Al-Attar, satu dari pasien dibawah umur di Gaza yang hidup menderita akibat  blokade Israel

Ramallah, SPNA - Gadis Palestina, In’am al-Attar akhirnya dapat bertemu ibunya setelah pemerintah Israel mencegah keluarganya untuk menemaninya menjalani operasi di Tepi Barat.

BY 4adminEdited Sat,03 Mar 2018,10:26 AM

Ramallah, SPNA - Gadis Palestina, In’am al-Attar akhirnya dapat bertemu ibunya setelah pemerintah Israel mencegah keluarganya untuk menemaninya menjalani operasi di Tepi Barat.

Cerita gadis 12 tahun tersebut menjadi buah bibir serta mengundang simpati warga Palestina termasuk Presiden Mahmoud Abbas. 

Aktivis media sosial sebelumnya menggelar kampanye menuntut agar al-Attar diberikan perawatan yang cukup guna mengobati gagal ginjal yang dideritanya.

Berdasarkan laporan surat kabar Wafanews, al-Attar sebelumnya meminta Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk menekan Israel agar mengizinkan ibunya, Salwa al-Attar menemaninya menjalani operasi di Ramallah.

Presiden Abbas menjawab permintaan tersebut serta menekan agar Israel mengizinkan keluarga al-Attar untuk menemaninya.

Abbas juga dilaporkan mengundang al-Attar di markas besar presiden di Ramallah, Jum’at.  Pertemuan tersebut dihadiri Sekretaris Jenderal Kepresidenan, Tayeb Abdel Rahim, Wakil Perdana Menteri, Ziyad Abu Amr serta Gubernur Ramallah dan Al-Bireh Laila Ghanam.

Al-Attar kepada Wafanews mengatakan: “Saya merasa sangat senang dan mengucapkan terima kasih karena Presiden menjawab permintaan saya.’’

Selain itu Salwa al-Attarjuga mengapresiasi  usaha Presiden Mahmoud Abbas, yang menginstruksikan semua pihak untuk membawanya menemani putrinya menjalani operasi.

Sebelumnya, sejumlah pakar kesehatan di Gaza memperingatkan  bahwa lembaga layanan kesehatan di Gaza telah berhenti berioperasi dan 45 % pasokan obat-obatan habis.

Direktur kantor WHO di Jalur Gaza, Mahmoud Zaher, mengatakan bahwa jumlah pemohon izin untuk melakukan perawatan di luar Gaza pada tahun lalu mencapai sekitar 2511 ribu pasien, namun  hanya 54% yang dapat memperoleh izin.

Dia memperingatkan buruknya kondisi di Gaza, dimana tim medis internasional tidak dapat mencapai wilayah tersebut dengan mudah.

Dirjen Rumah Sakit Jalur Gaza, Abdel Latif Al-Haj, mengatakan bahwa rumah sakit Beit Hanoun dan Shahid Mohammed Al-Durra berhenti memberikan layanan kesehatan setelah habisnya 230 jenis obat-obatan penting dan 219 perlengkapan medis.

Dia meminta masyarakat internasional dan Islam untuk membantu sektor kesehatan Gaza, jauh dari sengketa politik atau ekonomi, serta menuntut Israel menghentikan serangan dan mengangkat blokade.

Sementara itu Kepala Komisi Independen di Jalur Gaza tengah dan selatan Ahmed al-Ghoul mengatakan bahwa krisis bahan bakar membuat sejumlah rumah sakit menghentikan layanannya terhadap pasien.

Dia meminta masyarakat internasional untuk segera melakukan intervensi mendukung sektor kesehatan di Gaza, serta menekan Israel mengakhiri blokade di Gaza, serta mendukung upaya untuk mencapai rekonsiliasi nasional.

Sebelumnya Sekjen PBB Antonio Guterrez dalam sidang Komite HAM Palestina di PBB, Senin (05/02/2018) memperingatkan bahwa Gaza akan menjadi wilayah tak layak huni pada tahun 2020.

 ‘’Situasi kemanusiaan dan ekonomi di Jalur Gaza masih sangat buruk, PBB memperkirakan Gaza akan menjadi wilayah tak layak huni pada tahun 2020 jika tindakan nyata tidak segera diambil untuk memperbaiki layanan dan infrastruktur di wilayah tersebut,’’ terangnya.

‘’Krisis di Gaza disebabkan blokade oleh Israel. Akibatnya sekitar 2 juta warga Gaza tinggal di bangunan-bangunan roboh dengan listrik yang tidak memadai dan kemerosotan ekonomi serta air yang tercemar. ‘’

‘’Blokade yang diberlakukan Israel sejak 13 tahun lalu telah melumpuhkan kehidupan di Gaza. Menurut statistik resmi terbaru, angka kemiskinan di Gaza mencapai sekitar 80%, sementara tingkat pengangguran mencapai 50%.’’

Guterres juga mendesak masyarakat internasional berkontribusi dalam solusi dua negara serta menangani krisis di Palestina sesuai resolusi PBB terkait.

Bulan lalu, Pemerintah AS yang dipimpin Donald Trump membekukan  65 juta Dolar dari  125 juta Dolar anggaran bantuan AS untuk  UNRWA.

Situasi ini membuat keuangan UNRWA yang bertugas membantu pengungsi Palestina terancam.

Disebutkan UNRWA memberikan layanan kemanusiaan sekitar 5,9 juta warga Palestina di Tepi Barat, Jalur Gaza, Yordania, Lebanon dan Suriah.

(T.RS/Wafanews)

leave a reply
Posting terakhir