Migrasi ke Israel meningkat 28% pada paruh pertama 2019

Hal ini terutama dipicu oleh kenaikan jumlah orang Yahudi Rusia yang bermigrasi ke negara itu.

BY 4adminEdited Sat,03 Aug 2019,12:28 PM

MEMO - Yerusalem

Yerusalem, SPNA - Imigrasi ke Israel meningkat 28 persen pada paruh pertama tahun 2019, terutama dipicu oleh kenaikan jumlah orang Yahudi Rusia yang bermigrasi ke negara itu.

Harretz pada hari Kamis (01/08/2019) -mengutip angka yang dirilis oleh Jewish Agency- melaporkan bahwa dalam enam bulan pertama tahun 2019, sebanyak 16.019 orang Yahudi dari seluruh dunia bermigrasi ke Israel. Artinya, jumlah ini meningkat 28 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2018. Jewish Agrncy sendiri adalah LSM yang mendorong orang-orang Yahudi untuk bermigrasi ke Israel.

Lebih dari setengah dari 16.019 imigran ini berasal dari Rusia, mewakili 73 persen peningkatan imigrasi Rusia dibandingkan 2018. Selanjutnya, 3.000 berasal dari Ukraina, mewakili peningkatan enam persen pada tahun sebelumnya.

Sekitar lima persen dari peningkatan tahun ini juga merupakan hasil migrasi oleh Falashmura, orang Yahudi Ethiopia yang haknya untuk bermigrasi ke Israel di bawah Hukum Pengembalian yang telah lama menjadi subjek kontroversi dan menyebabkan tuduhan rasisme di pihak negara tersebut.

Sementara itu, migrasi dari negara lain dengan populasi Yahudi yang besar - di antaranya dari AS, Inggris dan Prancis - turun drastis pada paruh pertama tahun 2019, meskipun ada upaya oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mendorong migrasi dari negara-negara tersebut. Migrasi Yahudi-Prancis turun 23 persen, sementara imigrasi Yahudi-Amerika turun 11 persen.

Hukum Pengembalian Israel menyatakan bahwa hanya orang-orang dengan kakek-nenek Yahudi, mereka yang menikah dengan seorang Yahudi, atau telah pindah ke Yudaisme yang dapat berimigrasi ke Israel. Namun, para rabi konservatif di Israel telah mengklaim bahwa kebanyakan imigran Rusia tidak dapat dianggap Yahudi di bawah hukum Yahudi (Halacha) karena mereka tidak memiliki ibu Yahudi dan bukan Ortodoks.

Peningkatan migrasi ini terjadi pada saat Israel terus menindak migrasi non-Yahudi ke negara itu.

Bulan lalu otoritas imigrasi Israel mengumpulkan sejumlah pekerja Filipina dan anak-anak mereka yang lahir di Israel untuk dideportasi dan menahan mereka di dekat Bandara Ben Gurion di negara itu. Meskipun ada upaya untuk mengajukan banding atas perintah deportasi di pengadilan banding lokal Israel, awal pekan ini satu pekerja perawatan Filipina, Geraldine Esta dan anak-anaknya harus menerima kenyataan bahwa permohonan banding mereka ditolak dan diberikan waktu 45 hari untuk meninggalkan negara itu.

Pada bulan yang sama, Israel berusaha mendeportasi jurnalis Palestina Mustafa Al-Haruf yang tidak memiliki kewarganegaraan. Al-Haruf lahir di Aljazair tetapi telah tinggal bersama keluarganya di Yerusalem Timur yang diduduki sejak ia berusia 12 tahun. Ia memegang izin tinggal yang sebelumnya diperbarui secara berkala. Meskipun menikah dengan seorang Palestina dari Yerusalem dan memiliki anak, Kementerian Dalam Negeri Israel telah menolak permohonan Al-Haruf untuk petisi penyatuan keluarga.

Ketika otoritas Israel bulan lalu mencoba mendeportasi Al-Haruf ke Yordania, ia ditolak masuk dan kembali ke tahanan Israel. Pengadilan Israel pun mengembalikannya ke tahanan selama satu bulan lagi sampai deportasinya dapat diamankan.

(T.RA/S: MEMO)

leave a reply
Posting terakhir