Laporan: Israel Ubah Tempat Pengungsian di Sekolah PBB Jadi Pusat Eksekusi Kejahatan

Setelah menjadikan sekolah sebagai barak militer, Israel melanjutkan kejahatan keempat terhadap sekolah tempat-tempat penampungan pengungsi yaitu menghancurkan gedung sekolah tersebut. Israel dengan sengaja menanam bahan peledak dan menghancurkan total gedung tersebut, seperti ketika Israel menghancurkan sebuah sekolah pada tanggal 12 Desember di dekat Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia, utara Jalur Gaza.

BY 4adminEdited Mon,25 Dec 2023,05:05 AM

Jenewa, SPNA - Tentara Israel terus melakukan kejahatan dan berbagai pelanggaran di sekolah-sekolah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menjadi tempat penampungan pengungsi Palestina. Lembaga pemantau hak asasi manusia internasional, Euro-Med monitor, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Minggu (24/12/2023), menyebut bahwa militer Israel melakukan pelanggaran berat termasuk pembunuhan di luar proses hukum, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan intimidasi terhadap penduduk sipil di sekolah-sekolah PBB yang menjadi tempat penampungan pengungsi Palestina

Euro-Med Monitor mencatat serangan Israel di Sekolah Al-Rafi'i di kamp pengungsi Jabalia, Jalur Gaza, yang menampung ribuan pengungsi. Mereka menculik anak laki-laki berusia 15 tahun. Tentara Israel memaksa para pengungi di Sekolah Al-Rafi'I untuk bertelanjang bulat yang hanya menyisakan pakaian dalam. Dalam keadaan tetap seperti itu, mereka dibawa ke lokasi yang tidak diketahui sambil secara paksa menggusur para perempuan di tengah baku tembak.

Euro-Med Monitor menyoroti upaya pasukan Israel yang terus menargetkan pusat-pusat penampungan pengungsi, yang sebagian besar didirikan di sekolah-sekolah yang dikelola oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan berlogo PBB. Pusat-pusat penampungan ini telah menjadi sasaran sejak awal perang genosida Israel di Jalur Gaza, yang dimulai pada tanggal 7 Oktober.

Euro-Med Monitor mencatat bahwa serangan militer Israel dilakukan dalam berbagai bentuk. Awalnya, pusat-pusat penampungan pengungsi berulang kali menjadi sasaran pemboman udara, yang mengakibatkan ratusan penduduk sipil meninggal dunia dan ratusan lainnya cedera. Hal ini terjadi beberapa kali di Sekolah Al-Fakhoura dan puluhan sekolah lainnya di kota Gaza dan utara Jalur Gaza, serta di Khan Yunis di bagian selatan Jalur Gaza dan Al-Bureij di wilayah tengah.

Informasi awal yang dikumpulkan oleh Tim Euro-Med menunjukkan bahwa serangan-serangan ini tidak dapat dibenarkan dan secara sengaja menargetkan penduduk sipil tak berdosa yang mencari tempat perlindungan di pusat-pusat penampungan setelah menerima perintah Israel untuk mengevakuasi rumah dan daerah pemukiman mereka.

Euro-Med Monitor melaporkan bahwa tahap kedua serangan sekolah dan tempat penampungan terjadi bersamaan dengan invasi darat Israel ke Jalur Gaza. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa puluhan saksi mata mengungkapkan serbuan tentara Israel terhadap sekolah-sekolah PBB tersebut setelah menghancurkan tembok dan gerbang sekolah dengan tank.

Kelompok hak asasi manusia juga mencatat bahwa pasukan Israel melakukan eksekusi lapangan di beberapa sekolah tersebut, seperti sekolah “Shadia Abu Ghazala” di Jabalia, di mana sembilan mayat ditemukan, termasuk perempuan dan anak-anak, setelah pasukan Israel mundur dari daerah tersebut pada tanggal 13 Desember.

Dalam sebuah kesaksian tentang kondisi yang terjadi, seorang laki-laki lanjut usia bernama Youssef Khalil mengatakan kepada Euro-Med Monitor bahwa setelah pasukan Israel menyerbu sekolah Shadia Abu Ghazala, dua tentara melepaskan tembakan langsung ke arah anggota keluarganya pada saat mereka berada di salah satu ruang kelas.

Youssef Khalil menekankan bahwa setelah anggota keluarganya terbunuh, tentara Israel menangkapnya bersama penduduk sipil Palestina lainnya dan menahan mereka selama beberapa hari, di mana ia menjadi sasaran pemukulan dan penyiksaan sebelum akhirnya dibebaskan.

Setelah pasukan Israel mundur dari sekitar sekolah tempat mereka ditempatkan selama seminggu, Youssef Khalil kembali ke gedung tersebut hanya untuk menemukan mayat anggota keluarganya dalam kondisi yang telah membusuk. Khalil menyebut di antara para korban pembunuhan Israel tersebut juga terdapat seorang perempuan, suaminya, dan beberapa anak mereka.

Video yang direkam di sekolah antara 13 dan 15 Desember yang diperoleh Euro-Med Monitor menunjukkan ruang kelas yang rusak, sedikitnya dua jenazah tergeletak di tanah, dan sejumlah jenazah lainnya, termasuk jenazah seorang wanita, serta kasur yang basah dengan darah, lubang peluru, dan noda darah di tanah.

Selain pembunuhan di sekolah-sekolah penampungan pengungsi, Euro-Med Monitor menyebutkan bahwa pasukan Israel juga menahan sejumlah anak laki-laki berusia sekitar 14 tahun, memaksa mereka membuka baju dan memindahkan mereka ke tempat lain di mana terjadi penyiksaan dan pelecehan yang tidak manusiawi. Sementara itu, perempuan menjadi sasaran penyelidikan dan interogasi, di antaranya ada yang ditahan dan ada yang dibebaskan.

Sejumlah saksi mata melaporkan kepada Euro-Med Monitor bahwa pasukan Israel juga menjarah barang-barang pribadi dan uang para pengungsi, serta menyita perhiasan emas perampuan dalam beberapa kasus.

Euro-Med Monitor menyebutkan bahwa pelanggaran tahap ketiga terhadap sekolah dan pusat penampungan adalah militer Israel dengan sengaja mengubah sekolah dan pusat penampungan pengungsi menjadi barak militer. Barak militer ini digunakan sebagai markas sementara tentara Israel dan sebagai pusat penyelidikan dan penyiksaan penduduk sipil Palestina.

Setelah menjadikan sekolah sebagai barak militer, Israel melanjutkan kejahatan keempat terhadap sekolah tempat-tempat penampungan pengungsi yaitu menghancurkan gedung sekolah tersebut. Israel dengan sengaja menanam bahan peledak dan menghancurkan total gedung tersebut, seperti ketika Israel menghancurkan sebuah sekolah pada tanggal 12 Desember di dekat Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahia, utara Jalur Gaza.

Euro-Med Monitor menekankan bahwa, karena sekolah-sekolah ini berada di bawah pengawasan PBB dan banyak di antaranya dibangun dengan dana Eropa dari pembayar pajak di negara-negara Uni Eropa.  Euro-Med Monitor menyebut bahwa sekolah-sekolah tersebut seharusnya mendapat perlindungan khusus selama puncak serangan militer. Namun kenyataannya, pasukan Israel terus menargetkan sekolah-sekolah dan merayakan kehancurannya yang terlihat di banyak video, termasuk yang diposting oleh tentara Israel sendiri.

Euro-Med Monitor yang bermarkas di Jenewa ini menekankan bahwa penargetan pusat-pusat penampungan dan tindakan pembunuhan, perusakan, dan penyiksaan yang disengaja adalah akibat kebijakan impunitas yang dinikmati Israel, akibat sikap diam dunia internasional yang mendorong Israel untuk melakukan perang dan terus melakukan kejahatan kemanusiaan.

Pemboman, pembunuhan, penyiksaan, penghancuran bangunan dan fasilitas secara sistematis yang sedang berlangsung tidak memiliki alasan dan tidak bisa dibenarkan. Euro-Med Monitor menyebut bahwa kejahatan yang dilakukan Israel ini merupakan bagian dari tindakan balas dendam yang disengaja dan penduduk sipil yang seharusnya dilindungi berdasarkan hukum kemanusiaan internasional harus membayar biayanya.

Euro-Med Monitor menyerukan penyelidikan internasional yang mendesak terhadap kejahatan mengerikan yang dilakukan oleh tentara Israel dalam serangan ke Jalur Gaza, termasuk eksekusi di luar hukum, penangkapan sewenang-wenang, dan penyiksaan yang meluas terhadap laki-laki dan perempuan, serta penghancuran sekolah-sekolah PBB.

Pernyataan Euro-Med Monitor tersebut menegaskan bahwa, menurut hukum humaniter internasional, Israel berkewajiban untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang mungkin dilakukan untuk menghindari kerugian bagi penduduk sipil, dan untuk memastikan bahwa penduduk sipil diberikan perlindungan dan keselamatan.

Euro-Med Monitor menegaskan bahwa penduduk sipil yang memilih untuk tetap berada di daerah evakuasi tidak akan kehilangan perlindungan dan dilarang untuk menargetkan mereka dengan dalih apa pun.

Euro-Med Monitor menekankan bahwa gencatan senjata harus segera dicapai oleh semua pihak demi menyelamatkan penduduk sipil yang sejauh ini selamat dari genosida yang menargetkan 2,3 juta orang di Jalur Gaza. Euro-Med Monitor menyimpulkan penyelidikan internasional harus segera dilakukan untuk mencapai akuntabilitas dan keadilan.

Sementara itu, Israel hingga saat ini masih terus membombardir dan melancarkan serangan darat di Jalur Gaza. Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza, pada Sabtu (23/12), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 20.258 orang dan 53,688 lainnya mengalami luka-luka. Lebih lebih 8.000 korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan sebanyak lebih 6.200 adalah perempuan.

(T.FJ/S: Euro-Med Monitor)

leave a reply
Posting terakhir