Blokade Israel Ancam Bisnis Petani Strawberry Gaza Palestina..

BY Rizky SyahputraEdited Wed,06 Apr 2016,07:26 AM

Blokade Israel Ancam Bisnis Petani Buah Strawberry di Jalur Gaza Palestina.

Gaza City (Suarapalestina). Seorang petani asal Bait Lahiyah di Gaza Utara, Abo Osamah, adalah satu dari puluhan ribu pegiat Agrobisnis di Jalur Gaza. Ia berkisah saat dikunjungi oleh wartawan Kantor Berita Suara Palestina di perkebunan Buah Strawberry seluas 1,5 hektar. Menurutnya, blokade oleh otoritas Israel atas wilayah Jalur Gaza semakin menjadi ancaman serius bagi semua petani di Jalur Gaza. Pengepungan yang sudah diberlakukan oleh pemerintah Israel sejak awal tahun 2007 itu kini sudah memasuki lebih dari 10 Tahun.

Menurutnya, sekitar tahun 2000-2002 (sebelum Gaza diblokade), hasil produksi Strawberry Gaza diekspor ke luar negeri dengan bebas dan sangat mudah. Permintaan buah Strawberry asal Gaza juga sangat tinggi. Sebelum adanya blokade, kehidupan petani Jalur Gaza sejahtera. Keuntungan dari hasil panen dapat mereka manfaatkan untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke perguruan tinggi. Kebutuhan hidup mereka terpenuhi, tersedia lapangan pekerjaan, dan hampir tidak terlihat keluarga miskin. Sayangnya, masa itu telah berlalu.

Kini, hasil panen buah Strawberry tidak dapat diekspor ke negara lain seperti negara-negara Eropa, Belanda, Mesir, Jordan, Yunani, hingga ke Australia dan Cina. Sayangnya, akses keluar dari Gaza  dipersulit. Faktor yang menjadi penghalang yaitu blokade Israel atas Jalur Gaza. Bahkan untuk mengirim ke kota lain di wilayah Palestina, seperti Jerusalem dan kota Al-Quds pun sulit. Sehingga hasil panen ikut terisolasi. Padahal permintaan akan buah Strawberry masih sangat tinggi.

“Lebih dari 25 tahun saya tekuni bidang agrobisnis. Tiap tahun, di setiap pergantian musim, berbagai jenis sayur dan buah-buahan saya garap. Mulai dari buah stroberi, semangka, jagung, gandum, bawang putih, bawang merah, dan kacang-kacangan,” ujar Abo Osama.

Abo Osama menjelaskan bahwa persiapan penanaman buah Strawberry sudah dimulai pada bulan Agustus, yaitu dengan penggarapan tanah. Penggarapan tanah, pemeliharaan, pemupukan, properti pertanian serta irigasi dilakukan di atas lahan 1,5 hektar. Kemudian dilanjutkan dengan proses penanaman bibit pohon Strawberry di bulan Mei. Untuk proses pemeliharaan, penyiraman, dan pemupukan membutuhkan waktu 6 bulan. Sedangkan masa panen atau pemetikan buah Strawberry memakan waktu 6 bulan. Total waktu yang dibutuhkan mulai dari awal penggarapan hingga awal musim panen buah stroberi adalah 8 bulan. Biaya yang diperlukan adalah sekitar Rp 106.400.000 (8.000 USD) per pertanian.

Bulan November adalah permulaan munculnya buah Strawberry. Perubahan warna buah Strawberry dari warna hijau ke warna merah terjadi di awal bulan Januari. Ini menjadi awal musim buah Strawberry. Jika telah dipanen, buah stroberi dipasok dan dipasarkan ke pasar lokal di Gaza.

Abo Osamah melakukan panen buah Strawberry sebanyak 15 kali pemetikan dalam 1 bulan. Setiap kali panen, dia mendapatkan 500-600 kilogram buah Strawberry.

“Soal kualitas, buah Strawberry Gaza dikenal oleh negara benua Eropa dan negara maju lain sebagai salah satu yang terbaik. Tanah di Jalur Gaza masih terjaga, sehingga dalam pemeliharaan buah pun petani Gaza hanya menggunakan pupuk di awal tanam bibit, selanjutnya tidak mengunakan pupuk. Bahkan pestisida untuk hama pun tidak kami butuhkan,” ujar Abo Osama lagi.

Namun sayangnya, menekuni agrobisnis, khususnya pertanian buah Strawberry, di Jalur Gaza pasca blokade Israel kurang menguntungkan. Pekerjaan penggarapan dan profit yang didapat sangat tidak sebanding karena hasil panen tidak dapat diekspor ke negara lain. Otoritas Yahudi melarang kegiatan ekspor impor dari dan ke Gaza. Dengan demikian buah Strawberry hanya dipasarkan di pasar regional di Gaza dengan harga sangat murah, yaitu Rp 14.000 per kilogram. Padahal jika dijual di benua Eropa atau di Israel harganya bisa mencapai Rp 150.000 per kilogram, bahkan lebih.

“Bayangkan, dari penggarapan tanah hingga akhir musim panen dibutuhkan waktu 1 tahun. Kami kucurkan dana pribadi Rp 106.400.000 (8.000 USD), bukan bantuan dari pemerintah atau dari NGO. Dalam 1 tahun, keuntungan kotor yang kami peroleh Rp 46,550,000 (3.500 USD). Dari keuntungan tersebut kami harus bayar upah petani dan pengeluaran lainnya. Hasil bersih yang kami terima kurang dari 20 juta rupiah saja per tahun,” keluh Abo Osama.

“Harapan kami sebagai petani dan pegiat Agrobisnis di Jalur Gaza, semoga negara-negara lain dapat mencari solusi agar hasil pertanian dari Gaza dapat diekspor ke negara lain,” tambahnya lagi.

leave a reply
Posting terakhir