Freedom Flotilla akan Kembali Berlayar ke Gaza pada Musim Panas 2020

Misi ini akan kembali mencoba memecah pengepungan dan membungkam hukuman kolektif yang dikenakan pada lebih dari dua juta orang Palestina di Gaza.

BY Edited Tue,03 Dec 2019,11:48 AM

Rotterdam, SPNA - Koalisi International Freedom Flotilla mengumumkan bahwa mereka akan kembali berlayar ke Jalur Gaza pada musim panas 2020. Misi ini akan kembali mencoba memecah pengepungan dan membungkam hukuman kolektif yang dikenakan pada lebih dari dua juta orang Palestina di Gaza.

Keputusan tersebut diambil setelah pertemuan dua hari di kota Rotterdam Belanda, yang dihadiri oleh perwakilan organisasi solidaritas untuk mendukung hak-hak Palestina, dari sepuluh negara Eropa termasuk Amerika, Kanada dan Selandia Baru.

Freedom Flotilla akan berlayar pada Mei tahun depan. Ini bertepatan dengan sepuluh tahun serangan berdarah Israel terhadap armada pertama milik Turki, Mavi Marmara yang hendak mengirimkan bantuan ke Gaza, mematahkan blokade Israel dan Mesir di wilayah itu pada 2010.

Kapal-kapal itu membawa 10.000 ton barang, seperti perlengkapan sekolah, bahan bangunan dan dua generator listrik besar. Para aktivis mengatakan bahwa mereka ingin menegaskan bahwa blokade itu ilegal berdasarkan hukum internasional. Tentara Israel membunuh sepuluh aktivis Turki di atas kapal bantuan itu.

Koalisi Internasional Freedom Flotilla (FFC) adalah gerakan solidaritas antar-masyarakat tingkat bawah dengan anggota yang berasal dari seluruh dunia yang bekerja sama untuk mengakhiri blokade atas Gaza.

"Anak-anak Gaza berhak mendapatkan hak yang sama dengan anak-anak di setiap negara lain di dunia," kata Ann Wright dari US Boat to Gaza.

"Jumlah mereka mencapai lebih dari satu juta, atau lebih dari setengah populasi Gaza. Mereka kehilangan hak untuk masa depan yang adil akibat  blokade ilegal dan serangan militer yang sedang berlangsung di Gaza yang diduduki oleh Israel."

Koalisi menyatakan keprihatinan serius mengenai situasi kemanusiaan. Mereka menyerukan kepada orang-orang yang memiliki hati nurani dari seluruh dunia untuk mendukung misi mendukung hak-hak anak-anak Gaza.

Pada 2012, PBB meramalkan bahwa Gaza bisa menjadi wilayah "tidak layak huni" pada tahun 2020. Pada tahun 2017, PBB mengakui bahwa ambang batas "tidak dapat dihuni" telah dilewati. Meskipun demikian, "entah bagaimana, keluarga-keluarga di Gaza menemukan cara untuk 'melakukan pekerjaan'."

Zaher Birawi, kepala Komite Internasional untuk Memecah Pengepungan yang juga berpartisipasi dalam pertemuan Rotterdam, menekankan bahwa proyek koalisi tahun ini akan fokus pada dampak blokade terhadap anak-anak dan remaja di Gaza.

Pengepungan Israel di Jalur Gaza telah membuat wilayah kantong itu tidak dapat mengimpor bahan bangunan yang diperlukan atau barang-barang penting lainnya, menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan jumlah pengangguran. Warga Palestina di Gaza tidak dapat meninggalkan Jalur Gaza akibat pengepungan.

(T.RA/S: MEMO)

leave a reply