Lembaga Peduli Korban Perang di Palestina serukan dunia internasional membantu meringankan derita warga Palestina

Saat ini sekitar 1100 dari mereka tidak lagi mendapatkan santunan dari pemerintah. Akibatnya mereka mengancam akan melakukan mogok makan hingga pemerintah kembali menyalurkan santunan tersebut.

BY 4adminEdited Thu,14 Mar 2019,02:39 PM

Jalur Gaza, SPNA -  Lembaga Peduli Korban Perang di Palestina menggelar konferensi pers di Biro Informasi di Jalur Gaza, Senin (13/03/2019).   Berdasarkan keterangan seorang warga, acara ini bertujuan untuk menyorot penderitaan warga Gaza yang menjadi korban penganiayaan pasukan Israel.

“Saat ini sekitar 1100 dari mereka tidak lagi mendapatkan santunan dari pemerintah. Akibatnya mereka mengancam akan melakukan mogok makan hingga pemerintah kembali menyalurkan santunan tersebut.”

Sementara itu, Perwakilan Pertahanan Nasional dan Islamiyah,  Hani Tsawabiteh dalam konferensi tersebut mengatakan bahwa korban Palestina adalah mereka yang menjaga kehormatan bangsa. “Mereka menjaga nama baik perjuangan dan  mengorbankan jiwa demi bangsa. Mereka adalah amanah dan tanggung jawab bagi pemerintah, ” tegasnya.

“Disini kami menyampaikan 3 pesan, pertama kepada Pemerintah Palestina. Para korban adalah amanah bagi seluruh rakyat terutama aparatur Pemerintah. Kedua kepada bangsa Ara. Blokade terhadap Gaza bertujuan untuk meruntuhkan semangat juang agar rakyat Palestina putus asa. Karena itu kami meminta bangsa Arab untuk mendirikan rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kesehatan terhadap korban.”

Ketiga: Kami menuntut kepada Lembaga Internasional agar menghentikan tindakan semena-mena pasukan Israel.

Lembaga tersebut juga melakukan donor darah yang akan digunakan untuk membantu korban yang dianiaya pasukan Israel.

Awal bulan Maret,  Kementerian Kesehatan Palestina melansir laporan jumlah korban dalam demonstrasi Great March of Return sejak 30 Maret 2018 lalu.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Suara Palestina dari Menkes Gaza, jumlah korban jiwa yang gugur dalam aksi tersebut sebanyak 256 orang, 45 diantaranya adalah anak-anak dan 6 orang perempuan. 

Sementara korban luka-luka mencapai 29382 jiwa dimana 3025 diantaranya adalah anak-anak dan 1008 perempuan. 530 korban mengalami luka berat dimana 443 korban terluka di bagian kepala, 704 di bagian punggung dan dada sementara 608 di bagian perut.

Menkes Gaza menambahkan bahwa Pasukan Pendudukan Israel (IDF) menargetkan tim medis dan jurnalis secara sengaja. 5 orang tim medis merenggang nyawa dalam aksi tersebut, diantaranya adalah Musa Abu Hasanin, Razan Al-Najar dan Abdullah Al-Qatati. Sementara 653 tim medis lainnya luka-luka dan 110 mobil ambulans rusak.

Menkes Gaza menambahkan bahwa 3416 korban dirawat di rumah sakit Gaza utara, 5043 di Gaza Pusat, 2982 di Khan Younis, 1732 di Rafah dan 2355 di al-Wustha.

Jalur Gaza adalah wilayah yang terisoliasi akibat blokade yang telah berlangsung selama lebih dari 11 tahun.  Di masa itu, Gaza hancur lebur akibat 3 perang besar tahun 2009, 2012 serta 2014 yang melumpuhkan seluruh sektor kehidupan di Gaza.

Situasi ini diperparah setelah Pemerintah AS bulan lalu menghentikan donasinya terhadap Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina UNRWA yang merupakan tulang punggung sebagian besar rakyat Gaza.

Akibatnya,  warga Gaza menggelar aski masal “Great March of Return”, menuntut Israel untuk menghapus blokade yang membuat warga Gaza sengsara serta memulangkan pengungsi Palestina ke tanah air.

Awal 2018 lalu, Sekjen PBB, Antonio Guterres bahkan telah menegaskan bahwa Gaza yang memiliki populasi dua juta jiwa tersebut akan menjadi wilayah tak layak huni pada tahun 2020.

Sementara itu Profesor Hubungan Internasional Universitas Oxford, Avi Shlaim mengatakan bahwa Israel telah mengubah Jalur Gaza menjadi penjara terbesar di dunia. 

(T.RS/S:Abdel Hamid Akkila)

leave a reply
Posting terakhir