Palestina: Memperbanyak Pemukiman Ilegal Menutup Pintu Bagi Solusi Politik

Kementerian Luar Negeri menganggap bahwa lemahnya respons internasional dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah AS, memberikan impunitas bagi otoritas pendudukan Israel untuk melakukan lebih banyak kejahatan dan memberikan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tujuan penting untuk melakukan kolonialisasi Tepi Barat dengan mengorbankan tanah negara Palestina.

BY 4adminEdited Sun,04 Sep 2022,01:54 PM

Ramallah, SPNA - Kementerian Luar Negeri Palestina, pada Sabtu (03/09/2022), mengatakan bahwa memperdalam dan menambah permukiman ilegal menutup pintu bagi solusi politik untuk menyelesaikan konflik dan akan membuka pintu bagi kekerasan tanpa akhir.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu, Kementerian Luar Negeri mengutuk operasi penambahan dan perluasan pemukiman kolonial Israel di sepanjang Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, yang terakhir perampasan tanah penduduk Palesitina di kota Sinjil, sebelah utara Ramallah, dengan tujuan untuk menghubungkan permukiman-permukiman ilegal Israel di daerah tersebut satu sama lain.

“Proyek permukiman ilegal baru ini meningkatkan pemisahan wilayah Palestina, memisahkan kawasan Palestina sepenuhnya dari satu kawasan dangan sama lain dan mengubahnya menjadi pulau-pulau di lautan permukiman besar (ilegal Israel), yang juga mengarah pada penghancuran setiap kawasan geografis Palestina di Tepi Barat,” sebut Kementerian Luar Negeri Palestina.

Kementerian Luar Negeri menunjukkan bahwa serangan permukiman ilegal paling parah terkonsentrasi di Yerusalem Timur yang diduduki dan kawasan sekitarnya, di mana jumlah proyek permukiman ilegal baru mencapai sembilan proyek. Proyek permukiman ilegal ini disertai dengan peningkatan nyata terhadap penghancuran rumah-rumah dan bangunan milik penduudk Palestina, di mana diperkirakan sebanyak 35 penghancuran bangunan terjadi selama bulan Agustus saja.

“Negara pendudukan Israel secara komprehensif membajak Tepi Barat, mempraktikkan tindakan-tindakan penganiayaan, rasisme, dan penindasan terburuk terhadap penduduk negara kita (Palestina). Mereka melakukan tindakan-tindakan pembersihan etnis terburuk terhadap kehadiran orang-orang Palestina di Yerusalem dan daerah-daerah yang diklasifikasikan sebagai Zona C dan menanganinya sebagai bagian tak terpisahkan dari kedaulatan Israel,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina.

Kementerian Luar Negeri juga mengutuk pembatasan yang saat ini ingin diterapkan oleh otoritas pendudukan Israel terhadap orang asing yang ingin memasuki dan tinggal di Tepi Barat atau untuk tujuan bekerja, belajar, atau sekadar melakukan aktivitas apa pun, termasuk studi, pertukaran budaya, dan akademik dengan negara-negara di dunia.

“Tindakan ini mencerminkan realitas perang terbuka otoritas pendudukan Israel melawan rakyat kita (Palestina), tidak hanya dengan tujuan mencuri tanah mereka, tetapi juga melakukan pengusiran, pemindahan, dan tekanan kepada generasi Palestina untuk memaksa mereka mencari kehidupan yang lebih baik di luar tanah air (Palestina). Ini juga mencerminkan mentalitas kolonial rasis dari otoritas pendudukan Israel yang berurusan dengan masalah Palestina dan hak asasi manusia,” ungkap Kementerian Luar Negeri Palestina.

Kementerian Luar Negeri menganggap bahwa lemahnya respons internasional dan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah AS, memberikan impunitas bagi otoritas pendudukan Israel untuk melakukan lebih banyak kejahatan dan memberikan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tujuan penting untuk melakukan kolonialisasi Tepi Barat dengan mengorbankan tanah negara Palestina.

“Tindakan ini mengabaikan hukum internasional dan keinginan masyarakat internasional untuk tercapainya perdamaian, yang menutup pintu bagi solusi politik atas konflik dan membuka lebar-lebar pintu bagi siklus kekerasan tanpa akhir,” sebut Kementerian Luar Negeri Palestina.

Data dari gerakan hak asasi manusia Israel, Peace Now, menunjukkan bahwa terdapat sekitar 700.000 pemukim Yahudi, yang tersebar di sebanyak 145 permukiman besar, dan 140 pos permukiman terdepan di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan mayoritas lembaga internasional menganggap permukiman yang didirikan otoritas pendudukan Israel di tanah Palestina di Tepi Barat sebagai ilegal dan tidak sesuai dengan perjanjian internasional.

(T.FJ/S: RT Arabic)

leave a reply