Budaya “Tipu-Tipu” Mendarah Daging di Israel

Israel, yang selalu menyalahkan warga Palestina atas kekejaman yang dilakukannya, adalah sumber yang paling tidak dapat dipercaya dalam kasus pemboman rumah sakit di Gaza

BY 4adminEdited Thu,23 Nov 2023,05:18 AM
Budaya “Tipu-Tipu” Mendarah Daging di Israel

Oleh Chris Hedges

Chris Hedges: adalah seorang jurnalis, penulis, komentator, dan pendeta Presbiterian Amerika. Pada awal karirnya, Hedges bekerja sebagai wartawan lepas dalam perang Amerika Tengah untuk The Christian Science Monitor, NPR, dan Dallas Morning News. Hedges juga bekerja The New York Times dari tahun 1990 hingga 2005  dan pernah  menjabat sebagai Kepala Biro Timur Tengah & Kepala Biro Balkan. Pada tahun 2001, Hedges menerima Penghargaan Pulitzer tahun 2002 untuk atas liputan tentang terorisme global untuk New York Times.

Jaur Gaza, SPNA - Israel didirikan atas dasar kebohongan. Kebohongan bahwa sebagian besar tanah Palestina tidak berpenghuni. Kebohongan bahwa 750.000 warga Palestina meninggalkan rumah dan desa mereka selama pembersihan etnis yang dilakukan milisi Zionis pada tahun 1948 karena diperintahkan oleh para pemimpin Arab.

Kebohongan bahwa tentara Arab-lah yang memulai perang tahun 1948 yang menyebabkan Israel merebut 78% wilayah Palestina. Kebohongan bahwa Israel menghadapi ancaman pada tahun 1967 dan memaksa mereka untuk menyerang lalu menduduki 22% wilayah Palestina, dimana wilayah tersebut kini dimiliki Mesir dan Suriah.

Israel ditopang dengan kebohongan. Kebohongan bahwa Israel menginginkan perdamaian yang adil dan merata serta mendukung negara Palestina. Kebohongan bahwa Israel adalah satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah. Kebohongan bahwa Israel satu-satunya “pos terdepan peradaban Barat di tengah lautan barbarisme Arab.” Kebohongan bahwa Israel menghormati supremasi hukum dan hak asasi manusia.

Kekejaman Israel terhadap Palestina selalu disambut dengan kebohongan. Saya mendengarnya, merekamnya, menerbitkannya dalam kolom untuk The New York Times ketika saya menjabat sebagai Kepala Biro Timur Tengah di surat kabar tersebut.

Saya meliput berita perang selama dua dekade, termasuk tujuh tahun di Timur Tengah. Saya belajar banyak tentang ukuran dan tingkat mematikan alat peledak. Tidak ada senjata Hamas atau Jihad Islam Palestina (PIJ) yang dapat menyebabkan ledakan besar seperti rudal yang menghantam rumah sakit Kristen Al-Ahli Arabi dan menewaskan lebih dari 500 warga sipil. Jika Hamas atau Jihad Islam Palestina memiliki rudal semacam ini, gedung-gedung besar di Israel akan hancur dan ratusan orang tewas. Mereka tidak pernah melakukannya!

Siulan keras yang terdengar dalam video beberapa saat sebelum ledakan, berasal dari kecepatan tinggi sebuah rudal. Tidak ada roket Palestina yang mengeluarkan suara seperti ini. Roket yang menghacurkan rumah sakit itu memiliki kecepatan tinggi, sementara roket-roket Palestina bergerak lambat. Terlihat jelas saat roket Palestina melengkung di langit dan kemudian jatuh bebas menuju sasarannya.

Roket Palestina tidak menyerang secara presisi atau bergerak mendekati kecepatan supersonik dan tidak mampu membunuh ratusan orang.

Militer Israel (IDF) sudah menjatuhkan roket tanpa hulu ledak ke rumah sakit pada hari-hari menjelang serangan 17 Oktober. Israel memberikan peringatan evakuasi bangunan, termasuk rumah sakit Al-Ahli. Pejabat rumah sakit mengaku telah menerima telepon dari Israel yang mengatakan: “Kami sudah memperingatkan Anda untuk evakuasi dua kali.” Israel memerintahkan agar semua rumah sakit di Gaza utara dikosongkan.

Beberapa saat setelah serangan terhadap rumah sakit Al-Ahli Arabi, Hananya Naftali, asisten digital Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menulis di X (Twitter): “Angkatan Udara Israel menyerang pangkalan teroris Hamas di dalam sebuah rumah sakit di Gaza.” Postingan itu lalu dengan cepat dihapus.

Sejak operasi Topan Al-Aqsa yang dilancarkan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang dilaporkan menyebabkan sekitar 1.300 warga Israel tewas, banyak dari mereka adalah warga sipil, dan menyebabkan sekitar 200 orang diculik sebagai sandera dan dibawa ke Gaza, Israel telah melakukan 51 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Gaza, membunuh 15 petugas kesehatan dan melukai 27 orang, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kebohongan “kurang ajar” Israel mengejutkan kami yang melaporkan dari Gaza. Tak peduli jika kami melihat serangan Israel dengan mata telanjang, termasuk penembakan terhadap warga Palestina yang tidak bersenjata. Tak peduli berapa banyak saksi yang kami wawancarai. Tak peduli bukti fotografis dan forensik yang kami peroleh. Israel tetap rajin berbohong. Kebohongan kecil, kebohongan besar bahkan kebohongan massal.

Kebohongan ini muncul secara refleks dan seketika dari militer, politisi Israel, dan media Israel. Hal ini diperkuat oleh mesin propaganda yang sudah diminyaki dengan baik dan senantiasa diulang-ulang oleh media internasional.

Israel terlibat dalam kebohongan-kebohongan mencengangkan yang menjadi ciri rezim tirani. Israel tidak merusak kebenaran, namun memutarbalikkannya, memberikan gambaran yang sangat bertentangan dengan kenyataan.

Kami yang meliput wilayah pendudukan Palestina, telah membaca narasi “Alice in Wonderland” Israel, dan harus kami masukkan ke dalam cerita kami berdasarkan aturan wajib jurnalisme Amerika – meskipun kami tahu bahwa narasi itu tidak benar.

Anak-anak yang dibunuh oleh Israel disebut sebagai anak-anak yang terjebak dalam baku tembak. Pengeboman di kawasan pemukiman padat penduduk, yang menyebabkan puluhan orang tewas dan terluka, disebut operasi terhadap pabrik pembuat bom. Penghancuran rumah-rumah warga Palestina disebut penghancuran rumah-rumah teroris.

Kebohongan Besar memicu dua reaksi yang ingin ditimbulkan oleh Israel; Rasisme di kalangan pendukung mereka dan teror di kalangan korban. Kebohongan Besar menumbuhkan mitos benturan peradaban, perang antara demokrasi, kesusilaan dan kehormatan di satu sisi melawan terorisme Islam, barbarisme, dan abad pertengahan di sisi lain.

George Orwell dalam novelnya “Nineteen Eighty-Four” menyebut Kebohongan Besar sebagai aktivitas “berfikir ganda”, menggunakan “logika melawan logika”. Menyangkal moralitas sambil mengklaimnya di saat yang sama.

Kebohongan Besar menghapuskan nuansa, ambiguitas, dan kontradiksi yang dapat mengganggu hati nurani, yang dirancang untuk menciptakan disonansi kognitif. Langkah Ini tidak mengizinkan zona abu-abu. Dunia ini hitam dan putih, baik dan jahat, benar dan tidak benar.

Kebohongan Besar memungkinkan orang-orang beriman untuk merasa nyaman dalam superioritas moral mereka sendiri bahkan ketika mereka mencabut semua moralitas.

Pendukung Israel haus akan kebohongan ini. Mereka tidak ingin mengetahui kebenaran di lapangan. Kebenaran akan memaksa mereka untuk mengecek ulang sifat rasisme mereka, khayalan diri sendiri dan keterlibatan mereka dalam penindasan, pembunuhan dan genosida.

Yang paling penting, Kebohongan Besar mengirimkan pesan buruk kepada rakyat Palestina. Kebohongan Besar menyatakan bahwa Israel akan melancarkan teror massal dan genosida dan tidak pernah bertanggung jawab atas kejahatannya.

Kebohongan Besar menghapus kebenaran. Hal ini melenyapkan martabat pemikiran dan tindakan manusia dan menghapuskan fakta, menghapuskan sejarah, menghilangkan pemahaman, menghilangkan harapan, serta mereduksi semua komunikasi lalu berubah menjadi bahasa kekerasan.

Ketika penindas berbicara kepada mereka yang tertindas secara eksklusif melalui kekerasan tanpa pandang bulu, maka kaum tertindas menjawabnya melalui kekerasan tanpa pandang bulu.

Kartunis Joe Sacco dan saya menyaksikan sendiri tentara Israel mengejek dan menembak anak-anak kecil di kamp pengungsi Khan Younis di Gaza. Kami mewawancarai anak-anak tersebut dan orang tua mereka setelah kejadian itu di rumah sakit. Dalam beberapa kasus kami menghadiri pemakaman mereka. Kami mengantongi nama mereka. Kami mengetahui tanggal dan lokasi penembakan.

Lagi-lagi, tanggapan Israel adalah dengan mengatakan bahwa kami tidak berada di Gaza. Kami telah mengada-ada.

Perdana Menteri Israel, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan serta Juru Bicara Militer Israel (IDF) segera menyalahkan pembunuhan jurnalis Aljazeera, Shireen Abu Akleh pada tahun 2022, dilakukan oleh orang-orang bersenjata Palestina. Israel menyebarkan rekaman seorang pejuang Palestina yang mereka katakan menembak dan membunuh jurnalis tersebut, yang mengenakan jaket antipeluru dan helm bertanda “PRESS.”

Benny Gantz, yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan, menyatakan bahwa tidak ada tembakan IDF yang menargetkan Shireen, bahwa tentara Israel telah melihat rekaman penembakan dilakukan oleh teroris Palestina.

Kebohongan ini disebarkan hingga rekaman video itu diperiksa oleh B’Tselem, Lembaga Pusat Hak Asasi Manusia Israel di Wilayah Pendudukan. Mereka mengidentifikasi lokasi pria bersenjata Palestina yang digambarkan dalam video tersebut. Menurut temuan B’Tselem, video itu diambil di lokasi yang berbeda dari tempat Shireen dibunuh.

Ketika Israel ketahuan berbohong, mereka lalu berjanji akan melakukan penyelidikan. Namun penyelidikan ini palsu. Ratusan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara dan pemukim Yahudi di Palestina jarang diselidiki oleh IDF. Pelaku hampir tidak pernah diadili atau dimintai pertanggung jawaban. Lalu Saat Politisi AS mengecam pembunuhan Shireen, Israel dengan patuh mengulangi mantra lama; “Akan menyerukan penyelidikan menyeluruh” untuk mengungkapkan pelaku.

Beberapa bulan kemudian, Israel mengakui bahwa ada “kemungkinan besar” seorang tentara Israel membunuh Shireen secara tidak sengaja, namun pada saat itu ledakan protes jalanan dan kemarahan atas pembunuhan Shireen Abu Akle telah berakhir dan pembunuhan tersebut telah dilupakan.

Seiring dengan berjalannya waktu, saat bukti konklusif mengenai pengeboman rumah sakit Al-Ahli Arabi terungkap, hal itu pun akan tinggal kenangan.

Ada rekaman dramatis yang diambil pada bulan September 2000 di persimpangan Netzarim di Jalur Gaza,  saya melihat seorang anak laki-laki berusia sembilan belas tahun ditembak dan dibunuh oleh sniper Israel bernama Muhammad Al-Durrah dan ayahnya.

Pembunuhan ayah dan anak itu menjadi bahan propaganda. Para pejabat Israel menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk berbohong tentang pembunuhan tersebut, pertama-tama menyalahkan pihak Palestina atas penembakan tersebut, kemudian menyatakan bahwa video itu palsu, lalu akhirnya bersikeras bahwa anak itu masih hidup.

Ketika seorang tentara Israel, pada tahun 2003, membunuh Rachel Corrie, mahasiswi dan aktivis Amerika Serikat berusia 23 tahun, dengan melindasnya sampai mati menggunakan buldoser, ketika dia mencoba mencegah penggusuran paksa terhadap rumah seorang dokter Palestina, tentara Israel mengatakan hal itu menjadi tanggung jawab Corrie sendiri.

Militer Israel telah membunuh “setidaknya” 20 jurnalis sejak tahun 2001, tanpa pertanggungjawaban, menurut laporan tahun Komite Perlindungan Jurnalis yang berbasis di New York tahun 2023.

 “Segera setelah seorang jurnalis dibunuh oleh pasukan keamanan, para pejabat Israel sering kali melontarkan narasi tandingan terhadap pemberitaan media,” CPJ menyimpulkan.

Hal ini termasuk menyalahkan kematian tersebut karena “penembakan sembarangan” yang dilakukan oleh warga Palestina atau upaya untuk mendiskreditkan mereka yang terbunuh sebagai “teroris.”

Israel juga aktif menghalangi kinerja organisasi hak asasi manusia independen dalam menyelidiki kekejaman dan kejahatan perang yang dilakukannya di Gaza dan Tepi Barat. Mereka menolak bekerja sama dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dalam menangani kemungkinan kejahatan perang di Wilayah Pendudukan Palestina.

Israel tidak mau bekerja sama dengan Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan melarang Pelapor Khusus PBB mengenai situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki sejak tahun 1967, untuk memasuki wilayah tersebut.

Israel pernah mencabut izin kerja Omar Shakir, Direktur Human Rights Watch (HWR) pada tahun 2018 dan mendeportasinya. Pada bulan Mei 2018, Kementerian Urusan Strategis dan Diplomasi Publik Israel menerbitkan sebuah laporan yang menyerukan Uni Eropa dan negara-negara Eropa untuk menghentikan dukungan keuangan langsung dan tidak langsung serta pendanaan kepada organisasi hak asasi manusia Palestina dan internasional yang memiliki hubungan dengan teror dan mendorong boikot terhadap Israel.

Setelah pemboman rumah sakit Al-Arabi Oktober lalu, Israel menjadi orang pertama merilis video yang dimaksudkan untuk menunjukkan roket Jihad Islam Palestina yang menghantam rumah sakit tersebut. Pihak Israel segera menghapus video itu ketika para jurnalis melihat stempel waktu menunjukkan bahwa gambar tersebut diambil 40 menit setelah serangan terhadap rumah sakit.

Para propagandis Israel – yang menyadari bahwa roket Palestina mempunyai daya ledak yang kecil – kemudian mengklaim bahwa Hamas menyimpan amunisi di bawah rumah sakit. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan besar, kata mereka.  

Jika tuduhan ini benar, berarti akan terjadi ledakan susulan. Namun tidak ada satupun. Dan kini Israel merilis apa yang mereka katakan sebagai “rekaman dua militan Hamas” yang mendiskusikan serangan rudal terhadap rumah sakit. Para militan bertanya satu sama lain, dalam percakapan yang menyalahkan diri mereka sendiri, namun rekaman itu terlalu konyol untuk dipercaya jika Hamas atau PIJ yang melakukan serangan tersebut.

Tolong.. Bagaimana mungkin Israel yang benar-benar tidak tahu apa-apa tentang serangan ribuan militan bersenjata Palestina dari Gaza ke Israel pada 7 Oktober lalu mampu menyadap percakapan dua orang yang diduga militan Hamas?

Israel memiliki unit ‘’mistaravim”, agen rahasia Yahudi Israel yang dilatih untuk menyamar sebagai warga Palestina dan diam-diam beroperasi di antara warga Palestina,” tulis reporter Jonathan Cook. Israel bahkan memproduksi serial TV yang sangat populer tentang unit Mistaravim yang beroperasi di Gaza berjudul “Fauda”.

Anda harus sangat percaya jika berpikir bahwa Israel tidak bisa, dan tidak akan, melakukan propaganda seperti ini untuk membodohi kita, sama seperti Israel yang sering membodohi warga Palestina di Gaza.”

Israel sejak lama menargetkan fasilitas medis, ambulans, dan petugas medis, seperti yang dikemukakan oleh pakar Timur Tengah, Dr. Norman Finkelstein. Mereka mengebom rumah sakit anak-anak Palestina selama perang tahun 1982 di Lebanon, menewaskan 60 orang. Mereka juga melakukan serangan rudal terhadap ambulans Lebanon yang ditandai dengan jelas selama perang tahun 2006 antara Israel dan Lebanon. Israel juga merusak atau menghancurkan 29 ambulans atau hampir separuh dari total fasilitas kesehatan di Gaza, termasuk 15 rumah sakit, selama serangan di Gaza tahun 2008-2009 yang dikenal sebagai Operasi Cast Lead.

Mereka secara rutin melarang warga Palestina yang terluka untuk dijemput dengan ambulans dalam agresi tersebut, yang seringkali menyebabkan mereka meninggal. Sementara dalam agresi Protective Edge selama 51 hari di Gaza pada tahun 2014, Israel menghancurkan atau merusak 17 rumah sakit, 56 pusat kesehatan serta merusak atau menghancurkan 45 ambulans.

Amnesty International, yang menyelidiki serangan Israel terhadap tiga rumah sakit tersebut pada tahun 2014, menolak “bukti” yang diberikan oleh Israel karena terbukti palsu. Gambar yang ditampilkan oleh militer Israel tidak cocok dengan gambar satelit dari rumah sakit al-Wafa dan tampaknya menggambarkan lokasi yang berbeda, tulis laporan tersebut.

Jika anda berani mengekspos kebohongan Israel, anda akan dituding oleh Israel dan para pendukungnya dengan julukan anti-Semit dan pembela teroris. Anda diusir dari media arus utama. Anda tidak diberikan forum untuk berbicara tentang masalah ini, hal ini sudah terjadi pada saya, Anda tidak akan diundang ke acara-acara universitas.

Ini adalah permainan lama, yang sudah sering saya mainkan sebagai reporter. Saya menanggung luka akibat kebohongan yang disebarkan oleh Israel dan lobi-lobinya. Sementara itu, Israel terus melakukan pembantaian, didukung dan bahkan dipuji oleh para pemimpin politik Barat, termasuk Joe Biden, yang mengaminkan derasnya kebohongan dari Israel seperti paduan suara Wagner.

(T.RS)

leave a reply
Posting terakhir

Rabi Israel: Budaya gay banjiri Israel

Tepi Barat, SPNA - Selasa (06/03/2018), seorang rabi religius nasional terkemuka Israel memicu sebuah protes saat mengatakan bahwa negara tersebut telah menjadi ....