Israel Hancurkan Desa Al-Araqib untuk Kali ke-198

Al-Araqib adalah salah satu dari 45 desa Arab di Negev yang diduduki yang tidak diakui oleh otoritas pendudukan Israel. Hal ini membuat mereka kehilangan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, air, listrik, dan komunikasi, karena mereka dianggap sebagai desa ilegal menurut otoritas pendudukan Israel.

BY 4adminEdited Wed,23 Feb 2022,03:15 PM

Negev, SPNA - Otoritas pendudukan Israel, pada Selasa pagi (22/02/2022), menghancurkan sejumlah rumah untuk ke 198 kali berturut-turut, di desa Al-Araqib di wilayah Negev, dengan penjagaan ketat polisi pendudukan Israel.

Desa Al-Araqib adalah desa yang telah dicabut pengakuannya dan terancam diusir dari wilayah Negev, di wilayah pendudukan pada tahun 1948.

Pada Selasa ini, pembongkaran tenda penduduk Palestina di Al-Araqib terjadi untuk kedua kalinya sejak awal tahun 2022 dan telah dirobohkan sebanyak 14 kali pada tahun lalu.

Sementara penduduk desa Al-Araqib membangun gubuk mereka kembali dari penutup kayu untuk melindungi mereka dari panas yang ekstrem di musim panas, dan dingin yang menyengat di musim dingin, serta untuk menghadapi rencana penggusuran dari tanah mereka.

Otoritas pendudukan Israel terus menghancurkan desa Al-Araqib sejak tahun 2000 sebagai upaya untuk membuat penduduk desa menjadi frustrasi dan putus asa, serta menggusur mereka dari tanah mereka sendiri. Penduduk desa menolak dan menekankan ikatan mereka terhadap tanah dan menegaskan tidak akan pergi.

Desa Al-Araqib terletak di gurun Negev di dalam wilayah pendudukan Israel pada tahun 1948, tepatnya di utara kota Beersheba. Tanah desa membentang di atas area 1050 dunum atau seluas 105 hektare, yang berjarak 110 km ke selatan Yerusalem.

Al-Araqib terdiri dari empat puluh rumah, yang sebagian besar terbuat dari lembarang seng dan dihuni oleh sekitar tiga ratus orang, yang sebagian besar merupakan keluarga Al-Turi, menurut data statistik 2010.

Al-Araqib adalah salah satu dari 45 desa Arab di Negev yang diduduki yang tidak diakui oleh otoritas pendudukan Israel. Hal ini membuat mereka kehilangan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, air, listrik, dan komunikasi, karena mereka dianggap sebagai desa ilegal menurut otoritas pendudukan Israel.

Otoritas pendudukan Israel terus menghancurkan fasilitas dan rumah Arab di negara tersebut, meskipun baru-baru mereka membekukan amandemen Pasal 116 A dalam Undang-Undang Perencanaan dan Konstruksi. Undang-undang ini akan membekukan pembongkaran ribuan rumah Arab selama dua tahun, sehingga memungkinkan mereka untuk memiliki izin dan mencegah pembongkaran rumah mereka.

Meskipun begitu, pembongkaran dan penghancuran tetap dilanjutkan dengan berpedoman pada UU Perencanaan dan Kontruksi yang didalamnya terdapat UU Kaminitz, ditambah UU Pertanahan Israel.

Pada Oktober 2017, Amandemen 116 Undang-Undang Perencanaan dan Pembangunan Israel mulai berlaku yang dikenal sebagai Hukum Kaminitz, yang mengekang ikatan di antara penduduk Palestina dan mencegah kontruksi bangunan yang tidak sah menurut standar pendudukan Israel.

Amandemen ini menimbulkan bahaya besar bagi penduduk dan tanah Palestina dan tanah dengan konsekuensi hukuman berat dan denda tanpa harus dibawa ke pengadilan.

Konsekuensi berat dari undang-undang ini juga termasuk membayar dana yang sangat tinggi mencapai ratusan ribu atau jutaan shekel, menghentikan penggunaan bangunan atau menutupnya, meminta penduduk untuk mengosongkan rumah atau toko, dan mengeluarkan perintah pembongkaran rumah mereka sendiri.

Pemberontakan penduduk sipil meletus di Negev pada bulan lalu, setelah buldoser Israel menghancurkan puluhan hektare tanah di desa-desa Al-Atrash, Sa'wa dan Al-Ruwais di wilayah Negev, dalam rangka untuk merampas tanah penduduk sipil Palestina.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir