada yang gugur di Jalur Gaza pekan lalu menegaskan, pejuang Gaza akan berusaha menghapus blokade terhadap Gaza serta mewujudkan kehidupan yang layak tehadap masyarakatnya.

“Apakah musuh berpikir dengan mengizinkan masuknya dana Qatar bahwa kita akan menjual darah para syuhada dengan dolar ?”

“Pejuang Gaza membawa kepada pesan kematian untuk anda, roket-roker kami  lebih banyak jumlahnya dan lebih akurat, ” ucap Sinwar kepada PM Israel Netanyahu dan mantan Menteri Keamanan Israel, Avigdor  Lieberman.

Selain itu Sinwar juga mengajak gerakan Fatah dan seluruh faksi Palestina untuk duduk  di satu meja atas dasar persatuan dan kesatuan bangsa.

Jalur Gaza adalah wilayah yang terisoliasi akibat blokade yang telah berlangsung selama lebih dari 11 tahun.

Di masa itu, Gaza hancur lebur akibat 3 perang besar tahun 2009, 2012 serta 2014 yang melumpuhkan seluruh sektor kehidupan di Gaza.

Situasi ini diperparah setelah Pemerintah AS bulan lalu menghentikan donasinya terhadap Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina UNRWA yang merupakan tulang punggung sebagian besar rakyat Gaza.

Akibatnya,  warga Gaza menggelar aski masal “Great March of Return”, 30 Maret lalu, menuntut Israel untuk menghapus blokade dimana lebih dari 200 warga merenggang nyawa akibat tindak kekerasan pasukan Israel.

Pemerintah Mesir selama beberapa bulan terakhir berupaya membujuk Israel dan Gaza untuk melakukan negosiasi damai.

Kedua pihak telah setuju untuk berunding namun militer Israel justru melakukan operasi pembunuhan terhadap petinggi Hamas, Senin 12 November lalu.

Melihat langkah militer Israel yang menusuk dari belakang ini, Hamas tidak tinggal diam. Hamas bekerjasama dengan gerakan dan faksi pejuang Gaza menyerang pemukiman zionis dengan rudal yang kemudian berujung dengan perang selama 40 jam.

Sejumlah surat kabar Palestina melaporkan bahwa perang terhadap Jalur Gaza adalah yang terbesar sejak berakhirnya perang 2014 silam.

Perang tersebut membuat situasi di Gaza mencekam. Hal ini karena Israel menggunakan senjata berat, bahan peledak berkekuatan tinggi yang menggoncangkan sejumlah wilayah di sektor tersebut.

Meskipun demikian, perang berakhir dengan gencatan senjata antara Israel dan gerakan perlawanan, Selasa lalu (13/11/2018).

Berdasarkan laporan koresponden Suara Palestina di Jalur Gaza, gencatan senjata yang ditawarkan otoritas Mesir sempat ditolak oleh pihak Israel. Pemerintah zionis tersebut bersikeras akan melakukan serangan besar ke Gaza.

Situasi justru berbalik saat pejuang Gaza membombardir wilayah Israel dengan 460 misil.

Misil tersebut tidak hanya jatuh di dekat perbatasan, tapi juga merambah ke wilayah Negev, Beer Sheba hingga wilayah Selatan dekat Luat Mati dimana jarak tempuh misil Gaza mencapai 96 KM. Jarak ini lebih jauh dari dibanding jarak antara Gaza dan Al-Quds yang hanya mencapai 75 KM.

Kekuatan tempur rudal Gaza yang luar biasa inilah yang menjadi alasan kuat bagi Israel menerima gencatan senjata, jika tidak kota-kota Israel akan terancam rudal.

Sebelumnya, pejuang Gaza sudah memperingatkan bahwa satu juta rakyat Israel akan hidup di bawah ancaman roket jika Israel berani menyerang Gaza.

Berdasarkan keterangan Menkes Palestina, 14 warga Palestina dilaporkan gugur  sementara  31 lainnya luka-luka. Sementara dari pihak Israel, 3 orang dilaporkan tewas, salah satunya adalah perwira militer.

Menteri Kesehatan Palestina Jawad Awad menyatakan pihaknya mengutus tim medis yang membawa obat-obatan dari gudang Menkes Palestina di Nablus menuju Gaza.

Hal ini dilakukan atas instruksi Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Rami Hamdallah.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki menuntut anggota Liga Arab untuk menggelar pertemuan darurat  dalam rangka  membahas agresi militer Israel terhadap Gaza yang melumpuhkan total sektor tersebut.

Maliki juga meminta delegasi Palestina di PBB menuntut Dewan Keamanan menggelar pertemuan darurat membahas agresi militer di Gaza.

Delegasi Palestina di Belanda dituntut untuk melaporkan kejahatan yang dilakukan Israel dalam operasi militer tersebut kepada Mahkamah Internasional, khususnya karena lembaga tersebut masih mempelajari pelanggaran hukum yang dilakukan Israel terhadap Palestina sebelumnya.

Delegasi Palestina di Majelis HAM Internasional diminta untuk mengambil langkah yang dibutuhkan untuk mengecam tindakan Israel yang menargetkan warga sipil di Gaza.

(T.RS/S:Maannews)

leave a reply