Penduduk Khan al-Ahmar: “Di sini kami terpenjara”

Yerusalem, SPNA - Abu Khamees lahir di Khan Al-Ahmar sekitar 52 tahun lalu. Orang tuanya, yang merupakan suku Badui Al-Jahhalin Palestina, pindah ke desa tersebut, ....

BY 4adminEdited Thu,18 Oct 2018,12:50 PM

Yerusalem, SPNA - Abu Khamees lahir di Khan Al-Ahmar sekitar 52 tahun lalu. Orang tuanya, yang merupakan suku Badui Al-Jahhalin Palestina, pindah ke desa tersebut, yang sekarang terancam pembongkaran oleh pasukan pendudukan Israel.

Keluarganya memilih menetap di desa ini karena dari sini “kami dapat mencapai Wadi Al-Qilt, yang penuh dengan mata air dan area penggembalaan untuk menggiring (ternak kami). Jaraknya sekitar 1,5 kilometer di utara tempat kami berada,” jelasnya. Penggembalaan adalah sumber pendapatan utama bagi 35 keluarga desa dengan sekitar 1.000 domba.

Pasca tragedi Nakaba, Badui Al-Jahhalin tersebar di 26 komunitas di daerah tersebut, semua menghadapi ancaman pembongkaran.

Dengan posisi mereka di daerah yang disebut E1 di mana proyek perluasan permukiman ilegal Israel direncanakan di sepanjang jalan Yerusalem-Yericho, masyarakat telah berjuang untuk eksistensi mereka selama beberapa dekade. Pasukan penjajah Israel mempertahankan bahwa rumah-rumah harus dihancurkan karena mereka dibangun tanpa izin, hal yang mustahil untuk didapatkan oleh warga Palestina. Sementara itu, permukiman ilegal Israel di Ma'ale Adumim telah berkembang sejak tahun 1975, sekarang menjadi rumah bagi lebih dari 37.000 pemukim Israel.

Khan Al-Ahmar menderita akibat Kesepakatan Oslo 1993 yang meninggalkan wilayah itu di bawah kendali militer dan administratif Israel, mengantarkan hidup suku Badui di wilayah itu lebih sulit.

“Ketika Deklarasi Balfour ditandatangani, memberikan hak kepada pendudukan untuk berada di sini, tetapi tidak ada orang Arab yang terlibat dalamnya, semuanya mengutuknya. Oslo adalah hal yang sama, tetapi itu adalah bencana yang dibuat oleh orang-orang Arab, mereka menandatanganinya, menyerahkan kami kepada orang-orang Israel, kami sepenuhnya dikendalikan oleh pendudukan, ketika kami mencoba untuk mengatakan tidak, mereka hanya memberitahu kami bahwa ini adalah sesuai Kesepakatan Oslo, ini adalah Area C. ”

Kami pertama kali menerima perintah pengusiran pada tahun 1997, karena setelah Kesepakatan Oslo mereka dapat melakukan hal semacam itu. Mereka telah mencoba mengusir kami sejak saat itu.

Abu Khamees menjelaskan, "Situasi menjadi lebih buruk setelah Intifada Kedua yang diluncurkan pada tahun 2000 dan berlangsung selama lima tahun. Hasilnya adalah pembatasan kehidupan sehari-hari."

“Para wanita dulunya dapat pergi ke pasar utama terdekat di Ezariya, yang berjarak 12 kilometer dari sini, dan mendapatkan semua bahan makanan yang diperlukan untuk keluarga mereka. Setelah Intifada, pendudukan menambahkan pos-pos pemeriksaan antara komunitas kami dan Ezariya, dibutuhkan lebih banyak waktu dan Anda dapat melawati hari dengan terjebak di pos pemeriksaan. Itu alasan yang sama mengapa anak-anak berhenti mencari pendidikan di luar desa,” bapak tujuh anak itu menambahkan.

Desa ini mendapat perhatian global dari delegasi dan aktivis dari seluruh dunia yang berkunjung untuk mempelajari lebih lanjut tentang situasi penghuninya dan ancaman yang mereka hadapi. Di antara desa tetangganya, Khan Al-Ahmar memiliki keunikan dalam fasilitasnya, yang menjadi rumah bagi satu-satunya sekolah dan klinik medis di daerah itu.

"Mereka (pendudukan) tahu jika mereka menghancurkan Khan Al-Ahmar, mereka akan mengakhiri layanan di komunitas lain, penghancuran akan berdampak pada beberapa komunitas bukan hanya kami," Abu Khamees mengatakan tentang mengapa desa telah mencapai profil internasional yang tinggi. dan mengapa pendudukan berusaha melakukan pembongkaran.

Perintah pengadilan Israel terakhir untuk pembongkaran Khan Al-Ahmar diterima pada bulan Mei, Abu Khamees mengatakan, sejak saat itu, penduduk telah menghindari meninggalkan rumah mereka.

"Ini seperti penjara, kami dipenjarakan di sini karena tidak ada yang ingin pergi jika mereka datang untuk menghancurkan rumah kami."

Sekitar 400 pendukung, termasuk aktivis internasional dan Israel, telah mendirikan tenda di desa sebagai bentuk solidaritas terhadap warga yang berharap pembongkaran dihentikan. Mereka telah berhadapan langsung dengan pasukan pendudukan bersenjata berat yang telah menanggapi solidaritas mereka dengan berat, dan sering menangkap para aktivis.

“Banyaknya perhatian ini akan memperlambat proses (pembongkaran), tetapi hal itu tidak akan menjadi solusi untuk apa pun. Ketika mereka (pendudukan) menghancurkan, ini akan menjadi bencana. ”

Terakhir ia berpesan kepada pendudukan adalah, "Saya beasal dari daerah 1948, biarkan saya pergi ke sana dan saya akan meninggalkan desa ini."

(T.RA/S: MEMO)

leave a reply
Posting terakhir

Israel Tembak Penduduk Palestina di Khan Younis Jalur Gaza

Sejak pemberlakukan blokade Jalur Gaza pada tahun 2006 yang dilakukan Israel, penduduk Gaza mengalami berbagai kemerosotan dalam berbagai kehidupan. Berbagai aksi protes dilakukan oleh penduduk untuk membuat Israel melonggarkan dan menghilangkan blokade, yang hasilnya belum terwujud hingga saat ini.