Idit Harel Segal, Perempuan dari Keluarga Sayap Kanan Israel, Donor Ginjal untuk Bocah Palestina

Termotivasi dari sang kakek yang selamat dalam tragedi Holokaus, Idit Harel Segal bertekad mendonorkan ginjalnya untuk seorang bocah Palestina. Meski keputusan ini ditentang keras oleh keluarganya.

BY Edited Wed,07 Jul 2021,11:24 AM

Tel Aviv, SPNA - Adalah Idit Harel Segal (50 tahun), ibu tiga anak yang mengejutkan seluruh anggota keluarganya yang merupakan golongan sayap kanan ekstrem Israel, karena keputusannya mendonorkan ginjal untuk anak Palestina.

Kepada salah satu media Israel, Zman Yisrael, Segal mengatakan, "Saya ingin melakukan sesuatu yang besar, dan tidak ada yang lebih besar dari menyelamatkan nyawa seseorang."

Semangat itu ia dapatkan dari pesan kekeknya, seorang Yahudi yang berhasil selamat dari insiden Holokaus. Darinya ia belajar menjadikan hidup lebih berarti  untuk orang lain.

Wanita yang tinggal bersama suami dan tiga anaknya di Desa Eshhar, di utara Israel, mengatakan, "Saya merasa kecewa saat membaca kisah mereka yang pernah mendonasikan ginjal, karena mereka semua adalah laki-laki. Hati saya berkata, saya adalah perempuan kuat, saya akan melakukan itu. Bisikan itu benar, dan saya harus merealisasikannya."

Suaminya, Yuval, adalah salah satu di antara mereka yang terkejut dengan keputusan Segal.

"Kenapa kamu melakukan semua ini? Ini bukan candaan, bagaimana kalau ternyata anak kita nanti juga membutuhkan transplantasi ginjal?" Ucapnya seperti yang dicerita Segal.

Namun demikian, Yuval mengakui bahwa ia tidak berhak meragukan pilihan yang telah menjadi keputusan dari istrinya tersebut.

Ketika berita donasi tersebut sampai ke telinga keluarganya, mereka memberikan respon yang lebih buruk.

"Keputusan saya sepenuhnya di tentang mereka. Orang yang paling sulit mendengar berita itu adalah ayah saya. Ia sangat khawatir, khawatir bagaimana jika saya mati. Ia punya saudara dekat yang meninggal karena gagal ginjal, mungkin ini yang membuatnya ketakutan," cerita Segal.

Tidak sampai di situ, ayahnya bahkan mengusulkan Yuval agar melayangkan gugatan perceraian, akibat pilihan buruk tersebut. Ayah dan anak itu bahkan sempat tidak saling bicara untuk beberapa waktu lamanya. Segal dan keluarganya juga terpaksa merayakan Hari Raya Paskah tidak di rumah orang tuanya.

Anggota keluarga yang mendukung keputusan Segal hanyalah  tiga orang anaknya, yang masing-masing berumur 23, 15 dan 10 tahun. Anak pertamanya yang laki-laki sempat mengunggah sebuah postingan dukungan di media sosial. Unggahannya tersebut berhasil membuat heboh semua orang yang membacanya.

Sedangkan anak laki-lakinya yang berumur 15 tahun, sepenuhnya mendukung apa yang telah menjadi pilihan ibunya. Sedangkan si kecil perempuan, ia mengatakan bahwa ibunya superhero.

Alasan paling kuat buat Segal untuk melaksanakan niatnya tersebut adalah demi melawan paradigma bahwa hanya laki-laki yang sanggup melakukan pekerjaan besar, termasuk untuk mendonorkan ginjal.

Menurutnya perempuan mempunyai hak untuk menentukan nasib dan pilihannya masing-masing.

"Kita masih hidup di masyarakat dimana laki-laki memperlakukan perempuan dengan sangat protektif (tidak diberikan hak untuk memilih), seolah mereka adalah budak," ucapnya.

Gelombang penentangan datang lebih berat ketika keluarga tahu bahwa pasien yang akan menerima ginjalnya adalah seorang bocah dari Palestina.

Bocah Palestina tersebut (katakanlah namanya Bilal) mengalami kelainan ginjal yang ia derita sejak lahir. Ia merupakan balita tiga tahun dari seorang ayah yang berprofesi supir taksi. Ia juga memiliki saudara laki-laki berumur tujuh tahun. Dokter memvonis Bilal bahwa ia harus menjalani pencucian darah di sisi hidupnya yang baru saja dimulai.

Ketika Bilal disarankan untuk melakukan pencangkokan ginjal, sedang tidak satupun dari anggota keluarganya yang memiliki kecocokan, ayahnya mengambil keputusan untuk mendonorkan ginjalnya untuk seorang wanita Israel. Dengan imbalan si kecilnya akan berhak mendapatkan donoran ginjal ketika ada yang mau mendonasikannya.

Keluarga Segal semakin tidak bisa menerima keputusan anaknya itu. Bagaimana tidak, keluarga garis kanan keras tersebut pernah kehilangan dua anggota keluarganya di tangan warga Palestina. Kakek dari pihak Ayah Segal tewas dalam sebuah bentrokan di Yerusalem pada tahun 1948. Saat itu ayahnya kemudian diasuh oleh sebuah keluarga angkat. Dan pada tahun 2002, giliran saudara angkatnya yang meninggal dalam Intifada II.

Meski demikian, hal itu tidak berpengaruh kepada Segal.

"Saya rasa, donasi ini bersifat personal bukan politik. Identitas sang penerima donasi tidak membuat saya menyesal atau memikirkan kembali keputusan saya walau satu detik. Malah saya merasa inilah yang seharusnya terjadi. Setiap hari selalu saya lewati dengan rasa bahagia, karena berhasil menyelamatkan nyawa bocah imut itu," jelasnya.

Suaminya sempat melawan keputusan Segal dengan beberapa argumen setelah mengetahui identitas Bilal. Menurutnya apa yang dilakukan Segal akan sia-sia.

"Besok akan ada agresi Israel yang baru ke Gaza dan anak itu akan terbunuh. Lalu apa hasil dari pengorbananmu?” Ucap Yuval.

Sedangkan keluarganya, Segal memilih untuk tidak memberitahukan mereka identitas Bilal. Sampai sehari sebelum proses transplantasi berlangsung, telepon genggamnya berdering, dan itu adalah ayahnya. Di balik telepon, ayahnya mengatakan, "Kamu adalah anakku. Aku selalu mengharapkan segala yang terbaik untukmu."

Di sini Segal tidak sanggup membendung genangan air mata. Ia menangis sejadi-jadinya. Tangisannya bahkan membuatnya tidak bisa mendengar entah kata-kata apa yang diucapkan ayahnya selanjutnya.

Segal merasa sangat lega. Ia semakin yakin, apa yang dilakukannya tidak akan sia-sia.  Saat itulah, Segal memberitahukan ayahnya siapa yang akan menjadi penerima ginjalnya itu.

 "Saya memberitahukannya, bahwa yang akan menerimanya adalah seorang bocah Arab Palestina.”

Namun Ayahnya tidak memberikan komentar apapun lagi.

Ketika sampai di rumah sakit Beilinson, di Petah Tikva, tempat operasi akan berlangsung, awal bulan lalu (Juli), Segal menceritakan bahwa hal pertama yang ia minta adalah bertemu Bilal.

"Pertama-tama saya berjumpa dengan ayahnya.  Ia tersenyum dan menyambut saja dengan lembut. Saya mencoba menyapanya dengan beberapa kalimat bahasa Arab yang saya tahu. Saya juga membawa boneka dan buku anak karangan David Grossman yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab."

"Ada momen yang sangat menyentuh, ketika saya dan Ibunya Bilal berbicara dan bercanda di ruangan itu. Saya menyanyikan lagu pengantar tidur untuknya dalam bahasa Ibrani. Pada lagu ketiga, Bilalpun terlelap dalam tidurnya. Saya berkata dalam hati, apa yang sedang terjadi? Saya berada di satu ruangan dengan perempuan dan anak dari Palestina."

Momen lainnya yang sangat membekas bagi Segal adalah ketika ia berbicara dengan ayah Bilal.

"Dia sangat lucu, laki-laki itu seperti anak kecil, meskipun ia sebenarnya sudah berumur 31 tahun dan memiliki dua anak. Saya menawarinya kue, dan mengatakan ambillah salah satunya, dan ia memilih potongan yang lebih banyak coklatnya. Saat itu, sebuah pertanyaan sedih melintas dalam pikiran saya: Kenapa dunia tidak bisa seperti ini?"

"Mereka memberitahu saya bahwa rumah mereka telah hancur dalam operasi (militer) terakhir. Mereka memperlihatkan saya sebuah video sebuah rumah yang hancur, yang kemudian saya tahu itu adalah rumah mereka. Kalian sekarang tinggal dimana? Ia menjawab: Kadang kami menginap di rumah tetangga, kadang juga di rumah kerabat."

Setelah operasi berlangsung, Segal memberikan semua uang yang ia bawa untuk Bilal. Sekitar 450 Shekel atau kurang lebih dua juta rupiah. Seorang aktivis sayap kiri juga membantu mengumpulkan donasi dari orang-orang yang ada di rumah sakit. Galang dana dadakan itu berhasil mengumpulkan uang sebesar 3.000 shekel atau 13,3 juta rupiah.

Segal mengatakan, kedua keluarga tersebut sampai saat ini masih terus melakukan komunikasi melalui sambungan video call.

Pendirian Politik Segal yang Tidak Berubah

Di atas semua yang disampaikan Segal, tentang harapan perdamaian, cinta dan kemanusiaan, ia menegaskan bahwa secara politik hal tersebut tidak merubah apapun.

"Saya masih seorang garis kanan. Itu semua menyangkut kemanusiaan bukan politik. Kadang saya berfikir bahwa lebih baik jika seluruh warga Palestina mengungsi (meninggalkan tanah mereka) pada perang kemerdekaan (tahun 1948), sehingga tidak tersisa satupun. Tapi saya sadar, itu tidak mungkin terjadi."

"Menurut mereka -politikus di Palestina bukan warga biasa- semua kita adalah pembunuh."

"Apabila kalian membaca apa yang diberitakan dan dituliskan tentang kita di luar - tentang kekejaman Israel - itu semuan jauh dari yang sebenarnya. Manakah media Internasional yang menuliskan satu kaliamt saja tentang bantuan yang mereka (warga Palestina) terima dari kita, juga  keringat tim medis di Israel untuk pasien dari Palestina?"

Dikutip dari pihak rumah sakit, Bilal disebutkan sudah memasuki masa penyembuhan dengan sangat baik. Segal dan keluarga juga telah berhasil menghentikan perbedaan perdapat di antara mereka.

"Mereka tetap saja menyayangkan langkah saya, tapi mereka senang karena saya sudah sehat kembali. Yang paling penting bagi saya saat ini adalah bahwa saya 100 persen puas dan bahagia dengan apa yang saya lakukan," tutup Segal.

(T.HN/S: Times of Israel)

leave a reply
Posting terakhir