‘Negara Kuat’ Cegah Publikasi Daftar Perusahaan yang Terlibat dalam Permukiman Ilegal Israel

Hal ini tampak dari penundaan penerbitan daftar tersebut, yang rencana awalnya dijadwalkan pada bulan Maret 2017.

BY 4adminEdited Sat,21 Sep 2019,06:16 AM

Jenewa

Jenewa, SPNA - Amnesty International mendesak negara-negara anggota PBB untuk mengangkat masalah Palestina dalam pertemuan ke-42 sesi Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Lembaga ini menuntut dirilisnya daftar perusahaan yang beroperasi di permukiman ilegal Israel.

Dalam sebuah laporan baru yang diterbitkan pada hari Jumat (20/09/2019), organisasi hak asasi manusia itu menekankan bahwa Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) telah berulang kali menunda publikasi database tersebut. Meskipun rencana awal untuk merilisnya dijadwalkan pada bulan Maret 2017.

"Menjadi semakin jelas bahwa penundaan itu sebagian karena negara-negara tertentu berada dalam tekanan politik," Sehingga, mereka "bukan hanya menunda merilis database tersebut, tetapi bahkan menghentikan sama sekali publikasinya," kata laporan itu.

"Dengan kata lain, beberapa negara kuat di PBB melobi Komisaris Tinggi untuk mengabaikan mandat yang telah diberikan oleh Dewan, atau menafsirkan mandat dengan cara yang merusak kredibilitas: baik dengan tidak menyebutkan nama perusahaan atau tidak merilis database sama sekali."

Pada bulan Maret 2016, Dewan Hak Asasi Manusia PBB menugaskan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia untuk membuat daftar perusahaan yang terlibat -baik langsung maupun tidak-, dalam pembangunan dan pertumbuhan permukiman ilegal Israel.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa keterlibatan ini meliputi penyediaan peralatan konstruksi dan pengawasan; penyediaan layanan pengawasan, keamanan, perbankan dan keuangan; eksploitasi sumber daya alam, dan penyediaan layanan dan utilitas yang mendukung pemeliharaan dan keberadaan permukiman.

Sekitar 600.000-750.000 pemukim tinggal di sekitar 150 pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki,. Permukiman ini dibangun di atas tanah yang telah dibayangkan oleh warga Palestina akan negara masa depan bagi mereka.

Resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi pada bulan Desember 2016 menyatakan bahwa permukiman Israel tidak memiliki validitas hukum dan merupakan pelanggaran terang-terangan hukum internasional. Selain itu, permukiman dianggap sebagai penghambat utama bagi solusi kedua negara.

Ambensty Internasional menegaskan kembali permintaannya agar Israel segera dan sepenuhnya menghentikan semua kegiatan pemukiman.

Namun, data baru yang diterbitkan pekan lalu oleh Associated Press menunjukkan bahwa pembangunan permukiman di Yerusalem Timur yang diduduki telah melonjak sejak Presiden AS Donald Trump menjabat pada 2017.

"Selama beberapa dekade, kecaman resmi dan diplomasi diam-diam telah gagal membawa perubahan yang diperlukan," tulis laporan itu.

"PBB memiliki potensi untuk mengubah status quo di Israel dan Wilayah Palestina yang diduduki. OHCHR harus memenuhi mandat yang diberikan kepadanya oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB dengan menyusun, menerbitkan, dan secara teratur memperbarui daftar perusahaan yang beroperasi di permukiman ilegal Israel."

Laporan itu mengatakan bahwa jika negara-negara anggota PBB mendesak Komisaris Tinggi untuk mematuhi mandat Dewan Hak Asasi Manusia, ini akan membawa "transparansi pada kegiatan bisnis di permukiman Israel, memfasilitasi kepatuhan negara dengan hukum internasional dan mempercepat kemajuan perusahaan dalam menghormati hak asasi manusia."

(T.RA/S: Aljazeera)

leave a reply
Posting terakhir