Wina, SPNA - Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menandatangani perjanjian yang mengakui Palestina sebagai negara pengamat di lembaga tersebut, Selasa (18/06/2019). Meskipun bukan sebagai negara anggota, Palestina dapat menghadiri pertemuan sebagai pengamat, kata juru bicara IAEA.

Perjanjian tersebut, yang ditandatangani oleh direktur jenderal IAEA Yukiya Amano dan Duta Besar Palestina di Wina Salah Abdul Shafi, memberi para inspektur IAEA kemampuan untuk memeriksa keamanan bahan radioaktif dan bahan nuklir fisil, seperti uranium.

Otoritas Palestina (PA) sendiri tidak memiliki reaktor nuklir, namun memiliki departemen fisika di rumah sakit dan universitas, yang memiliki peralatan medis yang mengandung komponen bahan nuklir.

Bereaksi terhadap langkah IAEA ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Emmanuel Nahshon mengatakan bahwa perjanjian itu adalah "pelanggaran terhadap konvensi internasional."

Tindakan ini dinilai oleh Israel sebagai dorongan oleh PA untuk memperoleh pengakuan internasional, seperti ketika PA bergabung dengan UNESCO pada 2011.

Perjanjian tersebut menempatkan Israel, IAEA dan PA dalam situasi yang menantang, karena belum jelas bagaimana IAEA akan mendefinisikan wilayah dan perbatasan negara Palestina.

Israel sendiri tidak pernah menandatangani Perjanjian tentang Non-Proliferasi Senjata Nuklir, sebuah perjanjian internasional termasuk sebagian besar dunia, yang memiliki tujuan mencegah penyebaran senjata nuklir.

Israel tidak mengatakan bahwa mereka memiliki senjata nuklir, namun tidak menyangkal bahwa mereka juga memiliki senjata nuklir. Secara luas berkembang spekulasi bahwa Israel memiliki fasilitas nuklir di luar kota selatan Dimona. Reaktor ini terlarang untuk inspeksi IAEA dan, menurut laporan asing, Israel memproduksi bahan fisil di sana - uranium dan plutonium yang sangat diperkaya - untuk senjata nuklir.

(T.RA/S: JPost)