Irbid, SPNA - Ribuan warga tumpah ruah di jalan kota Irbid (sebuah kota di Yordania utara) usai pelaksanaan shalat Jumat. Mereka mengantarkan jenazah dr. Ridwan Sa'ad yang wafat sehari sebelumnya, Kamis (19/09/2019).
Rombongan pengantar jenazah bergerak dari salah satu masjid di kota tersebut menuju pekuburan massal.
Salah satu di antara warga yang ikut sempat diwawancara dan berkata, "Ini jenazah yang sangat mulia. Jasad seorang manusia yang mendedikasikan hidupnya untuk kemanusiaan dan membantu fakir miskin.”
"Orang-orang miskin dan tidak mampu hari ini telah kehilangan dokter pribadi mereka. Seluruh kota Irbid mengenal beliau."
Penghormatan warga Irbid yang didapatkan dr. Ridwan bukanlah karena ia seorang ulama, apalagi pejabat. Namun karena praktik yang ia buka selama 40 tahun dengan biaya ala kadarnya.
Untuk setiap pengobatan dr. Ridwan hanya memungut biaya satu dinar (atau 20 ribu rupiah) dari warga. Khusus untuk golongan fakir miskin ia malah ikhlas menjalaninya tanpa sepeserpun biaya, meski pasien tersebut melakukan pemeriksaan lebih dari satu kali dalam sehari.
Keramahan dr. Ridwan membuat warga yang datang padanya serasa sembuh seketika meninggalkan tempat praktiknya yang sederhana itu.
Sebelumnya ia bahkan hanya memungut biaya seperempat dinar. Ia terpaksa menaikkan tarif karena protes dari para dokter lainnya yang juga membuka praktik di Irbid.
Di telinga warga Irbid, dr. Ridwan lebih familiar dengan sebutan Thabib Al-Fuqara' (Dokternya fakir miskin). Ia merupakan dokter umum yang mampu mendeteksi dan mengobati berbagai penyakit. Oleh karena itu sebagian malah menyebutnya "Wikipedia-nya kedokteran."
Menurut pengakuan orang dekatnya, dr. Ridwan tidak senang berbicara tentang praktik gratisnya ke media.
Berita meninggalnya pun diketahui melalui status warga di media sosial yang menyebutkan kesedihan mendalam mereka, sepeninggal dr. Ridwan. Seraya mengungkapkan pengalaman indah masing-masing bersama sang dokter.
Salah satu warga, Muhammad Abu Haijak, dalam status Facebook-nya menuliskan, "Kemanusiaan tidak diajarkan di bangku sekolah. Tapi mengalir bersama darah sejak seseorang dilahirkan."
"Anda tidak bisa mengingat nama Irbid tanpa membayangkan sosok dr. Ridwan," tambahnya.
Abu Haijak juga mengatakan bahwa tempat praktik sang dokter yang sederhana itu selalu penuh dengan pasien. Mulai dari jam lima subuh sampai sore hari. Dalam satu hari, ia bisa melayani hingga 200 pasien. Bahkan ia terkadang harus bekerja ekstra hingga tengah malam.
Sedangkan warga lainnya, Ziyad Syahadah, ia menuliskan, "dr. Ridwan biasa meminta penjual kaki lima di depan tempat praktiknya untuk mencatat pasien yang telah datang sejak pagi. Mereka berjumlah puluhan bahkan ratusan.” Ia juga selalu memilih obat-obatan murah yang sanggup dibeli pasiennya dari apotek.
Ziyadh menambahkan, sulit sekali menemukan seorang dokter yang mau mengobati pasien dengan biaya kurang dari 20 dinar. Itu belum lagi harga obat dari apotek yang bisa mencapai 60 dinar.
Dari pengakuan Fathi Daradkeh, yang berprofesi sebagai pengacara, dr. Ridhwan pernah bercerita bahwa dirinya komitmen untuk melakukan aktivitas mulia tersebut hingga ajal menjemput.
Benar, kini ajal telah menjemputnya dalam kemuliaan. Kenangan dan doa ribuan fakir miskin akan mengantarnya menuju syurga yang tinggi.
(T.HN/S:Alghad)