Guna lakukan otopsi, makam korban Abu Surayya dibongkar

Jalur Gaza, SPNA - Abu Surayya warga Gaza penyandang cacat gugur pada tanggal 15 Desember lalu dalam sebuah demonstrasi di perbatasan Gaza menentang keputusan Presiden AS Donald Trump ....

BY 4adminEdited Tue,16 Jan 2018,09:56 AM

Jalur Gaza, SPNA - Abu Surayya warga Gaza penyandang cacat gugur pada tanggal 15 Desember lalu dalam sebuah demonstrasi di perbatasan Gaza menentang keputusan Presiden AS Donald Trump yang menetapkan Yerusalem ibukota bagi Israel.

Berdasarkan Hukum internasional dan kemanusiaan pembunuhan terhadap penyandang cacat adalah tindakan kriminal. Meskipun demikian pasukan Israel sengaja menembak mati Abu Surayya.

Sebuah lembaga independen untuk menuntut kejahatan Israel terhadap warga Palestina telah mengumpulkan  sejumlah bukti yang diperlukan bahwa Abu Surayya ditembak dengan sengaja.

Emad Al-Baz, ketua lembaga tersebut, dalam konferensi pers yang diadakan di Kementerian Informasi di Kota Gaza, mengatakan bahwa pihak keluarga Abu Surayya telah setuju dengan  pembongkaran makam Abu Surayya untuk dilakukan otopsi.

Al-Baz mengungkapkan berdasarkan hasil otopsi, Abu Suraya terbukti ditembak di bagian mata sebelah kiri.

‘’Sebelumnya pemerintah Israel mengumumkan beberapa hari setelah Abu Surayya ditembak bahwa mereka tidak bersalah dalam kejahatan tersebut. Karena itu, kami mengambil tindakan yang perlu dan membuka kembali makam Abu Surayya dengan persetujuan pihak keluarga. ‘’

‘’Sejumlah dokter sedang mempersiapkan laporan, bukti dan gambar yang diperlukan untuk membuktikan bahwa pendudukan Israel terlibat dalam pembunuhan tersebut, dan bahwa Abu Surayya tidak pernah menjadi mengancam keamanan Israel. ‘’

Al-Baz juga meminta Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Menteri Luar Negeri Riyad al-Malki untuk mengajukan tuntutan hukum di Pengadilan Pidana Internasional atas pembunuhan terhadap martir Ibrahim Abu Surayya.

Abu Surayya menjadi penyandang cacat setelah gempuran pesawat tempur atas Jalur Gaza tahun 2008 silam. Ia menghembuskan nafas terkahir akibat ditembak di bagian kepala dalam demonstrasi menentang keputusan Donald Trump.

Awal Desember lalu, Presiden AS Donald Trump menetapkan secara resmi bahwa seluruh wilayah Al-Quds ibukota bagi Israel serta akan merelokasi kedubesnya ke kota suci tersebut.

AS juga menawari Pemerintah Palestina untuk menjadikan Abu Dis Ibukota Negara  dan menyerahkan Al-Quds untuk Israel dimana ditentang oleh pemerintah Palestina.

Keputusan Donald tersebut merupakan lampu hijau bagi zionis untuk terus memperluas pengaruhnya di Al-Quds serta membangun hunian ilegal di Al-Quds  yang telah dilarang Dewan Keamanan PBB dan mengurangi populasi warga Palestina di kota suci tersebut.

Sudah 6 minggu berturut ribuan warga Palestina melakukan demonstrasi menentang keputusan AS. Akibatnya 16 nyawa warga Palestina melayang dan 4000 lainnya luka-luka.

Selain itu deklarasi Trump juga menimbulkan gelombang demonstrasi di seluruh dunia serta mendapatkan respon negatif dari organisasi Yahudi ‘’Neturei Karta’’ yang menyatakan bahwa zionis bukan bagian dari Yahudi.

Sebelumnya 66 siswa Yahudi juga menuliskan sebuah petisi kepada pemerintah Netanyahu yang berisi menolak segala tindakan rasis dan penjajah terhadap Palestina.

Majelis Umum PBB, Kamis (21/12/2017) menetapkan sebuah resolusi menentang keputusan Donald Trump dengan dukungan 128 negara. PBB menyatakan bahwa status Al-Quds harus diselesaikan melalui perundingan langsung antara Palestina dan Israel, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB terkait.

Abdel Hamid Akkila

leave a reply
Posting terakhir

800 Rumah Palestina Terancam Dibongkar Israel di Jabal Al Mukaber Yerusalem

“Bahaya rencana ini terletak pada kenyataan bahwa hal itu akan menghalangi penduduk Palestina di Jabal Mukaber untuk melakukan perluasan kota mereka di masa depan, dan akan memaksa kaum muda Palestina untuk meninggalkan kota-kota Yerusalem menuju ke kota sekitar untuk untuk mendapatkan tempat tinggal yang baru,” sebut laporan tersebut.

Gedung Pernikahan di Khirbet Jabara Dibongkar Pendudukan

Sebelumnya Tel Aviv mengeluarkan larangan bagi warga Palestina untuk memasuki daerah yang berdekatan dengan perbatasan dalam radar 300 meter. Daerah tersebut dinamakan zona pemisah, dan warga Palestina yang melanggar larangan tersebut selalu ditangkap bahkan ditembak mati.