Alasan Israel gelar tiga pemilu dalam satu tahun terakhir

Warga Israel, hari ini (Senin, 02/03) kembali mendatangi bilik suara untuk menentukan siapa yang akan memimpin negara Yahudi tersebut. Ini merupakan pemilu edisi ketiga Israel dalam 11 bulan terakhir.

BY Edited Mon,02 Mar 2020,10:46 AM

Tel Aviv, SPNA - Pada akhir 2018 lalu, semua bukti menunjukkan bahwa Benjamin Netanyahu, pemimpin partai sayap kanan Likud di Israel, sedang berada di puncak pengaruhnya.

Saat itu Netanyahu merupakan tokoh politik paling menonjol yang diprediksi akan menjadi Perdana Menteri Israel dengan masa jabatan terlama.

Namun pemerintahannya akhirnya goyang karena tidak mendapatkan dukungan kuat dari Knesset/Parlemen Israel. Koalisi yang dibuatnya hanya unggul satu kursi, yang membuatnya sulit dalam mengambil kebijakan.

Dari situ Bibi (sapaan akrab Netanyahu) memutuskan untuk mengadakan pemilu dini, April 2019.

Sebab utama melemahnya koalisi Netanyahu adalah keluarnya Menteri pertahanan Israel Avigdor Lieberman dari pemerintahanan. Dibandingkan Netanyahu, Lieberman justru lebih ekstrem terhadap pejuang Palestina yang mereka sebut sebagai kelompok teroris.

Ia memilih mundur karena Netanyahu tidak dapat memenuhi ekspektasinya untuk menghancurkan Gaza.

Namun demikian, banyak yang melihat bahwa pergolakan politik tersebut hanya sandiwara Netanyahu yang ingin lari dari tuntutan hukum. Netanyahu ketika itu kabarnya akan digugat ke pengadilana dengan tuduhan penyuapan, penipuan dan penyalahgunaan jabatan.

Perdana Menteri Israel yang ke-9 tersebut berharap bahwa segera setelah terpilih, kasus tersebut tidak akan diajukan lagi ke pengadilan. Menuntut Perdana Menteri yang baru saja memulai pemerintahannya bukanlah kebijakan tepat bagi kepentingan umum negara.

Netanyahu tetap membantah keterlibatannya dengan kasus-kasus tersebut. Menurutnya kasus itu sengaja diangkat oleh lawan politik untuk menjegalnya dalam pemilu.

Tapi sayang, pemilu April 2019 memberikan hasil yang tidak diduga oleh Netanyahu. Suara yang ia peroleh tidak cukup untuk membentuk koalisi pemerintahan.

Netanyahu telah berjuang selama berminggu-minggu mencoba membentuk pemerintahan. Dia akhirnya menyerah  dan mengajak pelaksanaan pemilu ulang. Bahkan ia tidak memberikan kesempatan kepada pesaingnnya, mantan kepala Angkatan Bersenjata Benny Gantz untuk mencoba membentuk koalisi.

Pemilu jilid dua (September 2019)

Pada edisi kali ini, Netanyahu kembali gagal. Pemilihan berakhir imbang antara kubu Likud dan Koalisi Biru Putih, yang dipimpin Gantz.

Sebenarnya Ini memberi Lieberman kesempatan untuk menentukan pemenang. Namun Lieberman enggan memberikan dukungan untuk salah satu calon. Kedua kandidat sama-sama tidak berhasil meyakinkannya.

Setelah berbulan-bulan proses rekonsiliasi, Netanyahu dan Gantz tetap gagal mendapatkan dukungan yang cukup. Hasilnya adalah pemilihan baru hari ini, Senin (02/03). Menanggapi siklus politik yang tidak menentu tersebut  warga yang kelelahan disebut kesal dan kecewa.

Apa yang berbeda dari pemilu ketiga ini?

Terdapat sedikit perbedaan. Pasca pemilu kedua, kasus pidana Netanyahu resmi diajukan ke pengadilan. Proses hukumnya akan berlangsung pada 17 Maret mendatang.

Selain itu, pengumuman agenda perdamaian Amerika  Serikat Deal of The Century tentunya juga ikut mewarnai dukungan warga Israel. Pada dua pemilu sebelumnya, warga masih bertanya-tanya isi dari draft perdamaian tersebut.

Melalui agenda perdamaian yang diumumkan pada akhir Januari lalu, Israel medapatkan pengakuan AS atas pemukiman Israel di Tepi Barat. Seluruh wilayah Yerusalem juga akan menjadi milik Israel yang termasuk di dalamnya Masjid Al-Aqsa.

Palestina tentunya memberontak. Yerusalem merupakan cita-cita utama perjuangan Palestina untuk dijadikan sebagai ibu kota.

Dalam kampanyenya Netanyahu berulang kali berjanji untuk mengamankan permukiman  ilegal Yahudi, bahkan tidak menutup kemungkinan akan mencaplok seluruh wilayah Palestina Tepi Barat. Artinya bahwa kampanye Netanyahu searah dengan apa yang tertuang dalam Deal of The Century.

Dapatkah Benny Gantz memberi perlawanan atau bahkan memenangkan pemilu?

Hal ini sama sekali tidak tertutup kemungkinan. Pasalnya jejak pendapat terakhir masih menempatkan kedua calon pada posisi imbang. Meski kubu Netanyahu disebutkan berhasil sedikit menaikkan popularitas mereka dari sebelumnya.

Pemilu jilid ke empat dapat saja terjadi jika keduanya tidak berhasil mendapatkan hasil signifikan. Akan tetapi hal tersebut menurut amatan para politikus Israel akan berbahaya dan tidak seharusnya terjadi. Ketidakpastian politik akan berdampak buruk bagi keuangan negara.

Oleh karena itu warga Israel berharap Netanyahu-Gantz berbesar hati dan bersedia berkoalisi bersama demi keluar dari konflik politik yang telah berlangsung selama hampir satu tahun terakhir.

Dampak pemilu Israel untuk Palestina

Siapapun yang akan keluar sebagai  pemenang dan memimpin Israel nanti, hal itu tidak akan memberikan dampak berarti bagi Palestina. Meski pada pemilu pertama Presiden Mahmud Abbas pernah menyampaikan dukungannya untuk Gantz. Hal tersebut merujuk kepada hubungan buruk yang terjalin antara Abbas dan Netanyahu.

Sedangkan Hamas mengatakan bahwa kedua kandidat adalah satu koin dengan rupa yang berbeda. Juru bicara Hamas, Abdul Latif Al-Qanu’ ketika itu mengatakan, "Kita sedang berbicara tentang sebuah negara yang secara keseluruhananya adalah pembunuhan, pelaku kriminal dan penjajahan. Tangan seluruh pejabat Israel masih basah dengan darah warga Palestina.”

“Pemerintah manapun yang terbentuk pasca pemilu, mereka tetap pemerintahan kriminal. Kita harus melawannya secara bersama.” Tambah Al-Qanu’.

(T.HN/S: Arabic.Reuters)

leave a reply
Posting terakhir