AS tolak visa mahasiswa Harvard asal Palestina

Pejabat imigrasi membatalkan visa pelajar Ismail Ajjawi dan mendeportasinya setelah delapan jam menahannya di bandara Boston.

BY 4adminEdited Wed,28 Aug 2019,01:36 PM

Boston

Boston, SPNA – Seorang mahasiswa Palestina berusia 17 tahun ditolak memasuki Amerika Serikat (AS) pada Jumat (23/08/2019). Ismail B. Ajjawi -yang hendak melanjutkan pendidikannya di universitas paling elit di Amerika, Haevard- adalah satu dari beberapa orang yang mengalami penolakan serupa. 

Para pejabat imigrasi memeriksa ponsel dan komputer Ismail serta postingan media sosialnya. Ia kemudian ditahan selama delapan jam di Bandara Internasional Logan di Boston, seperti dilansir surat kabar mahasiswa The Harvard Crimson, Senin (26/08/2019).

Apa yang dialami Ismail ini sejalan dengan undang-undang "larangan Muslim" yang diimplementasikan tidak lama setelah Presiden AS Donald Trump berkuasa pada 2017.

Juru bicara universitas Jonathan Swain mengatakan bahwa pejabat kampus sedang bekerja untuk menyelesaikan masalah ini sebelum tahun ajaran baru dimulai pada 3 September mendatang.

"Universitas bekerja erat dengan keluarga mahasiswa dan otoritas yang sesuai untuk menyelesaikan masalah ini agar ia (Ismail) bisa bergabung dengan teman-teman sekelasnya dalam beberapa hari mendatang," katanya.

Ismail menulis dalam sebuah pernyataan bahwa untuk mendapatkan bantuan hukum, ia menghubungi AMIDEAST, sebuah kelompok nirlaba yang memberikan beasiswa “Hope Fund” kepada siswa Palestina untuk belajar di AS.

"Ada alasan mengapa kami menamakan ini Hope Fund," kata kelompok itu tentang beasiswa. "Pejabat Harvard menyadari keadaannya seperti halnya kedutaan AS di Beirut. Pengacara Imigrasi kami, Mr. Albert Mokhiber akan melakukan apa yang ia bisa."

Selama berada dalam penahanan, Ismail mengatakan bahwa petugas Patroli Bea Cukai dan Perbatasan secara khusus menanyainya tentang agama dan praktik keagamaannya sebelum ia dideportasi.

“Setiap kali saya meminta ponsel saya untuk menunjukkan kondisinyanya, petugas itu menolak dan menyuruh saya duduk kembali di posisi (saya) dan tidak bergerak sama sekali,” tulisnya.

“Setelah sekitar lima jam, petugas CBP memanggil saya ke sebuah ruangan. Ia mulai berteriak kepada saya. Ia mengatakan bahwa dirinya menemukan orang yang memposting pandangan politik yang menentang AS dalam daftar teman saya,” tutur Ismail.

Kepada petugas Ismail menjelaskan bahwa ia apolitis dan tidak harus bertanggung jawab atas postingan teman-temannya.

"Saya tidak punya satu posting pun di timeline yang membahas politik," jelasnya.

Tetapi pada akhirnya, pembelaan Ismail itu tidak didengar dan petugas itu pun membatalkan visa pelajarnya.

Juru bicara CBP, Michael S. McCarthy, mengatakan bahwa remaja itu dianggap "tidak dapat diterima."

Mahasiswa Muslim telah menghadapi rintangan serupa sejak 2017 dalam bentuk penundaan dan penolakan untuk memasuki AS.

Pada 27 Januari 2017, hanya satu minggu setelah pelantikannya, Trump mengeluarkan perintah eksekutif, "Melindungi Bangsa dari Masuknya Teroris Asing ke Amerika Serikat." Perintah yang dilabeli sebagai "larangan terhadap Muslim" ini mendapat kecaman dari sejumlah besar orang di Amerika dan seluruh dunia.

(T.RA/S: Anadolu Agency)

leave a reply
Posting terakhir

Universitas Harvard: Al-Quran Adalah Kitab Keadilan Terbaik

Universitas Harvard Amerika Serikat menyatakan bahwa Al-Quran adalah salah satu kitab terbaik yang berbicara soal keadilan. Hal ini disampaikan setelah dilakukan riset panjang intensif terkait undang-undang keadilan didalam Al-Quran, seperti dilansir The World Muslim Communities Council melalui Twitter.