Israel menantang dunia: Saya adalah negara Apartheid, apa yang akan Anda lakukan?

Birmingham, SPNA - Anda mungkin ingat 19 Juli 2018, hari di mana Knesset Israel mengesahkan RUU Negara Bangsa, atau yang lebih tepat disebut,

BY 4adminEdited Wed,25 Jul 2018,03:52 PM

Oleh: Profesor Kamel Hawwash

Birmingham, SPNA - Anda mungkin ingat 19 Juli 2018, hari di mana Knesset Israel mengesahkan RUU Negara Bangsa, atau yang lebih tepat disebut, "Hukum Negara Yahudi Apartheid". Sebuah undang-undang yang memberi ruang bagi orang Yahudi untuk mendominasi warga Arab Palestina yang jumlahnya lebih sedikit, bahkan meskipun warga Palestina tersebut berkedudukan sebagai warga negara.

Ibu saya, yang lahir di Yerusalem sebelum terbentuknya Israel, tidak memiliki hak di kota suci atau tanah airnya tersebut. Namun seorang wanita Yahudi yang (sebelumnya) tidak memiliki keterikatan dengan Israel, dapat "kembali" ke tanah yang bukan asalnya tersebut. Melalui hukum, para penyerbu (Yahudi) yang datang ke tanah air kami (Palestina), telah mengalihkan hak untuk memeiliki tanah air Palestina yang saya miliki kepada mereka. Mereka pun menganulir hak ibuku untuk kembali ke tanah airnya melalui hukum internasional.

Saya bisa dengar teriakan “ini adalah tanah air Yahudi karena kami telah berada di sini sejak ribuan tahun lalu”, benarkah? Jika orang Yahudi – khususnya Zionis - percaya bahwa mereka berhak untuk kembali ke tanah itu setelah ribuan tahun -lalu bagaimana mereka bisa menolak hak orang Palestina untuk kembali tanah tersebut setelah 71 tahun? Kenyataannya, resolusi PBB 194 yang diabadikan dalam hukum internasional memberi hak kepada orang Palestina untuk kembali ke tanah mereka.  Namun, tidak ada referensi dalam hukum internasional yang memberikan "hak untuk kembali"  ke tanah Palestina yang bersejarah terhadap orang Yahudi.

Izinkan saya menjelaskan. Saya tidak menolak keterikatan Yahudi, Kristen atau Muslim terhadap situs-situs suci di Palestina yang bersejarah. Namun, orang-orang Palestina menolak gagasan untuk memilih orang Yahudi memiliki "hak untuk kembali" ke tanah air kami, saat ini dan selamanya. Tidak ada orang lain yang diberikan hak atas tanah gratis itu selamanya, pun dengan orang Yahudi.

Perdana menteri Israel mendorong pengadopsian RUU ini sebab ia melihat adanya peluang untuk membuat kemenangan besar selama Presiden AS Trump masih menjabat dan telah memberi Israel 'carte blanche' untuk menerapkan kebijakan yang diinginkannya.

"Seratus dua puluh dua tahun setelah (pendiri Zionisme Modern Theodore) Herzl membuat visinya, dengan hukum ini kami menentukan prinsip pendirian eksistensi kami," Benjamin Netanyahu mengatakan, dan ini adalah "momen yang menentukan" untuk Israel, tambahnya.

"Israel adalah negara bangsa bagi orang-orang Yahudi, dan menghormati hak semua warganya."

Apa yang Netanyahu tidak katakan pada kita adalah mana persisnya perbatasan negara ini? Hak apa yang dimiliki warga negara non-Yahudi yang berstatus sebagai penduduk asli Palestina dalam batas-batas yang diakui secara internasional? Netanyahu dan pendukung Israel harus ingat bahwa 20 persen "minoritas" yang mereka bentuk tidak akan menjadi minoritas jika bukan karena pembersihan etnis terhadap 750.000 kerabat mereka pada tahun 1948. Bukankah orang-orang Palestina tersebut dipaksa keluar melalui Teror Yahudi? jumlah mereka akan sama, atau mungkin lebih besar dari orang Yahudi Israel yang sekarang tinggal di Palestina yang bersejarah.

Netanyahu juga gagal menjelaskan status warga Palestina yang diduduki yang tidak memiliki kewarganegaraan di negara bagian ini. Hak apa yang mereka miliki? Mereka bukan warga Israel atau Palestina.

Banyak yang telah diubah sejak Hukum Negara Bangsa ini disetujui, tetapi kemarahan terlanjur ada. Undang-undang ini dipandang sebagai yang paling buruk dan "kontroversial". Israel telah menantang dunia untuk mengatakan 'tidak' pada negara rasis dan Apartheid, namun dunia baru saja menyatakan keprihatinan bahwa undang-undang tersebut dapat menghambat proses perdamaian, yaitu solusi dua negara. Netanyahu menantang dunia dan dunia belum siap untuk memperjuangkan kesetaraan dasar antara warga negara.

Melalui keheningannya, dunia bisa dikatakan 'setuju' bahwa Palestina bersejarah adalah tanah air yang diperuntukkan bagi orang Yahudi. Dunia setuju bahwa penduduk asli Palestina tidak memiliki hak, kecuali diberikan oleh 'negara Yahudi' dan hanya jika Yahudi Israel setuju dengan itu. Orang Yahudi dapat membangun permukiman hanya untuk orang Yahudi, sementara bagi orang Palestina, mereka harus menunggu keputusan dari komite penerimaan apakah akan mengizinkan mereka hidup di antara orang Yahudi. Mereka dapat memutuskan apakah anak-anak Palestina dapat bermain di taman kanak-kanak bersama anak-anak Yahudi dan apakah mereka dapat berenang bersama dalam satu kolam renang.

Dengan mengukuhkan "Yerusalem Bersatu" sebagai ibukota abadi mereka, orang Yahudi Israel dapat memutuskan untuk berapa lama Masjid Al-Aqsha bisa tetap ada.

Mungkin AS telah menerima jaminan dari beberapa pemimpin Arab dan Muslim bahwa sejak Muslim memiliki dua masjid suci di Makkah dan Madinah -sementara Yahudi tidak memiliki satupun kuil suci- maka memberikan Al-Haram Al-Sharif (al-Aqsha) untuk Yahudi adalah hal yang bisa diterima. Lagi pula tampaknya perlindungan dari ancaman Iran memerlukan harga yang mahal. Instalasi kuil Yahudi bisa menjadi bagian dari "kesepakatan". Saya tentu saja tidak tahu apakah kasusnya seperti ini, tetapi kita hidup di masa-masa yang ganjil.

Israel telah membatasi seruan Adzan karena dianggap mengganggu pemukim Yahudi ilegal. Sekarang, bahasa bahasa Arab, statusnya telah diturunkan dari bahasa resmi negara menjadi "status khusus". Bentuk serangan lain terhadap penduduk asli Palestina.

Jika saja Israel bukanlah sebuah langkah rasial saat didirikan, sekarang pun pasti menjadi negara rasis. Kecuali definisi rasisme baru telah dibuat yang memberikan pengecualian kepada negara Yahudi yang memproklamirkan diri. Negara rasis pantas dikritik, dikucilkan, dan diisolir sampai ia menyesali dan menghapus semua hukum rasisnya. Undang-undang ini hanya satu dari puluhan hukum yang sudah mendiskriminasi orang-orang non-Yahudi.

Tidak ada alasan dunia untuk tidak melakukan tindakan terhadap Israel yang rasis.

Bagaimana AS mendukungnya saat ini? Apologis Zionis dan Israel serta 'Trio Trump'; Greenblatt, Kushner dan Friedman, belum mengeluarkan pernyataan apapun tentang undang-undang ini. Mereka, terutama Greenblatt yang secara efektif menge-tweet untuk Israel, membantu Israel mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan berupaya menyangkal hak-hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah mereka. Visi mereka untuk perdamaian hampir dengan cepat mendukung penerapan undang-undang baru ini.

Uni Eropa telah mengungkapkan keprihatinan meski tidak mengutuknya.

Kepemimpinan Palestina telah 'tidur berjalan' ke tempat ini, dan seperti biasa, tanpa strategi untuk menghadapinya. Tanggapan yang tepat terhadap pengesahan undang-undang saat awal-awal pengesahannya bagi PLO adalah seharusnya menyatakan mengakhiri Kesepakatan Oslo yang telah membawa malapetaka, untuk membubarkan Otorita Palestina dengan segera, termasuk mengakhiri keamanan tak bermoral berkoordinasi dengan negara Apartheid (Israel). PLO telah diberi mandat untuk tidak mengakui Israel oleh Dewan Nasional Palestina. Saat itu telah tiba. Bagaimana bisa Palestina terus mengakui negara Apartheid yang juga menyangkal semua hak mereka dan kemudian duduk dengan perwakilannya untuk menegosiasikan solusi dua negara yang ditolak undang-undang ini?

Sudah saatnya bagi warga Palestina untuk meninjau perjuangan mereka dan mengadopsi seruan untuk persamaan hak bagi semua orang yang mendiami Palestina dan mengembalikan para pengungsi ke rumah mereka. Perjuangan akan terus berlanjut sampai hak-hak ini terwujud.

Semua negara, terutama yang mengklaim sebagai demokrasi gaya barat, harus memutuskan hubungan dengan Israel Apartheid, termasuk negara-negara Arab yang telah menjalin hubungan dengannya.

Adapun sisanya yang mendukung Israel baik sebagai individu maupun organisasi, sudah cukup. Israel ini bukan negara yang dapat didukung atau dideklarasikan seorang teman. Secara khusus, kelompok "teman-teman Israel" di partai politik Inggris harus menutup diri atau mengganti nama mereka secara tepat sebagai "Friends of Apartheid Israel". Itulah yang seharusnya dikatakan. Anggota Honourable dan Right Honourise kemudian harus mengundurkan diri dari kelompok-kelompok pendukung rasisme ini dan sebagai gantinya bergabung dengan gerakan BDS.

Jika Apartheid Israel ditoleransi, selanjutnya adalah Apartheid Myanmar dan pintu akan terbuka untuk negara-negara lain ke pengadilan Apartheid. Demi anak-anak kita jangan biarkan rasisme ditoleransi di mana saja.

(T.RA: MEMO, telah diterjemahkan dengan beberapa penyesuaian)

 

Profesor Kamel Hawwash adalah seorang akademisi teknik Palestina Inggris yang berbasis di University of Birmingham. Dia adalah komentator urusan Timur Tengah, Wakil Ketua Dewan Kebijakan Palestina Inggris (BPPC) dan anggota Komite Eksekutif Kampanye Solidaritas Palestina (PSC))

leave a reply
Posting terakhir