Penghancuran dan Yahudisasi Kawasan Al-Mughrabi di Yerusalem

Otoritas pendudukan Israel menghancurkan sebanyak 138 bangunan yang berisi 285 kamar dan 74 sumur, yang pada saat itu dihuni oleh 650 orang Arab Palestina. Sejumlah penduduk sipil di kawasan Al-Mughrabi meninggal dunia dalam tragedi penghancuran, sedangkan sisa yang lainnya menjadi pengungsi.

BY 4adminEdited Tue,06 Sep 2022,01:46 PM

Yerusalem, SPNA - Theodor Herzl, bapak pendiri gerakan Zionis, berkata ”Jika pada suatu hari, kita berhasil menguasai Yerusalem dan saya masih hidup pada saat itu, saya akan menghapus segala hal yang tidak suci bagi orang-orang Yahudi di Yerusalam. Saya akan memindahkan semua barang antik di dalam Yerusalem, bahkan jika (barang itu) telah berusia berabad-abad lamanya”.

Setelah Israel menduduki bagian timur kota Yerusalem pada tahun 1967, kawasan Al-Mughrabi adalah korban pertama dan jejak pertama yang dihilangkan Israel, yang menjadi korban dan saksi pembantaian sejarah dan arkeologi. Nama Al-Mughrabi dipertahankan sebagai salah satu bukti pemindahan, pengusiran, dan penghancuran yang dilakukan otoritas pendudukan Israel terhadap orang-orang Arab Palestina, pepohonan, dan batu-batu, dengan tujuan memaksakan kehadiran Yahudi di tempat penduduk asli.

Dalam laporan ini, Palinfo menjelaskan tentang sejarah kawasan Al-Mughrabi, bagaimana, dan mengapa kawasan ini dihancurkan oleh otoritas pendudukan Israel, sebagai operasi pertama untuk menghilangkan kehadiran Palestina di Yerusalem Timur.

 

Kawasan Al-Mughrabi

Al-Mughrabi yang berarti “Orang-orang Maroko” merupakan kompleks atau kawasan penduduk sipil Arab Palestina yang berdekatan dengan Tembok Al-Buraq, yaitu tembok di sisi barat Masjid Al-Aqsha. Kawasan ini dihuni oleh mujahidin Maroko yang datang bersama tentara Salahuddin Al-Ayubi untuk membebaskan Yerusalem dari pendudukan Tentara Salib pada abad ke-12 Masehi.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Palinfo, Awni Fares, peneliti sejarah modern Palestina, mengatakan bahwa pembentukan kawasan Al-Mughrabi pada periode Dinasti Ayyubiyah merupakan lompatan besar dalam hubungan Maroko dengan Yerusalem, karena hubungan ini mulai mengkristal sejak awal Islam melalui penyucian ibadah haji dengan mengunjungi Masjid Al-Aqsha dan perjalanan ke Yerusalem dalam rangka menuntut ilmu agama, di samping Yerusalem cukup terkenal pada masa Islam.

Awni Fares menyebutkan bahwa bangunan-bangunan atau benda-barang material yang berasal dari Maroko di Yerusalem dikaitkan dengan wakaf dari Raja Al-Afdal bin Salahuddin Al-Ayyubi pada tahun 1193.

“Wakaf ini menetapkan batas-batas kawasan Al-Mughrabi, seperti membentang dari sisi selatan ke tembok kota dan jalan menuju Ain Silwan, dan batas timur diperpanjang ke dinding barat Masjid Al-Aqsha. Batas utara ke kawasan Umm Al-Banat, dan batas barat ke rumah Al-Fadil dan ke rumah Pangeran Imaduddin Al-Din bin Muski, dan kemudian ke rumah Pangeran Husam Al-Din Qaymaz,” kata Awni Fares.

Kawasan Al-Mughari diperuntukkan bagi orang muslim yang berasal dari Maroko, Aljazair, dan Tunisia. Sejumlah keluarga Yerusalem Palestina yang terkenal, memiliki garis nasab atau asal-usul di Maroko, seperti keluarga Al-Badiri.

Kawasan Al-Mughrabi mencakup 205 bangunan, yang memiliki luas 40 dunum atau seluas 4 hektare, dengan bentuknya persegi panjang, memanjang dari utara ke selatan, dan merupakan salah satu gang terendah.

Sebagian besar lantai bangunannya berlantai satu yang memiliki halaman terbuka di tengahnya yang dikelilingi oleh kamar dan ruangan antara dua hingga lima kamar. Sebagian besar bangunan di atasnya memiliki kubah pendek yang terbuat dari ubin batu, di mana kubah sekolah adalah kubah tertinggi di kawasan tersebut. Bangunan diperpanjang ke arah Tembok Al-Buraq, dengan dinding dibiarkan terbuka tanpa bertumpu di atasnya, menurut ke Faris.

Kawasan Al-Mughrabi memiliki sejumlah bangunan bersejarah yang terkenal seperti Al-Madrasa Al-Afdiyyah, Dar Mujir Al-Din Abdul Rahman Al-Alimi, Pabrik Penggilingan Wakaf Al-Mughrabi, dan Zawiya  Al-Mughrabi, Masjid Al-Buraq, Cardo Bawah (jalan bertiang Romawi timur), Tembok Al-Buraq, dan Rumah Pemerintahan Dinasti Umayyah.

 

Penghancuran Kawasan Al-Mughrabi

Awni Fares menyebutkan bahwa otoritas pendudukan Israel langsung menghancurkan kawasan Al-Mughrabi setelah menduduki Yerusalem Timur, dengan tujuan untuk mengubah kawasan itu menjadi sebuah alun-alun besar yang berdekatan dengan Tembok Al-Buraq.

Otoritas pendudukan Israel kemudian memberikan tempat tersebut status agama Yahudi dan nasional Israel, dan menghubungkannya dengan dengan Kawasan Yahudi. Penghancuran dilakukan pada malam 9 Juni 1967.

Otoritas pendudukan Israel menghancurkan sebanyak 138 bangunan yang berisi 285 kamar dan 74 sumur, yang pada saat itu dihuni oleh 650 orang Arab Palestina. Sejumlah penduduk sipil di kawasan Al-Mughrabi meninggal dunia dalam tragedi penghancuran, sedangkan sisa yang lainnya menjadi pengungsi.

 

Israel Tolak Bertanggung Jawab

Pada tahun 2017, pada peringatan Hari Naksa ke-50 (5 Juni 1967), surat kabar Israel, Haaretz, menerbitkan laporan tentang penghancuran kawasan Al-Mughrabi. Haaretz menyebutkan bahwa penghancuran dilakukan oleh 15 kontraktor Israel yang berafiliasi dengan Lembaga Kontraktor dan Pembangun Israel di Yerusalem,

Haaretz menyebut bahwa penghancuran tersebut dilakukan atas perintah walikota otoritas pendudukan Israel saat itu, Teddy Kollek. Ia memanggil 15 kontraktor tersebut ke rumahnya dan meminta mereka untuk melakukan operasi penghancuran sesegera mungkin. Penghancuran harus dilakukan oleh kontraktor, bukan pemerintah kotamadya pendudukan Israel atau tentara pendudukan Israel.

Hal ini direncanakan dan dikerjakan dalam rangka untuk menghilangkan bukti sebanyak mungkin bahwa otoritas pemerintahan resmi terlibat dalam proses penghancuran, karena takut terhadap reaksi negara Arab dan pemerintahan Islam, serta adanya kekhawatiran kemungkinan otoritas pendudukan Israel untuk dimintai pertanggungjawaban di hadapan lembaga internasional.

Mengomentari masalah ini, peneliti khusus urusan Yerusalem, Fakhry Abu Diab, mengatakan:

“Ketika negara pendudukan (Israel) melakukan kejahatan yang melanggar hukum internasional, mereka mencoba untuk menutupi kejahatannya di balik asosiasi permukiman, kelompok swasta, atau kontraktor. Ini dilakukan untuk menghindari pertanggungjawaban di hadapan dunia internasional, terutama pada masa awal pendudukan, ketika mereka memperhitungkan banyak hal di hadapan masyarakat internasional,” kata Fakhry Abu Diab, peneliti khusus tentang Yerusalem, ketika mengomentari sejarah penghancuran kawasan Al-Mughrabi.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Palinfo, Fakhry Abu Diab menegaskan bahwa penghancuran kawasan Al-Mughrabi dan pemindahan, serta pengusiran penduduknya, bukan hanya melanggar hukum dan perjanjian internasional, khususnya hukum humaniter internasional, tetapi juga merupakan kejahatan pembersihan etnis, di mana pemerintahan pendudukan bertanggung jawab penuh atas kejahatan tersebut.

“Apa yang terjadi itu telah direncanakan oleh negara pendudukan Israel dan walikota Yerusalem Barat pada saat itu, Teddy Kollek, yang memanggil para kontraktor dan menarik batas-batas area yang ia perintahkan untuk dihancurkan. Penghancuran dilakukan di bawah pengawasan teknis dari tentara pendudukan Israel, yang memberikan penjagaan kepada kontraktor, dan memberikan mereka sejumlah peralatan yang diperlukan untuk melakukan penghancuran. Bagaimana kita bisa membayangkan bahwa 15 kontraktor menghancurkan kawasan dan tempat bersejarah tanpa izin dari tingkat tertinggi negara bagian?” kata Fakhry Abu Diab.

Sejarawan Prancis, Vincent Lemire, menegaskan dalam bukunya “In the Shadow of the Wall: The Life and Death of Jerusalem's Maghrebi Quarter, 1187-1967”. Vincent Lemire dalam buku yang awalnya ditulis berbahasa Prancis ini menyebutkan bahwa negara pendudukan Israel berencana untuk menghancurkan kawasan Al-Mughrabi setelah menduduki bagian timur Yerusalem dan mencoba menyamarkan kejahatan yang telah mereka lakukan.

Vincent Lemire mengatakan bahwa dirinya menggali bahan penelitian dari arsip lokal Yerusalem, selain arsip Ottoman dan Prancis dan mempelajarinya secara mendalam selama 6 tahun. Penulis mencari dokumentasi yang tersebar, mulai dari arsip di Yerusalem hingga Palang Merah di Jenewa, arsip Dinasti Utsmaniyah di Istanbul, arsip Israel, hingga ke kesaksian penduduk dan penggalian arkeologi yang baru-baru ini membawa ke permukaan benda-benda rumah tangga yang terkubur selama penghancuran.

Ia menekankan bahwa penghancuran kawasan Maghribi tidak datang atas inisiatif 15 kontraktor Israel, seperti yang dikatakan versi resmi “Israel”, melainkan berdasarkan keputusan pemerintah Israel.  Vincent Lemire menekankan bahwa ia memiliki bukti konklusif dari perencanaan operasi tersebut.

 

Rencana Yahudisasi Berlanjut

Peneliti sejarah Palestina kontemporer, Awni Fares, menjelaskan bahwa pada tahun 1981 otoritas pendudukan Israel menghancurkan 15 bangunan tambahan di kawasan Al-Mughrabi, dan pada tahun 2007 menghancurkan sebuah bukit yang membentuk jalan bersejarah kuno yang menghubungkan kawasan Al-Mughrabi dengan kompleks Al-Aqsha, dan dua ruangan yang terletak di bawahnya.

Otoritaas pendudukan Israel sedang melakukan penggalian di bagian bawah kawasan Al-Mughrabi setelah mengubahnya menjadi sebuah alun-alun besar, tempat orang-orang Yahudi berdoa ( di Tembok Ratapan).

Otoritas pendudukan Israel memiliki rencana untuk semakin memperluas alun-alun tersebut dan menambah bangunan baru, untuk melalui rencana terpadu Yahudisasi Yerusalem dan membuat narasi-narasi Yahudi atau mitologi Talmud.

Dalam hal ini, Fakhry Abu Diab mengatakan bahwa sejak otoritas pendudukan Israel menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967, mereka telah mulai melakukan pembersihan etnis, mencoba mengubah identitas-indentitas atau narasi-narasi sejarah terkait Arab dan Islam di kota Yerusalem. Mereka memaksakan fakta baru di kota Yerusalem, dengan tujuan mengubahnya menjadi kawasan dengan karakter atau indentitas Yahudi.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir

Yahudisasi Kawasan Sekitar Al-Aqsha, Israel Daftarkan Tanah Palestina Sebagai Milik Yahudi

Definisi ini memberikan wewenang kepada otoritas pendudukan Israel dan Unit Penjaga Properti di Kementerian Kehakiman Israel untuk menyita bangunan atau properti orang-orang Palestina yang dianggap absen. Tujuan dari undang-undang tersebut adalah untuk mencegah kembalinya orang-orang Arab-Palestina yang terlantar ke tanah atau properti yang ditinggalkannya sebelum, selama atau setelah perang pendudukan Israel terhadap tanah Palestina.