Lebih 1.200 Akademisi Dunia Tandatangani Petisi Tentang Apartheid Israel

Para akademisi mengatakan bahwa rakyat Palestina tidak memiliki semua hak dasar dan menghadapi kekerasan terus-menerus, di mana pada tahun 2023 ini saja, pasukan Israel telah membunuh lebih dari 190 orang-orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan menghancurkan lebih dari 590 bangunan milik penduduk Palestina. Pelanggaran lain juga dilakukan oleh pemukim Israel yang mendapat dukungan dari pasukan Israel, mulai dari aksi pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan tanpa diproses oleh hukum.

BY 4adminEdited Sat,12 Aug 2023,01:36 PM

Ramallah, SPNA - Akademisi dan tokoh masyarakat internasional, sebagaimana dilansir Wafa, pada Jumat (11/08/2023), menandatangani petisi yang menyebutkan bahwa pendudukan jangka panjang Israel atas tanah Palestina telah melahirkan “rezim apartheid”.

Petisi berjudul “The Elephant in the Room” atau gajah di dalam ruangan telah ditandatangai 1281 oleh akademisi dan tokoh Masyarakat dari berbagai latar belakang pendidikan yang aktif di universitas berbagai negara.

Akademisi yang menandatangani petisi tersebut di antaranya merupakan akademisi Amerika Serikat dari Universitas Yale, Harvard, Chicago, Michigan, Washington dan Princeton, profesor dari sejumlah universitas Inggris dan Jerman. Akademisi Israel dari Universitas Tel Aviv, Hebrew, Haifa, dan Universitas Ben-Gurion di Israel.

Petisi tersebut menyinggung hubungan langsung antara serangan terbaru sistem peradilan dan rezim pendudukan ilegal Israel atas tanah Palestina di mana jutaan penduduk Palestina tinggal.

Para akademisi mengatakan bahwa rakyat Palestina tidak memiliki semua hak dasar dan menghadapi kekerasan terus-menerus, di mana pada tahun 2023 ini saja, pasukan Israel telah membunuh lebih dari 190 orang-orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan menghancurkan lebih dari 590 bangunan milik penduduk Palestina. Pelanggaran lain juga dilakukan oleh pemukim Israel yang mendapat dukungan dari pasukan Israel, mulai dari aksi pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan tanpa diproses oleh hukum.

Petisi tersebut menyinggung hubungan langsung antara serangan terbaru sistem peradilan dan rezim pendudukan ilegal Israel atas tanah Palestina di mana jutaan penduduk Palestina tinggal.

Selama berminggu-minggu, aksi demonstrasi dan protes terus berlanjut setelah pemerintah sayap kanan Israel mencoba mengesahkan serangkaian amandemen peradilan, yang digambarkan oleh oposisi sebagai cara “mengubah Israel menjadi rezim kediktatoran”.

Petisi itu juga menyatakan bahwa penduduk Palestina hampir tidak mendapatkan semua hak dasar, termasuk hak untuk memilih dan memprotes.

“Mereka (penduduk Palestina) menghadapi kekerasan terus-menerus. Tahun ini saja, pasukan Israel membunuh lebih dari 190 orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta menghancurkan lebih dari 590 bangunan. Sementara itu, para pemukim (Israel) melakukan pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan (penduduk Palestina), tanpa dihukum,” sebut petisi tersebut.

Petisi menyebutkan bahwa tidak ada demokrasi bagi orang-orang Yahudi di Israel selama orang-orang Palestina hidup di bawah kebijakan apartheid.

Petisi menegaskan bahwa tujuan akhir reformasi peradilan yang dilakukan Israel adalah untuk memperketat blokade di Jalur Gaza, menyangkal persamaan hak warga Palestina di luar dan di dalam Zona Hijau, merampas lebih banyak tanah Palestina, dan secara etnis membersihkan semua tanah tersebut dari penduduk Palestina di bawah kekuasaan Israel.

“Yahudi Amerika telah lama berada di garis depan permasalahan keadilan sosial, dari kesetaraan ras hingga hak aborsi, tetapi mereka tidak memperhatikan ‘gajah di dalam ruangan’. Pendudukan jangka panjang Israel (atas tanah Palestina) yang rutin kami ulang-ulangi, telah menghasilkan rezim apartheid.” sebut petisi tersebut.

Petisi yang ditandatangani oleh ratusan akademisi lintas negara meminta para pemimpin Yahudi Amerika, pemimpin lembaga, cendekiawan, rabi, dan akademisi untuk mendukung gerakan protes Israel. Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga hak asasi manusia Israel dan internasional telah menyatakan lebih dari satu kali bahwa “Israel mempraktekkan kebijakan apartheid”.

Petisi menegaskan dukungan bagi organisasi hak asasi manusia yang membela Palestina dan memberikan informasi nyata tentang realitas hidup di bawah pendudukan dan apartheid, sertba berkomitmen untuk mereformasi standar pendidikan dan kurikulum bagi anak-anak dan remaja Yahudi untuk memberikan penilaian yang lebih jujur ​​tentang masa lalu Israel.

Petisi juga meminta para pemimpin terpilih Amerika Serikat untuk membantu mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina, membatasi penggunaan bantuan militer AS di wilayah Palestina yang diduduki, dan mengakhiri impunitas Israel di PBB dan organisasi internasional lainnya.

(T.FJ/S: Wafa)

leave a reply
Posting terakhir

417 Akademisi Dunia: Israel Praktekkan Apartheid

“Mereka (penduduk Palestina) menghadapi kekerasan terus-menerus. Tahun ini saja, pasukan Israel membunuh lebih dari 190 orang Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta menghancurkan lebih dari 590 bangunan. Sementara itu, para pemukim (Israel) melakukan pembakaran, penjarahan, dan pembunuhan (penduduk Palestina), tanpa dihukum,” sebut petisi tersebut.