Abdulrahman Abu Rawaa, penyandang disabilitas: "Hidup adalah tentang berusaha”

Gaza, SPNA - Beberapa orang menertawakannya, yang lain mengatakan kepadanya bahwa dia tidak akan berhasil. Tetapi dengan .....

BY 4adminEdited Wed,12 Dec 2018,09:56 AM

Gaza, SPNA - Beberapa orang menertawakannya, yang lain mengatakan kepadanya bahwa dia tidak akan berhasil. Tetapi dengan tekad yang kuat, Abdulrahman Abu Rawaa membuktikan "mereka salah."

Hanya dengan satu lengan dan satu kaki, ia dapat dengan mudah mengendarai sepedanya di sepanjang jalan-jalan berpasir di Gaza.

Dia melepas pedal dan rantai untuk menyesuaikan sepeda dengan kondisi tubuhnya, yang memungkinkannya mudah menyeimbangkan sepeda dan mendorong tubuhnya ke depan.

Ini adalah cara termudah baginya untuk berkeliling lingkungan di "Desa Bedouin" di Jalur Gaza utara.

"Belajar bagaimana mengendarai sepeda adalah pencapaian terbesar saya. Mungkin tidak kelihatan seperti itu, tetapi sebenarnya begitu," kata Abu Rawaa.

"Semua orang mengatakan kepada saya itu berbahaya; beberapa orang mengkritik saya (karena mencoba) dan bahkan mengolok-olok saya pada awalnya. Tapi saya menantang semua itu. Saya telah membuktikan pada diri saya sendiri dan kepada orang lain bahwa kecacatan saya tidak bisa melumpuhkan saya."

Bagi pria yang berusia 23 tahun itu, hidup selalu tentang berusaha.

Setelah lahir tanpa lengan dan kemudian kehilangan kakinya setelah menjalani dua kali operasi, dia tidak membiarkan cacat fisiknya mencegahnya mencoba menjalani hidup dengan sempurna.

Bagi dua juta warga Palestina di Gaza, di bawah pengepungan Israel-Mesir, hidup sudah cukup sulit. Namun, ini menjadi bertamabah sulit bagi mereka yang memiliki cacat fisik.

Tidaklah mudah bagi mereka untuk berpindah dari satu lingkungan ke lingkungan lain, yang sangat sederhana dilakukan oleh mereka yang normal. Sebagian besar bangunan tidak dapat mereka akses. Tidak ada rambu-rambu braille untuk tunanetra. Di tengah kondisi ekonimi yang sulit, hanya sedikit atau bahkan tidak ada sumber daya untuk membantu mereka.

Anggota tubuh buatan yang dibuat di Gaza biasanya berkualitas buruk karena blokade telah mempengaruhi impor anggota tubuh buatan dan bahan baku yang digunakan untuk membuatnya.

Rawaa telah mencoba mengenakan kaki palsu, tapi sangat tidak nyaman baginya. Ia harus mengeluarkan biaya hingga $ 2.000 - harga yang terlalu tinggi untuk rata-rata keluarga di Gaza.

Mustahil bagi Rawaa untuk berjalan dengannya, karena ia menarik dan menggores kulitnya.

Saat duduk di kelas satu sekolah dasar, dia telah mencoba menggunakan kursi roda, namun juga sia-sia. Sebab ia akan jatuh ke tanah dan harus mendorong dadanya ke kursi roda agar bisa maju bergerak.

"Tapi di kelas empat, saya pernah melihat saudara saya Tareq mengendarai sepedanya dan saya memintanya untuk membiarkan saya mencobanya. Ini adalah usaha yang bagus, meskipun saya jatuh. Ayah saya terkesan saat saya dapat menyeimbangkan diri di sepeda," kenangnya.

"Ayah lalu membeli sepeda untuk saya. Selangkah demi selangkah, saya melakukannya dengan baik. Dan di kelas enam, saya benar-benar bergantung pada sepeda itu untuk pergi ke sekolah, meskipun sekolah saya berjarak sekitar dua kilometer dari rumah."

Dia menjelaskan bahwa stigmatisasi dan kurangnya pengetahuan tentang disabilitas masih terjadi di Gaza.

Beberapa orang bertanya kepadanya bagaimana dia bisa memasak atau memperbaiki sepedanya sendiri. Bagi Rawaa, ini pertanyaan aneh karena dia sepenuhnya mandiri.

"Ketika sepedaku rusak, akulah yang memperbaikinya," kata Rawaa. "Beberapa orang berkata 'Kamu tidak bisa!' Segera, kepada mereka saya katakan, mengapa tidak Anda berusaha? Ini bisa berhasil dan jika tidak bisa, setidaknya Anda telah berusaha. Jika Anda bersedia berusaha, Anda akan berhasil dalam satu atau lain cara. Setiap orang harus memiliki kemauan untuk berusaha. Hidup adalah tentang berusaha."

Meski ketidakpahaman tentang penyandang cacat terus ada, Rawaa percaya hal itu terus menurun seiring serangan militer Israel di Gaza dan serangan Israel dalam aksi Great March of Return, yang telah menyebabkan puluhan demonstran menjadi cacat.

Menurut kementerian kesehatan Gaza, setidaknya 5.300 warga Palestina telah terluka oleh peluru Israel sejak dimulainya demonstrasi pada 30 Maret. Dari jumlah tersebut, 68 di antaranya harus merelakan kaki mereka diamputasi.

Sudah menjadi pemandangan umum hari ini di jalan-jalan Gaza menyaksikan orang-orang Palestina yang kehilangan anggota tubuh mereka.

(T.RA/S: Days of Palestine)

leave a reply
Posting terakhir