Sudan Hapus Undang-Undang Berusia 63 Tahun tentang 'Boikot Israel'

Sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) akhirnya disetujui dalam rapat Dewan Berdaulat dan Kabinet Sudan, yang akan membatalkan undang-undang pada 1953, yang berisi larangan menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel.

BY Edited Wed,21 Apr 2021,02:08 PM

Khartoum, SPNA - Pemerintah Sudan menyatakan perlawanan dan pembatalan terhadap sebuah undang-undang berusia 63 tahun, yang di dalamnya mencakup pemboikotan terhadap Israel. Langkah ini merupakan bagian dari upaya normalisasi hubungan dengan negara Zionis tersebut. Pada hari Senin (19/04/2021) sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) akhirnya disetujui dalam rapat Dewan Berdaulat dan Kabinet Sudan, yang akan membatalkan undang-undang pada 1953, yang berisi larangan menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel.

“Beberapa waktu lalu, dalam rapat Dewan Berdaulat dan Dewan Menteri,” tulis Menteri Kehakiman Nasredeen Abdulbari di Twitter. “Kami menyetujui draf undang-undang dan berbagai amandemen (mengadopsi sistem keuangan ganda), kemitraan antara sektor publik dan swasta, investasi, dan pembatalan boikot terhadap Israel.”

Pernyataan Abdulbari ini mendapat kecaman dari para pengguna Twitter. “Undang-undang (pemboikotan 1958) telah disetujui oleh berbagai badan terpilih,” kata seorang pengguna. “Semua undang-undang yang diterapkan oleh otoritas kudeta saat ini hanya mewakili orang-orang yang menandatanganinya saja. Kami, rakyat Sudan, tidak memilih Nasreddin, Hamdok, atau Al-Burhan. Maka semua keputusan dan undang-undang yang mereka keluarkan, hanya mewakili diri mereka semata. Dan ini menghianati rakyat.

Pengguna lainnya menayakan apa hak rezim saat ini menghapus undang-undang tersebut. Dia menunjukkan bahwa undang-undang 1958 diadopsi oleh parlemen terpilih. Mengimpor barang-barang Israel, baik langsung maupun tidak, juga menjadi larangan dalam undang-undang ini.  Mereka yang melanggar ketentuan ini diancam hukuman 10 tahun penjara.

Sudan setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel tahun lalu setelah tekanan dari pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump. Negara Afrika ini setuju untuk mengakui negara pendudukan dengan imbalan penghapusannya dari daftar negara AS yang mensponsori terorisme dan pembayaran ratusan juta dolar sebagai kompensasi kepada keluarga korban pemboman Kedutaan Besar AS di Afrika Timur pada tahun 1998.

Khartoum tetap dalam keadaan rapuh setelah pemberontakan rakyat yang menyebabkan militer menggulingkan Presiden otokratis lama Omar Al-Bashir pada April 2019. Negara itu sekarang diperintah oleh pemerintah gabungan militer dan sipil.

Pada tahun 1967, Liga Arab mengadopsi sikap terhadap Israel yang dikenal sebagai Deklarasi Khartoum. Deklarasi ini terkenal karena mengandung apa yang kemudian dikenal sebagai "Tiga Tidak", yaitu "tidak ada perdamaian dengan Israel, tidak ada pengakuan atas Israel, tidak ada negosiasi dengan Israel.”

(T.RA/S: MEMO)

leave a reply
Posting terakhir