Mosab Abu Toha, sang Librarian di tanah terisolasi (Bag. 1)

BY Rara Atto Edited Sun,26 Mar 2017,08:00 AM

Mosab Abu Toha, sang Librarian di tanah terisolasi

(Bag. 1)

Beit Lahia - Gaza – SPNA- Melepaskan Gaza dari belenggu pengepungan, nyaris menjadi mimpi yang tak mungkin terwujud bagi dua juta penduduk Gaza. Kini, Jalur Gaza laksana “penjara terbuka”.

 

Bertahun-tahun Abu Toha mengumpulkan buku-buku penting di lantai tiga apartemennya di Beit Lahia (by: Ezz Zanoun)

 

Namun, melalui buku, Mosab Abu Toha (24 tahun), menemukan cara agar bisa terbebas di tenggah kehidupan Gaza yang terbelenggu.

 “Kebebasan adalah tentang pikiran. Dengan buku, anda akan menemukan dunia imajinasi tanpa batas... Ketika saya ingin merdeka, maka menulis dan berdiskusi bisa mewujudkan semua itu.” Ucap Mosab Abu Toha.

Sebagai jeblosan sastra Inggris, Abo Taha senantiasa haus akan buku-buku yang memiliki rasa yang berbeda, dimana semua itu sangat sulit ditemukan di Gaza. File-file PDF bukanlah alternatif yang tepat bagi wilayah Gaza, yang acap kali mengalami pemadaman listrik dalam waktu yang lama.

 “Ketika mengunjungi toko buku atau perpustakaan, sangat jarang saya temukan buku-buku berbahasa inggris, semisal karya-karya Edward Said, Noam Chomsky – para intelektual yang menulis karya mereka dalam bahasa Inggris,” jelasnya, “Dan memerlukan waktu hingga tiga tahun untuk menerjemahkan karya-karya tersebut ke dalam bahasa Arab.”

Selama bertahun-tahun, ia mempercayakan seorang teman di luar negeri untuk mengiriminya buku,  hingga akhirnya ia mampu melengkapi koleksi bukunya, yang tersusun rapi dalam rak, di lantai tiga apartemen miliknya di Beit Lahia.

Dengan mendalami karya-karya Tolstoy, Dostoyevsky, Chekhov, Paine, Orwell, Hemingway, Huxley, Finkelstein, Chomsky and Said dan dengan menulis cerita dan puisi – Abi Toha dapat, setdaknya untuk smentara waktu, dalam pikirannya, ia mampu melepaskan pembatas-pembatas yang membelenggu Gaza.

Saat ini ia mencoba  melanjutkan dan berbagi karya-karya tersebut ke seluruh wilayah yang terisolasi. Pasca perang 2014, ia mengubrak-abrik reruntuhan bangunan kampusnya yang menjadi korban pemboman, ia pun menemukan salah satu “korban”, buku Norton Anthology, salah satu sastra Amerika yang pernah ada.

Menyadari bahwa Gaza membutuhkan tempat yang aman bagi buku-buku berbahasa Inggris dan tempat dimana orang-orang bisa datang untuk membaca dan bersosialisasi lebih dari sekedar “nongkrong” di kafe atau menonton YV, Abu Toha memulai misinya dengan  membuka perputakaan umum untuk buku-buku berbahasa Inggris yang ada di Jalur Gaza. (Bersambung)

 

SPNA Gaza City

Penulis: Mersiha Gadzo

Penerjemah: Ratna

 

leave a reply