Mengenal Sejarah Peringatan Hari Tanah Palestina

Untuk menghentikan aksi protes dan demonstrasi tersebut, otoritas pendudukan Israel menanggapinya menggunakan operasi militer berdarah yang dipimpin oleh Jenderal Rafael Eitan. Pasukan pendudukan Israel yang didukung oleh sejumlah tank dan kendaraan lapis baja, menyerbu berbagai desa dan kota Arab-Palestina, dan mulai menembak penduduk Palestina secara acak. Enam penduduk Palestina meninggal dunia, di mana empat orang meninggal dunia akibat peluru tentara Israel dan dua oleh serangan polisi. Puluhan terluka dan ratusan lainnya ditangkap.

BY 4adminEdited Thu,31 Mar 2022,05:59 PM

Ramallah, SPNA - Penduduk Palestina di seluruh dunia, pada Rabu (30/03/2022), memperingati 46 tahun Hari Tanah, di mana ceritanya berawal pada tahun 1976 di Sakhnin, Deir Hanna dan Arraba ketika penduduk Palestina menghadapi upaya otoritas pendudukan Israel untuk merampas tanah mereka. Konfrontasi dan perlawanan kemudian menyebar ke sejumlah kawasan Galilea, yang mengakibatkan tewasnya enam penduduk Palestina, 49 orang terluka, dan sekitar 300-an penduduk Palestina ditahan.

Awal Kisah Hari Tanah

Awal peristiwa kembali pada saat otoritas pendudukan Israel, yang dipimpin oleh Yitzhak Rabin pada tahun 1975, mengumungkan rencana Yahudisasi wilayah Galilea, dengan tujuan membangun komunitas permukiman Yahudi di atas tanah milik warga Arab-Palestina yang merupakan penduduk mayoritas di wilayah tersebut dengan “Proyek Pembangunan Galilea”.

Lantas, pada 29 Februari 1976, otoritas pendudukan Israel menyetujui perampasan 21.000 dunum atau 2.100 hektare lahan milik petani Palestina dari kota Sakhnin, Deir Hanna, Arraba, dan Arab Al-Sawa'id dan mengalokasikannya untuk pembangunan permukiman Yahudi.

Selama tahun antara 1948 dan 1972, otoritas pendudukan Israel telah menyita lebih dari satu juta dunum atau lebih 100 ribu hektare tanah berbagai desa Arab-Palestina di Galilea dan Musallas (Triangle). Sedangkan, jutaan dunum lainnya sudah dirampok Israel pada pada tahun 1948.

Menyusul keputusan perampasan tanah, Komite Pertahanan Tanah Palestina dari komite lokal, bertemu dalam rapat umum yang diadakan di kota Nazareth pada tanggal 18 Oktober 1975. Mereka membahas perkembangan terkini dan cara menyikapi proses perampasan tanah oleh Israel. Mereka kemudian sepakat untuk mendeklarasikan aksi mogok massal satu hari pada tanggal 30 Maret 1976.

Pada tanggal 29 Maret 1976, pihak berwenang otoritas pendudukan Israel dengan cepat mengumumkan jam malam di desa Sakhnin, Arraba, Deir Hanna, Tur’an, Tamra dan Kabul, yang dimulai pukul lima sore. Otoritas pendudukan Israel menyatakan semua demonstrasi ilegal dan mengancam akan menembak siapa saja yang dianggap “para penghasut” untuk mencegah aksi mogok massal.

Terlepas dari berbagai ancaman Israel, Pada tanggal 30 Maret, aksi protes menyebar ke semua komunitas Palestina, mulai dari Galilea di utara Palestina hingga Negev di selatan Palestina. Demonstrasi besar-besaran yang mengecam dan menolak keputusan perampasan tanah terjadi di seantero negeri.

Untuk menghentikan aksi protes dan demonstrasi tersebut, otoritas pendudukan Israel menanggapinya menggunakan operasi militer berdarah yang dipimpin oleh Jenderal Rafael Eitan. Pasukan pendudukan Israel yang didukung oleh sejumlah tank dan kendaraan lapis baja, menyerbu berbagai desa dan kota Arab-Palestina, dan mulai menembak penduduk Palestina secara acak. Enam penduduk Palestina meninggal dunia, di mana empat orang meninggal dunia akibat peluru tentara Israel dan dua oleh serangan polisi. Puluhan terluka dan ratusan lainnya ditangkap.

Korban meninggal dunia antara lain: Khair Yassin (23 tahun) dari Arrabat Al-Battuf, Raja Abu Raya (23 tahun) dari Sakhnin, Khader Khalila (27 tahun) dari Sakhnin, Khadija Shawahna (23 tahun) dari Sakhnin, dan Mohsen Taha (15 tahun) dari Kafr Kanna, dan Raafat Ali Zuhairi (19 tahun), dari Nur Shams.

Aksi protes ini kemudian dianggap sebagai tantangan dan perlawanan pertama Palestina di dalam negeri dalam menghadapi otoritas pendudukan Israel dan kebijakan perampasan tanah yang mereka lakukan sejak Nakba tahun 1948.

Sejak saat itu, penduduk Palestina telah mengorganisir banyak aksi demonstrasi untuk membela tanah mereka. Namun, otoritas pendudukan Israel menghadapi penduduk Palestina dengan serangan, penindasan brutal, sehingga konfrontasi kekerasan meletus, yang menyebabkan korban luka, penangkapan, dan tak jarang penduduk Palestina meninggal dunia di tanah pasukan pendudukan Israel.

Peringatan Hari Tanah tahun 2022 ini hadir di tengah eskalasi dan rencana perampasan tanah yang dilakukan Israel di Negev, yang dimulai dengan kejahatan pembongkaran rumah penduduk Arab-Palestina di Negev, penghancuran lahan pertanian, dan pengrusakan tanaman. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memaksakan lebih dari 150.000 penduduk Arab-Palestina di daerah tersebut pindah.

Penduduk Negev dalam Bahaya Pengusiran

Sementara itu, selama beberapa tahun terakhir, pasukan pendudukan Israel terus menggunakan dalih operasi penghijauan di berbagai desa Arab di gurun Negev sebagai alasan untuk menjarah dan merebut ratusan hektare tanah Arab Palestina.

Dengan dalih “Penghijauan Gurun”, otoritas pendudukan Israel bertujuan untuk mengusir penduduk Palestina di Negev, terutama di desa-desa yang telah dicabut pengakuannya oleh pemerintah pendudukan Israel, dari tanah mereka. Otoritas pendudukan Israel selanjutnya akan menanami tanah mereka dengan pohon hutan, dan melarang penduduk desa-desa Arab masuk dan menggunakan lahan mereka sendiri.

Pasukan pendudukan Israel mulai menyerang enam desa Arab sejak Senin lalu (10/01/2022), mulai dari desa Al-Mashash, Al-Zarnouk, Bir Al-Hamam, Al-Ruwais, Al-Ghara', dan Khirbet Al-Watan. Aksi penyerangan disertai pasukan kavaleri dan anjing polisi untuk mencegah rakyat mempertahankan tanahnya.

Pada 24 Juni 2013, Knesset Israel mengesahkan Undang-undang Prawer, atas rekomendasi mantan Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional, Ehud Prawer pada 2011, untuk menggusur dan mengusir penduduk dari puluhan desa Arab Palestina dari gurun Negev, kemudian akan mengumpulkan mereka ke sebuah kota yang dikhususkan bagi mereka agar mudah dikontrol. Sebuah komite khusus telah dibentuk untuk mewujudkan tujuan ini.

Undang-undang tersebut bertujuan untuk menghancurkan 35 desa Arab Palestina yang telah dicabut pengakuannya oleh pemerintah pendudukan. Undang-undang tersebut akan akan merampas lebih dari 800.000 dunam atau 80 ribu hektare lahan yang dimiliki oleh 150.000 penduduk desa tersebut, dari jumlah 300.000 penduduk Arab Palestina yang tinggal di Negev.

(T.FJ/S: Wafa, Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir

Mengapa Israel Rampas Sejarah Islam dan Palsukan Sejarah Palestina?

Pendudukan Israel berusaha memberikan karakteristik Yahudi terhadap berbagai lini kehidupan publik, sejarah, dan warisan Palestina, setelah studi ilmiah dan sejarah telah membuktikan ketidakabsahan narasi Yahudi tentang haknya di Palestina. Pendudukan Israel kemudian memalsukan sejarah dan warisan Palestina demi manfaatnya sendiri, melegitimasi pendudukan Israel di tanah Palestina.