Bermaksud Bunuh Pengungsi yang Kelaparan, Israel Ubah “Koridor Aman” Gaza Selatan Jadi Zona Jebakan

“Saya secara ajaib selamat. Kami tidak menimbulkan bahaya apa pun (bagi tentara Israel). Kami mematuhi instruksi pesan mereka. Bukannya selamat, kami malah meninggal (dibunuh). Saya berusaha pindah ke selatan karena lapar membunuh kami. Tidak ada makanan, dan satu kilogram tepung sekarang berharga 120 shekel atau 31,5 dolar,” tutur Fayez Jundiyeh, salah seorang penduduk Gaza.

BY 4adminEdited Wed,28 Feb 2024,03:41 AM

Jenewa, SPNA - Berdasarkan laporan lembaga pemantau HAM internasional, Euro-Med Monitor, yang dikeluarkan pada Minggu (25/02/2024), setelah Israel memaksa penduduk sipil Palestina mengungsi dari kota Gaza ke daerah Al-Mawasi di selatan Jalur Gaza, tentara Israel membunuh penduduk sipil tersebut di pos pemeriksaan Wadi Gaza di tengah Jalur Gaza. Tentara Israel juga menyerang penduduk sipil yang menunggu truk bantuan di dekat pos pemeriksaan militer.

Euro-Med Monitor mendokumentasikan tentara Israel membunuh sebanyak 30 penduduk sipil Palestina ketika mereka sedang menunggu truk bantuan di sekitar bundaran Nabulsi di Jalan Al-Rashid, barat daya Kota Gaza.

Selama evakuasi paksa terhadap lebih dari 300 penduduk sipil, yang mayoritas di antaranya adalah perempuan, anak-anak, dan lansia dari kota Gaza ke bagian selatan Jalur Gaza, yang dimulai pada Kamis 22 Februari, tim lapangan Euro-Med Monitor mencatat hal yang mengerikan. Tank Israel menembakkan peluru artileri dan peluru ke arah penduduk sipil, padahal pada saat itu membawa bendera putih, mematuhi perintah tentara Israel, dan berjalan di jalan-jalan yang ditunjuk oleh tentara. Namun, mereka tetap menjadi sasaran serangan Israel.

Berdasarkan laporan tersebut, penduduk sipil terpaksa mengungsi dari daerah permukiman di Al-Zaytoun dan kota Gaza lainnya. Mereka kemudian diperintahkan untuk pindah ke Jalan Al-Rashid dan dari sana ke Al-Mawasi, di selatan Jalur Gaza. Meskipun mengikuti instruksi tentara Israel, mereka menjadi sasaran penembakan langsung antara pukul 11:30 hingga 12:30 waktu setempat.

Lembaga ini menyebut bahwa gelombang pengungsian paksa ini terjadi pada saat yang sama ketika ratusan penduduk sipil berkumpul menunggu truk bantuan. Banyak yang terkejut ketika tank-tank Israel muncul dan menembaki penduduk sipil, yang membunuh 28 orang dan melukai sekitar 80 lainnya.

Penduduk Palestina yang tinggal di Shuja’iyya di timur kota Gaza, Fayez Jundiyeh, bercerita kepada Euro-Med Monitor tentang pengalamannya.

“Kami menerima pesan dari tentara Israel untuk pergi ke Jalan Al-Rashid dan menuju ke selatan (Jalur Gaza) melalui jalan raya, jadi kami berangkat pada pukul 11:00 pada hari Kamis pagi. Di antara pengungsi ada anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia yang mengibarkan bendera putih. Pada saat kami tiba di persimpangan Nabulsi (barat daya kota Gaza), tentara tiba-tiba menembaki kami. Kami melarikan diri, meninggalkan banyak orang meninggal dan terluka,” ungkap Fayez Jundiyeh.

Jundiyeh menambahkan ia termasuk beruntung dibandingkan pengungsi lainnya yang terkena serangan Israel dan akhirnya meninggal.

“Saya secara ajaib selamat. Kami tidak menimbulkan bahaya apa pun (bagi tentara Israel). Kami mematuhi instruksi pesan mereka. Bukannya selamat, kami malah meninggal (dibunuh). Saya berusaha pindah ke selatan karena lapar membunuh kami. Tidak ada makanan, dan satu kilogram tepung sekarang berharga 120 shekel atau 31,5 dolar,” kata Fayez Jundiyeh,

Penduduk sipil lainnya, yang berasal dari Jabal Al-Rais, di timur kota Gaza, Nidaa Muhammad Suwaidan, juga bercerita kepada tim Euro-Med Monitor.

“Saya mengungsi dari satu tempat ke tempat lain sejak awal perang. Suami saya sedang dirawat di Rumah Sakit Eropa Gaza di Khan Yunis, setelah mengalami luka akibat tembakan Israel,” kata Nidaa Muhammad Suwaidan.

Nidaa Suwaidan bercerita bahwa tentara Israel memerintahkan mereka pergi ke selatan Jalur Gaza, dengan alasan jalan aman. Ia pun pergi bersama ketiga putranya (yang tertua berusia delapan tahun) dan adik laki-lakinya Hassan Al-Rifai, yang menggendong anak Nidaa Suwaidan yang masih berusia dua tahun, Dhaif Allah Suwaidan. Namun, ketika keluarga tersebut tiba di Jalan Nabulsi, mereka menjadi sasaran tembakan tank Israel.

“Keponakan saya ikut bersama kami, menunggu truk tepung. Ada banyak orang di sana. Saya berharap bisa melihat suami saya terluka (di rumah sakit). Adik saya terbunuh dan putra saya Dhaif terluka. Ia masih shock dan tidak berbicara. Saya terkena pecahan peluru. Ada banyak orang tewas dan terluka,” cerita Nidaa Muhammad Suwaidan.

Seorang perempuan berusia 40 tahun yang tidak mau disebutkan namanya karena alasan keamanan mengatakan kepada Euro-Med Monitor bahwa dirinya juga pergi ke Jalan Al-Rashid untuk melarikan diri ke selatan Jalur Gaza, karena mengalami lapar yang parah. Ia pergi bersama dengan ketiga anaknya, anak laki-laki yang berusia dua tahun, tujuh, dan delapan tahun, serta saudara laki-lakinya yang berusia 30 tahun. Namun, tiba-tiba, terjadi penembakan dan pemboman.

“Jalan dipenuhi ratusan mayat, baik yang terluka maupun meninggal dunia. Ketika saya kembali ke Rumah Sakit Al-Shifa, banyak sekali korban meninggal dunia dan luka-luka sehingga kami tidak bisa bergerak. Kami sekarat karena lapar dan kami sekarat karena pemboman,” kata perempuan tersebut.

Bilal Ahmed Abdel Karim, pengungsi lainnya yang juga bercerita kepada Euro-Med Monitor, mengungkapkan bahwa mereka ditembak tentara Israel.

“Saya pergi ke Jalan Al-Rashid untuk menunggu truk bantuan. Alih-alih mendapatkan bantuan, (kami) malah ditembak. Peluru terbang ke ke arah kami. Puluhan orang lainnya yang terkena peluru juga pengungsi yang melarikan diri ke Selatan. Entah dari mana, tank-tank itu bergerak mendekat dan mulai menembakkan peluru dan peluru tajam, membunuh dan melukai puluhan orang. Saya adalah salah satu korban luka,” kata Bilal Ahmed Abdel Karim.

Sejak 7 Oktober 2023, Israel yang telah diadili di hadapan pengadilan internasional atas tuduhan melakukan genosida terhadap warga Palestina, masih terus melancarkan perang dahsyat di Gaza yang hingga hari Selasa (27/02), telah membunuh 29.878 dan melukai 70.215 orang, di mana sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Ribuan penduduk Palestina di Jalur Gaza masih hilang di bawah reruntuhan bangunan yang dibom Israel.

Sementara itu, berdasarkan laporan pihak berwenang Jalur Gaza dan organisasi internasional, lebih dari 85 persen atau sekitar 1,9 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza terpaksa harus mengungsi setelah kehilangan tempat tinggal dan penghidupan akibat pemboman Israel.

(T.FJ/S: Euro Med Monitor)

leave a reply
Posting terakhir