Berkenalan Dengan Naftali Bennet, Perdana Menteri Israel Yang Anti Kemerdekaan Palestina

Tel Aviv, SPNA – Parlemen Israel “Knesset” memberikan jabatan Perdana Menteri kepada Naftali Bennett (49 tahun), Senin (13/06) menggantikan Benyamin Netanyahu yang pernah menjabat sebagai perdana menteri ....

BY Edited Tue,15 Jun 2021,11:43 AM

Tel Aviv, SPNA – Parlemen Israel “Knesset” memberikan jabatan Perdana Menteri kepada Naftali Bennett (49 tahun), Senin (13/06) menggantikan Benyamin Netanyahu yang pernah menjabat sebagai perdana menteri terpanjang dalam sejarah Israel, selama 12 tahun.

Bennet Selama beberapa tahun pernah menjadi salah satu sekutu yang paling setia sebelum berbalik melawan Netanyahu dan memilih bersekutu dengan kelompok garis kiri dan Partai Arab Bersatu.

Lalu Siapakah Naftali Bennet?

Bennett dilahirkan pada tanggal 25 Maret 1972 di Haifa, dari keluarga imigran Yahudi Amerika Serikat di California. Dia tumbuh dalam lingkungan sekuler, namun secara perlahan keluarga Bennett semakin taat dengan ajaran Yahudi. Bennet kemudian mendeklarasikan bahwa dirinya adalah Yahudi Ortodoks Modern.

Bennet menempuh pendidikan hukum di Universitas Ibrani. Dia pernah mengabdi di pasukan khusus militer Israel, Sayeret Matkal dan Maglan dan memimpin sejumlah operasi sebelum akhirnya menjadi wirausaha di bidang perangkat lunak (software).

Tahun 1999 Bennet mendirikan perusahan Cyota yang beroperasi mencegah penipuan di perbankan online dan e-commerce. Perusahaan tersebut lalu djiual pada tahun 2005 dengan harga 145 Juta Dolar AS.

Karir Politik

Bennet lalu Kembali ke Israel dan mulai terlibat dalam politik dengan menjabat sebagai kepala staf Benyamin Netanyahu dari tahun 2006 sampai 2008.

Pada tahun 2011 bersama Ayelet Shaked Bennet membentuk gerakan esktra parlemen bernama “My Israel”. Tahun 2012, dia terpilih sebagai pemimpin partai The Jewish Home yang setahun kemudian berhasil meraih 12 kursi di Parlemen Israel.

Bennet juga diangkat sebagai Menteri Ekonomi dan Layanan Keagamaan dari tahun 2013 sampai 2015. Dia lalu kembali terpilih sebagai Menteri Pendidikan dari tahun 2015 sampai 2019, sebelum akhirnya membelot dan menentang Netanyahu.

Pada 13 Juni 2021, Bennet diangkat sebagai Perdana Menteri setelah koalisi pemerintahan baru yang dibangunnya bersama Yair Lapid mendapatkan restu dari Knesset dengan suara 60 banding 59.

Melalui pidato yang disampaikan sesaat setelah disumpah, Bennet berjanji bahwa koalisi tersebut akan membawa perubahan dan menyatukan Israel.

Bennet dan Palestina

Naftali Bennet sejak awal telah tegas menolak kemerdekaan Palestina. Dia juga aktif mengkampanyekan perluasan pencaplokan lahan Palestina di wilayah C yang mewakili 60% seluruh Tepi Barat.

Pada tahun 2013, Bennett sempat terang-terangan menyampaikan telah banyak membunuh warga Arab Palestina semasa hidupnya dan dia tidak memiliki masalah dengan itu. “Jika anda menangkap para teroris, anda boleh membunuhnya dengan mudah,” ujarnya kepada Jerusalem Post.

“Para teroris Palestina harus dibunuh bukan malah dibebaskan,” ucapnya yang sempat menuai kontroversi di Palestina.

2017 lalu, melalui surat kabar The Guardian, Bennet menyatakan bahwa Negara Palestina selamanya tidak akan berdiri, karena akan mengancam  Israel dalam 200 tahun kedepan. Bennet juga berpendapat bahwa Tepi Barat tidak berada dibawah pendudukan, karena tidak ada negara Palestina disana.

Lalu melalui sebuah artikel yang dirilis The New York Times Bennett juga menulis bahwa Palestina hanya boleh diberikan “semacam otoritas” terhadap 40% wilayah Tepi Barat,  dengan begitu Israel dapat memperluas pencaplokan sisa wilayah Palestina, atau dengan kata lain, sesuai dengan “Deal of Century” yang tidak mendapat dukungan dari seluruh dunia.

Pandangan Tokoh Palestina Terhadap Bennet

Menurut Dr. Mustafa Barghouti, pemerintah Israel yang dipimpin Bennet adalah pemerintah yang mendukung penjajahan dan rasisme, seperti Netanyahu.

“Kami tidak terkejut dengan pernyataan Bennet terkait ekspansi permukiman Yahudi ilegal. Dia adalah salah satu tokoh Israel yang paling anti dengan kemerdekaan Palestina sekaligus pelopor yahudisasi terhadap 62% wilayah Tepi Barat.”

“Koalisi pemerintahannya juga dipenuhi tokoh-tokoh garis kanan rasis yang mendukung pencaplokan kota suci Al-Quds dan undang-undang kebangsaan Yahudi yang menjadikan rakyat Palestina sebagai warga kelas dua, seperti dilansir elwatannews (13/06).

(T.RS)

Sumber: Rt Arabic, Al-Arabiya, The Jerusalem Post, Echoroukonline

 

leave a reply