Dalam Belenggu Penjajah Israel, Beginilah Penduduk Palestina di Yerusalem Menyambut Ramadhan!

Adapun pelanggaran yang paling menonjol dan berbahaya tercatat di kawasan Bab Al-Asbat atau Gerbang Singa. Militer Israel sejak pagi hari mulai memasang kawat berduri di tembok bersejarah Yerusalem yang berdekatan dengan Gerbang Singa yang dilalui jamaah muslim.

BY 4adminEdited Wed,13 Mar 2024,06:24 PM
Militer Israel di dalam kompleks suci Masjid Al-Aqsha

Yerusalem, SPNA - Penduduk Palestina di Yerusalem tidak menunggu hari pertama Ramadhan untuk mengetahui tindakan otoritas pendudukan Israel untuk menghalangi aktivitas keagamaan mereka pada bulan suci Ramadhan. Rezim pendudukan Israel mulai membatasi penduduk Palestina di Yerusalem sejak malam pertama bulan suci.

Di sekitar Kota Tua Kota Yerusalem, Israel mengerahkan pasukan militer secara intensif dengan menggunakan sepeda listrik khusus untuk mempercepat pergerakan muslim Palestina di Yerusalam antara Jalan Salahuddin Al-Ayyubi dan Jalan Sultan Suleiman ke Gerbang Damaskus, dan sebaliknya.

Di depan pintu Masjid Al-Aqsha, jamaah muslim Yerusalem dihadang pembatas besi dan pasukan militer. Ketika ratusan jamaah sampai di depan pintu, tulisan “Kembali ke rumah” juga menunggu mereka.

Kekerasan dan Serangan

Saat ribuan orang salat Isya dan Tarawih di kompleks suci Masjid Al-Aqsha pada malam pertama, puluhan pemuda Palestina yang terpaksa menunaikan salat di depan pintu gerbang Al-Aqsha, tak luput dari serangan. Militer Israel menyerang, membubarkan, dan mengusir mereka, saat hendak melakukan salat Isya dan Tarawih. Pada malam kedua Ramadhan, hanya sekitar 35 ribu orang yang bisa melaksanakan salat Tarawih di Al-Aqsha.

Pada pagi hari pertama bulan suci Ramadhan, selama 4 jam, 275 pemukim ekstremis Yahudi menyerbu kompleks suci Masjid Al-Aqsha. Mereka bebas berkeliaran dan melakukan ritual alkitabiah. Pada malam kedua Ramadhan, sejumlah tentara Israel bersenjata menaiki Masjid Kubah Batu di kompleks suci Al-Aqsha.

Sebaliknya, umat Islam tidak diberi kebebasan beribadah yang menurut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, akan memberikan kebebasan beribadah bulan paling suci Ramadhan tahun ini.

Muslim Palestina lansia asal Yerusalem, Muhammad Hassan, mengatakan bahwa Masjid Al-Aqsha belum pernah menyaksikan kehadiran sejumlah kecil jamaah pada hari pertama Ramadhan, seperti yang terjadi pada saat salat Zuhur seperti pada Ramadhan tahun ini. Ia menghubungkan hal ini dengan tindakan rezim pendudukan Israel yang bertujuan untuk mengintimidasi muslim Palestina di Yerusalem dan mencegah mencapai Kota Tua Yerusalem dan Masjid Al-Aqsha.

Muhammad Hassan menambahkan bahwa prosedur keamanan militer di pintu-pintu menuju Kota Tua Yerusalem dan Al-Aqsha diperketat sehari sebelum Ramadhan. Tentara pendudukan Israel yang ditempatkan di pintu-pintu tersebut dengan sengaja menangkap jamaah muslim Palestina dan memeriksa nomor identifikasi pribadi mereka sebelum mengizinkan mereka masuk atau menyuruh mereka kembali secara paksa. tindakan ini meningkat menjelang salat magrib, ketika pemuda atau laki-laki di bawah usia 40 tahun dilarang lewat.

Di Kota Tua Yerusalem dan di sekitar kompleks suci Al-Aqsha, meski para pedagang dengan sengaja membuka pintu tokonya lebih awal dengan harapan adanya pembelian dari jamaah yang lewat dapat membantu menghidupkan arus pembelian menjelang bulan suci Ramadhan. Namun, kondisi tetap sepi akibat pembatasan masuk yang dilakukan Israel.

Penghalang Demi Penghalang

Adapun pelanggaran yang paling menonjol dan berbahaya tercatat di kawasan Bab Al-Asbat atau Gerbang Singa. Militer Israel sejak pagi hari mulai memasang kawat berduri di tembok bersejarah Yerusalem yang berdekatan dengan Gerbang Singa yang dilalui jamaah muslim.

Direktur Pusat Hak Ekonomi dan Sosial Yerusalem, Ziad Al-Hamouri, mengatakan bahwa tidak seorang pun boleh mengabaikan tindakan Israel di sekitar Masjid Al-Aqsha dan Kota Tua Yerusalem, karena hal tersebut bukanlah hal yang baru, akan tetapi terus berulang menjelang datangnya bulan Ramadhan setiap tahun.

Namun, ia menambahkan bahwa langkah-langkah tersebut kini semakin meningkat dan menjadi lebih berbahaya setelah pecahnya perang pada tanggal 7 Oktober, di mana Kota Tua Yerusalem dan jalan-jalan di sekitarnya sangat dimiliterisasi. Orang-orang dilarang lewat untuk mencapai Kiblat Pertama Umat Islam, atas nama undang-undang darurat.

Eskalasi Dapat Terjadi

Terlepas dari upaya Perdana Menteri Israel untuk menghindari pernyataan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir yang melarang muslim untuk masuk ke Al-Aqsha, Ziad Al-Hammouri percaya bahwa sesuai dengan pembatasan yang terjadi pada malam pertama Ramadhan, jumlah jamaah yang berhasil mencapai Masjid Al-Aqsha sangat kecil. Ia menunjukkan bahwa hal ini dapat memperburuk situasi keamanan di Palestina.

“Jika situasinya tetap bertahan seperti sekarang, menghalangi jamaah untuk mencapai tempat suci ini (Masjid Al-Aqsha) dan memprovokasi mereka di gerbang-gerbangnya itu, hal ini tidak hanya akan mengobarkan situasi di Yerusalem, akan tetapi situasinya akan meledak di tingkat yang mungkin mencakup dunia Arab. Inilah yang ditakuti dan diperingatkan oleh Amerika,” kata Ziad Al-Hammouri.

Beberapa hari sebelum datangnya bulan suci Ramadha, kantor Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa jamaah yang masuk ke Masjid Al-Aqsha akan tersedia selama minggu pertama Ramadhan, seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, tanpa memberikan penjelasan dan keterangan lebih lanjut.

Pemeriksaan Mingguan

Pernyataan ini muncul setelah pertemuan Netanyahu dengan seluruh aparat keamanan, yang menyatakan bahwa jumlah jamaah akan “seperti tahun-tahun sebelumnya”. Ia menambahkan bahwa situasinya akan dievaluasi setiap minggu dalam hal aspek keamanan dan keselamatan. Keputusan akan diambil sesuai dengan hal tersebut.

Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, bersikeras membatasi kebebasan beribadah dan shalat di Masjid Al-Aqsha selama bulan Ramadhan. Ia mengirim surat kepada Netanyahu di mana ia menegaskan penolakannya terhadap keputusan yang diambil Netanyahu untuk mengizinkan jamaah memasuki masjid. Ia mengisyaratkan bahwa polisi yang tunduk pada kewenangannya, mungkin tidak dapat melaksanakan keputusan ini.

“Saya mengirim surat kepada Perdana Menteri yang memperingatkannya tentang kekhawatiran tentang ketidakmampuan menangani kepadatan yang berlebihan di Bukit Bait Suci (Al-Aqsha) selama bulan Ramadhan,” kata Itamar Ben-Gvir.

Antara desakan Itamar Ben-Gvir dan keengganan Netanyahu, Yerusalem tetap menjadi saksi bahwa tidak ada yang berubah selama beberapa tahun terakhir kecuali pembatasan masuk yang semakin parah di gerbang-gerbang masuk ke Kota Tua Yerusalem dan Masjid Al-Aqsha, serta larangan generasi muda Palestina untuk melaksanakan shalat di Masjid Al-Aqsha.

Sejak tanggal 7 Oktober hingga saat ini, dengan dukungan Amerika dan Eropa, tentara Israel masih terus melanjutkan agresi terhadap Jalur Gaza dan juga melakukan serangan di berbagai kawasan di Tepi Barat. Pesawat tempur Israel mengebom kawasan di sekitar rumah sakit, gedung, apartemen, dan rumah penduduk sipil Palestina. Israel juga mencegah dan memblokade masuknya air, makanan, obat-obatan, dan bahan bakar ke Jalur Gaza.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, pada Selasa (12/03), mengumumkan bahwa jumlah korban jiwa akibat pemboman Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu telah meningkat menjadi 31.184 orang dan 72.889 lainnya mengalami luka-luka, di mana mayoritas korban korban jiwa pemboman Israel adalah anak-anak dan perempuan.

Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.

(T.FJ/S: Aljazeera)

leave a reply
Posting terakhir

Beginilah Cara Tentara Israel Peras Penduduk Palestina Menggunakan Privasi

“Kadang-kadang percakapan tersebut adalah percakapan pribadi, bahkan mungkin percakapan intim. Namun, para tentara menyimpan percakapan tersebut dan mengirimkannya ke teman-teman mereka. Ini jelas merupakan pelanggaran berat terhadap privasi setiap penduduk Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Gaza,” tambahnya.