Kebijakan Israel Terhadap Pemilu Palestina, Mendukung atau Menjegal?

Menjelang pemilu Palestina yang seharusnya berlangsung pada Mei nanti, topik yang menarik dicermati adalah sikap resmi dari Pemerintahan Israel, lawan konflik yang telah berlangsung puluhan tahun. Kemana kira-kira arah politik dari Pemerintah Israel, mendukungkah atau menjegal?

BY Edited Thu,21 Jan 2021,11:44 AM

 

Tepi Barat, SPNA - Pemerintah Israel terus mengikuti dengan serius perkembangan pemilu di Palestina. Negara pendudukan itu juga memprediksi kemungkinan hasil yang akan didapatkan dari pesta demokrasi tersebut.

Meski keberhasilan pemilu Paletina belum bisa ditebak, namun Israel hampir bisa dipastikan akan melakukan berbagai cara demi tidak terciptanya persatuan nasional Palestina.

Media Israel dan Pemberitaan Pemilu Palesina

Pengamat dan analis berkebangsaan Palestina, Sulaimat Bisyarat, mengatakan, "Perhatian media Israel terhadap isu pemilu Palestina sangat berbeda. Mereka terlihat sangat serius mengikuti setiap tahapan pemilu yang akan berlangsung ini. Dalam beberapa waktu terakhir, salah satu stasiun televisi Israel sempat mengadakan sebuah program mengundang para pakar untuk membicarakan tentang kebijakan negara Yahudi yang seharusnya terhadap pemilu Palestina."

Bisyarat memperingati bahwa Israel tidak akan pernah lengah dari usaha untuk menggagalkan setiap usaha yang dapat menyatukan bangsa Palestina. Niat buruk Israel tersebut dapat terlihat dari izin untuk mengadakan pemilu di Yerusalem yang enggan mereka keluarkan hingga saat ini.

Sejumlah indikasi menunjukkan bahwa Israel tidak akan pernah mengeluarkan izin tersebut. Harapan terakhir hanya ada di tangan pihak internasional dengan memberikan tekanan terhadap negara Yahudi tersebut.

Bisyarat juga memprediksi bahwa Israel akan melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh yang melakukan pencalonan diri nanti. Persis seperti yang terjadi pada pemilu legislatif tahun 2006.

"Tidak menutup kemungkinan Israel juga akan melakukan penangkapan terhadap mereka yang berhasil keluar sebagai pemenang dalam pemilu. Atau para aktivis yang secara organisasi tempat mereka bernaung sangat mengganggu kenyamanan negara Yahudi," tambahnya.

Satu pertanyaan lainnya yang diajukan oleh ahli politik Palestina tersebut. Siapa dalang sebenarnya di balik pelaksanaan pemilu dalam kondisi pandemi seperti ini?

Jawaban ini disebutkan akan segera terlihat dalam waktu dekat. Kedatangan Kepala Intelijen Mesir dan Yordania ke Pelestina menjumpai Presiden Palestina, Mahmud Abbas, dapat menjadi salah satu sinyal tentang adanya peran negara Arab. Namun tidak menutup kemungkinan ini juga merupakan keinginan dari dunia internasional untuk merapikan kembali file persoalan Palestina.

Salah satu penulis opini di media Palestina, Ahmad Al-Hilah, melihat bahwa sampai saat ini terlihat Israel seolah tidak mengambil pusing dengan pemilu Palestina. Namun yang terjadi dibelakang tentunya tidak seperti yang terlihat dari depan. Israel diyakini akan turun ikut campur jika arah pemilu tidak sesuai dengan kepentingan Tel Aviv.

Israel nampaknya tidak terlalu senang dengan pemilu yang akan berlangsung. Pasalnya, ini bisa menjadi taktik politik Mahmud Abbas untuk mengembalikan legalitas nasionalnya agar dapat mewakili Palestina dalam negosiasi damai dengan Israel, dengan dukungan Pemerintahan baru Amerika Serikat.

Menurut Al-Hillah, yang justru ditakuti Israel adalah legitimasi yang bisa saja didapatkan oleh faksi-faksi perjaungan bersenjata Palestina melalui pemilu, dimana mereka jelas-jelas menentang keberadaan Israel di atas tanah Palestina.

"Israel tidak merasa takut dengan pemilu Palestina, kecuali jika itu dapat memberikan pelindungan legal nasional terhadap para pejuang  kemerdekaan (bersenjata)," tuturnya.

Meski hal itu terjadi, Israel juga masih bisa bernafas, selama perjanjian Oslo masih ada. Perjanjian tersebut mengharuskan setiap elemen Palestina untuk mengakui kedaulatan Israel.

Sedangkan terkait dukungan negara Arab, Al-Hillah mengatakan hampir semua nagara Arab memberikan dukungan pemilu. Selama itu berlangsung sesuai dengan resolusi damai Arab dan dapat menyelesaikan konflik dengan Israel.

Israel Tidak Ingin Pengalaman 2006 Terulang Kembali

Adnan Abu 'Amir, juga pengamat politik negara Israel, mengatakan, "Pengalaman pemilu 2006 masih melekat kuat dalam ingatan Israel. Dimana Hamas berhasil memenangkan 76 kursi parlemen dari total 132 kursi. Sedangkan Fatah hanya berhasil mengamankan 43 kursi," ucapnya.

Di atas semua yang terjadi, Abu Amir mengatakan bahwa Israel tidak akan berpangku tangan. Mereka sangat menyadari bahaya yang ditimbulkan jika saja pemilu ini dapat mendatangkan presiden baru yang berasal dari Hamas.

(T.HN/S: Qudspress)

leave a reply
Posting terakhir