Walid Malikah, terpaksa terbang ke Turki demi menyelamatkan putranya yang sakit akibat bom fosfor Israel

Demi mengobati Usamah, Walid terpaksa menjual rumahnya dan tinggal di kontrakan. Tidak hanya itu, dia juga memiliki tunggakan hutang. Saya adalah buruh biasa, hidup sederhana. Biaya pengobatan putra saya selama tiga tahun terakhir membuat kami menghadapi masalah finansial,” keluhya.

BY 4adminEdited Fri,05 Apr 2019,02:55 PM

Anadolu Agency - Jalur Gaza

Jalur Gaza, SPNA – Usamah sudah menghadapi ujian hidup bahkan sebelum dilahirkan ke dunia. Derita Usamah Malikah dimulai ketika dia masih berada dalam kandungan ibunda akhir 2008 silam. Saa titu pasukan Israel menyerang Gaza dengan bomfosfor, White Phosporous (WP) yang dilarang oleh hukum internasional.

Ketika dilahirkan Usamah divonis menderita autisme. Malangnya, Gaza disaat yang sama justru menghadap ikrisis peralatan medis da nobat-obatan.

Walid Malikah, ayah dari Usamah, terpaksa terbang ke Turki demi mencari bantuan untuk mengobati putranya.

“Kami berasal dari Hay Zaitoun, Jalur Gaza. Saya datang ke Turki demi mencari bantuan untuk Usamah. Saya berharap kepada Allah semoga saudara-saudara saya di Turki menolong buah hati kami.”

Menurut keterangan Walid, Usamah dilahirkan pada 4 Juli 2009,6 bulan setelah agresi Israel ‘’Cast Leads” terhadap Jalur Gaza. Saat itu Pasukan Pendudukan Israel (IDF) menggunakan bomfosfor. Bom ini dapat mengakibatkan luka bakar menyakitkan bahkan menembus tulang.

“Saat perang berkecamuk, bom fosfor yang digunakan Israel terhadap Gaza mengenai istri sayayang sedang mengandung Usamah,‘’ tuturnya kepada Anadolu Agency, Kamis (04/04/2019).

“Para ibu yang mengandung usai perang tersebut mengalami masalah saat melahirkan. Ketika istriku sakit akibat luka bakar, Gaza menghadapi masalah obat-obatan. Kami tidak memiliki suplai air, listrik dan gas. Perang menghancurkan segalanya dan istriku adalah korbannya.”

“Lalu ketika Usamah, dilahirkan, bibir bagian atasnya terkoyak. Ada yang mengatakan bahwa ini efekbomfosfor yang membakar tubuh istri saya. Setahun kemudian Usamah terlihat tak normal seperti balita lainnya. Kami berkeliling di Gaza untuk mencari pertolongan,namun nihil.”

“Saya memiliki tiga orang putri dan dua putra, semuanya dalam keadaan sehat. Mereka bahkan memiliki prestasi di sekolah. Namun malang, Usamah dilahirkan dalam perang. Sebagian dokter mengatakan bahwa penyakit Usamah adalah efek bomfosfor.”

Demi mengobati Usamah, Walid terpaksa menjual rumahnya dan tinggal di kontrakan. Tidak hanya itu, dia jugamemiliki tunggakan hutang. “Saya adalah buruh biasa, hidup sederhana. Biaya pengobatan putra saya selama tiga tahun terakhir membuat kami menghadapi masalah finansial,” keluhya.

“Usamah membutuhkan psikiater dan ahli saraf, resonansi magnetik (MRI), Elektron Ensefalografi (EEG), dan pemeriksaan rutin yang tentu menghabiskan biaya besar.”

Walid kemudian memutuskan untuk terbangke Turki, mencari harapan demi putranya, mengingat Presiden Turki, Recep Tayyyib Erdogan pernah berkata akan menghapus‘’kezaliman’’dari bangsa Palestina. “Inilah yang memotivasi saya untuk keTurki.”

“Saya sudah berada di Turki sejak awal 2019, dan sampai sekarang saya masih menunggu bantuan dengan penuh harap. Setiap hari saya menangisi Usamah. Saya sendirian di Turki, ibu dansaudara-saudara Usamah di Gaza. Hingga saat ini belum ada yang benar-benar maumembantu saya. Karena itu saya berfikir untuk kembali Gaza.”

“Pesan saya untuk seluruh pejabat di seluruh dunia, Gaza berada dalam gerbang neraka kezaliman. Gaza tidak memiliki air bersih, sandang, pangan dan air bahkan obat-obatan. Gaza membutuhkan bantuan Anda,” tutupnya.

Jalur Gaza adalah wilayah yang terisoliasi akibat blokade yang telah berlangsung selama lebihdari 11 tahun.  Di masa itu, Gaza hancur lebur akibat tiga perang besar tahun 2009, 2012 dan 2014 yang melumpuhkan seluruh sektor kehidupan di Gaza.

Situasi ini diperparah setelah Pemerintah AS bulan lalu menghentikan donasinya terhadap Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina UNRWA yang merupakan tulang punggung sebagian besar rakyat Gaza.

 

Awal 2018 lalu, Sekjen PBB, Antonio Guterres bahkan telah menegaskan bahwa Gaza yang memiliki populasi dua juta jiwa tersebut akan menjadi wilayah taklayak huni pada tahun 2020.

Sementara itu Profesor Hubungan Internasional Universitas Oxford, Avi Shlaim mengatakan bahwa Israel telah mengubah Jalur Gaza menjadi penjarater besar di dunia. 

Di tengah situasi Gaza yang meresahkan ini, Indonesia hadir memberikan bantuan dan sokongan baik bersifat moril atau materil. Bagi rakyat Gaza, Indonesia adalah harapan baru dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan di Palestina. Meskipun demikian rakyat Palestina masih membutuhkan uluran tangan.

(T.RS/S:Anadolu Agency)

leave a reply
Posting terakhir