Kehidupan Warga Palestina dan Israel Mulai Berjalan Normal Pasca Gencatan Senjata

Toko-toko dan kantor-kantor publik dibuka kembali dan warga kembali ke jalan-jalan yang telah sepi selama berhari-hari.

BY 4adminEdited Mon,15 May 2023,04:00 AM

Gaza, SPNA - Kehidupan di kedua sisi perbatasan Jalur Gaza kembali normal pada Minggu (14/05/2023) pasca gencatan senjata yang dimediasi Mesir, menghentikan pertempuran lima hari yang menewaskan 34 warga Palestina dan seorang warga Israel, Reuters melaporkan.

Israel membuka kembali penyeberangan barang dan komersialnya, yang memungkinkan bahan bakar mengalir ke satu-satunya pembangkit listrik di daerah kantong pantai yang diblokade tersebut. Toko-toko dan kantor-kantor publik dibuka kembali dan warga kembali ke jalan-jalan yang telah sepi selama berhari-hari.

Para pemimpin dari kedua belah pihak yang berkonflik menegaskan komitmen mereka terhadap gencatan senjata, tetapi memberikan interpretasi yang berbeda tentang ketentuan tersebut, seperti apakah Israel akan mengakhiri pembunuhan yang ditargetkan terhadap para pemimpin pejuang Palestina.

Pertempuran kali ini, yang terpanjang sejak perang 10 hari pada tahun 2021, dimulai ketika Israel melancarkan serangkaian serangan udara pada dini hari Selasa (08/05/2023), mengumumkan bahwa mereka menargetkan komandan Jihad Islam yang telah merencanakan serangan terhadapnya.

Sebagai tanggapan, kelompok tersebut menembakkan lebih dari 1.000 roket, menyebabkan warga Israel melarikan diri ke tempat perlindungan bom. Di daerah Israel selatan di sekitar Gaza, sekolah masih ditutup pada hari Minggu dan ribuan penduduk yang telah dievakuasi belum kembali.

"Bukan masalah sederhana untuk kembali dari situasi seperti itu," Gadi Yarkoni, walikota beberapa kota Israel di perbatasan Gaza, mengatakan kepada stasiun radio 103 FM.

Pejabat kesehatan Palestina mengatakan 33 orang, termasuk wanita dan anak-anak serta pejuang Jihad Islam, guur di Gaza. Di Israel, seorang wanita Israel dan seorang buruh Palestina gugur oleh roket Gaza.

Mohammad Al-Hindi, seorang pejabat senior Jihad Islam yang ikut merundingkan gencatan senjata di Kairo dengan para pejabat Mesir, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu bahwa kelompoknya siap menghentikan peluncuran roket sebagai imbalan atas persetujuan Israel untuk berhenti menargetkan rumah, warga sipil, dan pemimpin militan.

"Kami berkomitmen pada kesepakatan tenang selama musuh mematuhinya," katanya.

Tetapi Israel membantah telah melakukan tindakan seperti itu, hanya mengatakan bahwa mereka akan menahan tembakan selama tidak ada ancaman.

"Saya telah mengatakan berkali-kali: Siapa pun yang menyerang kami, siapa pun yang mencoba menyerang kami, siapa pun yang mencoba menyerang kami di masa depan - darahnya hilang," kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam rapat kabinet mingguannya di Yerusalem.

Pasukan Israel telah "berhasil menyelesaikan lima hari pertempuran kelompok teroris Jihad Islam," katanya dalam sambutan yang disiarkan televisi, tanpa menyebutkan kesepakatan gencatan senjata.

Hamas, kelompok Islam yang menguasai Gaza, tidak ambil bagian dalam pertempuran itu dan para pejabat militer Israel mengatakan serangan mereka tidak menargetkan infrastruktur atau para pemimpinnya.

Berapa lama gencatan senjata ini akan bertahan masih belum jelas. Pertempuran terakhir terjadi hanya seminggu setelah rentetan serangan semalam lainnya dan bahkan saat gencatan senjata diselesaikan, kedua belah pihak terus menembak.

"Kami akan terus melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan dengan satu pertimbangan saja: Apa yang melayani kepentingan keamanan Negara Israel," kata Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, anggota kabinet keamanan Netanyahu kepada radio Kan.

"Kami memberikan pukulan serius terhadap Jihad Islam (tetapi) kami belum menyelesaikan masalah Gaza. Ini adalah masalah yang membutuhkan solusi yang jauh lebih dramatis," kata Smotrich.

Di Gaza, mengumpulkan sisa-sisa bangunan setelah berhari-hari pengeboman yang menurut Israel menargetkan pusat komando Jihad Islam dan infrastruktur militer lainnya tetapi juga merusak atau menghancurkan puluhan rumah.

"Ini kamar saya, ada mainan yang biasa saya mainkan dan buku-buku yang biasa saya pelajari, tidak ada yang tersisa," kata Ritaj Abu Abeid (12 tahun), saat dia berdiri di dalam kamar tidurnya yang rusak.

Maddah Al-Amoudi (40 tahun), salah satu dari sekitar 3.000 nelayan Gaza yang diblokir untuk melaut, juga menyambut baik kembalinya kehidupan normal.

"Kami tidak punya alternatif selain laut. Jika ada pekerjaan di laut kami bisa mendapatkan uang dan makanan untuk anak-anak kami dan jika tidak ada laut, tidak ada apa-apa."

(T.RA.S: MEMO)

leave a reply
Posting terakhir