Karena alasan keamanan, staf asing UNRWA ditarik dari Gaza

Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Senin (01/10/2018), untuk sementara menarik beberapa staf asingnya dari Gaza menyusul tidak kondusifnya situasi keamanan terkait adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di wilayah kantong tersebut.

BY 4adminEdited Tue,02 Oct 2018,11:46 AM

Aljazeera - Jalur Gaza

Jalur Gaza, SPNA - Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Senin (01/10/2018), untuk sementara menarik beberapa staf asingnya dari Gaza menyusul tidak kondusifnya situasi keamanan terkait adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di wilayah kantong tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, badan PBB tersebut mengatakan, “memutuskan untuk sementara menarik staf asing dari Gaza menyusul serangkaian insiden keamanan yang mengkhawatirkan akan berdampak bagi para staf di Gaza.”

Sumber dari lembaga tersebut mengatakan bahwa sekitar 10 staf disebrangkan ke Israel melalui Jalur Gaza pada hari Senin, di tengah-tengah adanya laporan gangguan keamanan menyusul terjadinya PHK.”

Sumber UNRWA mengatakan bahwa sebuah protes telah digelar pada hari Senin di luar sebuah hotel Jalur Gaza di mana lembaga tersebut melakukan pertemuan.

Pernyataan lembaga mengungkapkan, “pagi ini, sejumlah staf telah diusik dan dicegah  untuk melaksanakan tugas mereka.”

 “Beberapa tindakan ini khusus ditargetkan bagi manajemen UNRWA di Gaza,” tutur lembaga ini.

Hani al-Omari, staf lokal UNRWA, kepada Reuters menuturkan bahwa puluhan orang yang belum lama ini di-PHK berkumpul di luar hotel di mana mereka mendengar bahwa UNRWA melakuan pertemuan di sana, beberapa dari mereka mengitari hotel tersebut dengan kendaraan.

“Kami ingin mengirim pesan kepada mereka bahwa mereka tidak akan nyaman ketika mereka berencana menghentikan pekerjaan kami, “ ungkap al-Omari.

UNRWA dalam pernyataannya menyeru ootoritas Gaza untuk “menyediakan perlindungan yang efektif bagi staf dan fasilitas lembaga tersebut.”

Eyad al-Bozom, juru bicara Hamas- kementerian dalam negeri Gaza, mengatakan bahwa kementerian melakukan perlindungan untuk staf dan fasilitas UNRWA.

Langkah-langkah perlindungan tidak berubah, namun karena adanya PHK belum lama ini di Jalur Gaza, telah terjadi kemarajan di tengah-tengah para pekerja. Kami tidak akan membiarkan protes ini terjadi dan kami tidak akan membiarkan adanya serangan terhadap para staf dan fasilites,” tambahnya.

Pada bulan Agustus, Amerika Serikat mengungkapkan keputusannya untuk menghentikan pendanaan untuk lembaga PBB tersebut, yang melayani lima juta pengungsi Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat, Jalur Gaza, Lebanon, Yordania dan Suriah. Sebagian besar pengungsi adalah keturunan dari 700,000 warga Palestina yang dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka oleh Zionis pada tahun 1948.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert, menyebut UNRWA “oprasi yang tidak dapat ditebus.”

Sejauh ini, AS telah menjadi penyumbang terbesar bagi lembaga tersebut, dengan meyediakan $ 350 juta setiap tahunnya – kira-kira seperempat dari seluruh biaya lembaga tersebut.

Pemerintahan Trump memutuskan untuk menghentikan semua bantuan untuk badan tersebut yang menyebabkan terjadinya PHK di berbagai program UNRWA di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Menurut Serikat Pekerja UNRWA, penghentian pendanaan memkasa lembaga ini untuk menutup program kesehatan jiwa, yang menyediakan layanan secara langsung kepada para pengungsi Palestina di Gaza dan sekitar 430 pegawai.

Sejak pengumuman pengentian bantuan dikeluarkan, warga Palestina terus melakukan protes setiap hari, dan mengatakan bahwa PBB bertanggungjawab untuk bertindak dan memastikan keberlangsungan operasi lembaga tersebut.

Pekan lalu, puluhan ribu siswa yang terdaftar di sekolah-sekolah UNRWA di wilayah penduudkan Tepi Barat melakukan pemogokan, dengan alasan kekhawatiran mereka apakah sekolah mereka memiliki cukup dana untuk terus beroperasi hingga akhir tahun ajaran.

Pada hari Senin, puluhan warga Palestina mejadwalkan untuk melakukan pertemuan umum di luar kantor lembaga PBB tersebut di wilayah Yerusalem Timur.

Tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam aksi tersebut di antaranya Uskup Agung Atallah Hanna dan Sheikh Ikrema Sabri, imam Masjid Al-Aqsha.

Para pengunjuk rasa menyerahkan sebuah pesan kepada direkur operasional UNRWA, di mana mereka menyoroti “tanggung jawab PBB dan peran bersejarah terhadap masalah Palestina.”

Pesan tersebut mengutip resolusi 302 Majelis Umum PBB yang menyerukan penyediaan layanan untuk pengungsi oleh UNRWA hingga tercapainya penyelesaian yang adil bagi masalah pengungsi Palestina.

Para partisipan juga menyeru para donor internasional untuk meningkatkan pendanaan mereka bagi lembaga PBB tersebut “untuk menjamin UNRWA agar bisa terus melakukan perannya.”

(T.RA/S: Aljazeera)

leave a reply