Akibat krisis ekonomi, 35% mahasiswa Palestina di Gaza putus kuliah

Juru bicara kampanye pengurangan biaya pendidikan tinggi di Gaza tersebut juga menjelaskan bahwa sekitar 35% mahasiswa putus kuliah karena tak mampu membayar biaya kulyah.

BY 4adminEdited Mon,20 May 2019,03:54 PM

Jalur Gaza, SPNA - Organisasi mahasiswa Palestina di Jalur Gaza menggelar kampanye nasional menuntut pengurangan biaya administrasi kuliah.

Dalam konferensi yang digelar  di rumah pers di Gaza Barat, Minggu (19/05/2019) mereka juga membahas situasi pendidikan tinggi di Gaza.

Profesor Rami Mohsen, memperingatkan bahwa krisis ekonomi yang mendera Gaza akibat blokade sejak 13 tahun lalu akan melumpuhkan lembaga pendidikan tinggi di Palestina.

Juru bicara kampanye pengurangan biaya pendidikan tinggi di Gaza tersebut juga menjelaskan bahwa sekitar 35% mahasiswa putus kuliah karena tak mampu membayar iuran.

Ribuan mahasiswa lainnya juga terancam tidak mendapatkan ijazah karena tak mampu membayar tunggakan kuliah setelah menyelesaikan studi mereka.

Dia menyerukan kepada pemerintah Palestina untuk meningkatkan anggaran kepada lembaga-lembaga pendidikan tinggi, terutama di Jalur Gaza, serta memberikan perhatian lebih terhadap Lembaga Pendidikan  Pemerintah yang dapat membantu mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin.

“Kami memahami krisis finansial yang dialami lembaga pendidikan tinggi namun kami menolak drop up terhadap mahasiswa karena tak mampu membayar biaya kuliah.

Kami menyerukan agar universitas Palestina memprioritaskan kepentingan nasional Palestina dalam situasi sulit saat ini.

Jalur Gaza adalah wilayah selatan Palestina yang terisoliasi akibat blokade Israel selama lebih dari 13 tahun dimana blokade berhasil melumpuhkan seluruh lini kehidupan Gaza.

Sejak pemerintah Israel mengisolasi Gaza, tingkat kemiskinan Gaza bertambah pesat. Tercatat 53% warga Gaza hidup di bawah garis kemiskinan. Gaza juga menghadapi krisis listrik, air dan pencemaran. 

Melihat situasi Gaza yang carut marut akibat blokade, Sekjen PBB, Antonio Guterres tahun 2018 lalu telah memperingatkan bahwa wilayah yang memiliki luas 365 persegi tersebut akan menjadi wilayah tak layak huni pada tahun 2020 mendatang. 

Profesor Hubungan Internasional Universitas Oxford, Avi Shlaim juga mengatakan bahwa Israel telah mengubah Jalur Gaza menjadi penjara terbesar di dunia.

Situasi sulit ini memaksa warga Palestina untuk berdemo menyuarakan penderitaan mereka dalam aksi yang dikenal dengan “Great March of Return”.

Aksi ini telah dimulai sejak 30 Maret 2018 lalu dan masih berlangsung hingga hari ini dan akan terus berlanjut sampai Israel memenuhi tuntutan rakyat Palestina.

(T.RS)

Nuruddin El-Harazin

leave a reply
Posting terakhir