Opini: Masa depan Israel suram

Jalur Gaza, SPNA - Berbicara tentang masa depan Israel dan keruntuhannya, beberapa orang mungkin akan mengatakan bahwa ....

BY 4adminEdited Thu,22 Nov 2018,10:49 AM

Nabil Salim

Jalur Gaza, SPNA - Berbicara tentang masa depan Israel dan keruntuhannya, beberapa orang mungkin akan mengatakan bahwa kita bermimpi terlalu tinggi.

Bagaimana mungkin negara maju, memiliki senjata nuklir dan didukung negara barat seperti Israel dapat hancur. Mustahil!

Saya katakan bahwa kenyataannya saat ini sangat berbeda. Hal ini karena beberapa sebab dan mungkin yang terpentig adalah “perubahan geopolitik” yang terjadi di Timur Tengah.

Seperti yang diketahui, ketika Israel didirikan di atas reruntuhan Palestina, sebagian besar bangsa Arab saat itu berada di bawah penjajahan asing atau baru saja merdeka.

Dilain pihak, Israel yang masih hijau menggunakan kesempatan dimana bangsa Arab saat itu dalam kondisi lemah.

Hal ini terbukti saat perang 1948, dimana koalisi Arab tak mampu mengumpulkan lebih dari 20.000 prajurit dilain pihak Israel memiliki 60.000 prajurit Yahudi yang disuplai dengan senjata paling canggih saat itu.

Disaat yang sama Israel juga berperang dengan bangsa Palestina yang saat itu hidup dibawah penjajahan Inggris  yang mengizinkan mereka memiliki senjata.

Artinya Israel berperang dengan pasukan yang tak punya senjata. Belum lagi krisis pendidikan dan ekonomi yang mendera bangsa Arab saat itu.

Karena itu tidak heran jika Israel melakukan pembantaian besar-besaran seperti di Deir Yasin, Kafr Qasim,  dan lainnya.

Namun situasi sekarang berbeda dengan masa lalu yang suram disaat awal-awal pembentukan negara Israel, meskipun negara-negara Arab saat ini saling terpecah.

Taruhannya sekarang terkait dengan rakyat Palestina, pemilik hak suci yang telah berdiri kokoh lebih dari 100 tahun silam sejak konferensi gerakan Zionis di Basel pada tahun 1897. Masyarakat Palestina membuktikan bahwa mereka tak dapat dimusnahkan.

Terlebih lagi, demografi politik dan budaya,  menjadi tantangan terbesar bagi Israel saat ini khususnya dalam bidang pendidikan yang merubah metode Palestina dalam melakukan perlawanan terhadap Israel.

Disaat yang sama strategi yang digunakan Israel dalam perang melawan bangsa Arab telah usang. Para pemimpin junta militer Israel mengakui bahwa pertahanan mereka sudah usang dimana pejuang Palestina sanggup melontarkan rudal ke wilayah terjauh di Israel.

Hal ini merupakan ancaman yang dapat menggerus kepercayaan Israel dengan kemampuan mereka.

Baru-baru ini, tiga jenderal senior Israel telah memperingatkan skenario gelap yang dapat menghilangkan masa depan Israel.

Penulis Aharon Lapidot, yang melakukan dialog dengan 2 perwira senior Angkatan Udara, Yitzhak Nir dan Eric Chernaak,  serta Mishka Ben-David, mantan anggota senior Mossad, mengatakan bahwa ketiganya menerbitakan sebuah butku yang menjelaskan skenario berbahaya yang dapat merusak masa depan Israel.

Dalam bukunya  Mishka Ben David, mantan personel Mossad, mengutip cerita anggota IDF yang bertugas di persimpangan Beit Hanoun, mengatakan : ‘"Reuven, seorang penjaga di persimpangan Erez di Jalur Gaza utara berkata saya melihat wanita dan anak-anak, gelombang besar manusia  datang dari dalam kegelapan. Jikapun saya melepaskan seluruh peluru yang saya punya saya tak akan mampu menghentikan mereka karena dalam satu menit kemudian mereka akan menginjak-injak saya, disaat yang sama saya tidak diberikan izin untuk menembak.”

Jika kita memperhatikan apa yag ditulis Aharon Lapidot dalam wawancaranya dengan ketiga perwira tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa ketiganya memprediksi bahwa Israel akan berakhir dalam jurang kehancuran disaat yang sama warga Palestina semakin gigih mempertahankan negaranya.

(T.RS/S:Palinfo, alkhalej)

leave a reply
Posting terakhir

Kesepakatan Pertukaran Tawanan dengan Israel Paling Menonjol Masa ke Masa

Menurut (WAFA), pertukaran itu melibatkan Mesir, Yordania, Suriah dan Lebanon. Setiap negara melakukan transaksi secara terpisah, yang terakhir dengan Suriah pada bulan Juni di tahun yang sama. Dalam kesepakatan itu: Ada 156 tentara Israel di tangan Mesir, 673 tentara di tangan Yordania, 4 tentara di Suriah, dan 8 di Lebanon, sementara Israel menahan 1.098 tentara Mesir, 28 Saudi, 25 Sudan, 24 Yaman, 17 Yordania, 36 Lebanon, 57 Suriah, dan 5.021 Palestina.