Gaza, SPNA - Kepala Unit Studi dan Dokumentasi Otoritas Urusan Tahanan dan Mantan Narapidana, Abdel Nasser Farwana, pada Sabtu (17/09/2022), mengatakan bahwa sejak awal tahun 2022 pasukan pendudukan Israel telah menangkap sebanyak 77 penduduk Palestina dari Jalur Gaza,
Abdel Nasser Farwana mengindikasikan, dalam sebuah pernyataan pers bahwa mayoritas tahanan Palestina ditangkap setelah melewati pintu perbatasan timur atau utara menuju wilayah pendudukan Israel pada tahun 1948 (negara Israel pada saat ini).
Ia mengungkapkan bahwa aksi penangkapan terhadap sejumlah penduduk Palestina dilakukan pada saat mereka melewati pos pemeriksaan Beit Hanoun-Erez, termasuk nelayan yang ditangkap di laut saat bekerja di profesi nelayan.
Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Komisi Tahanan Palestina pada akhir Agustus lalu, menyebutkan bahwa sebanyak 4.650 penduduk Palestina ditahan di penjara pendudukan Israel, di 23 penjara dan pusat penahanan dan investigasi.
Israel memiliki sejarah panjang dalam mengisolasi Jalur Gaza dan memberlakukan banyak penutupan selama dua dekade terakhir. Namun, blokade yang diberlakukan setelah kemenangan gerakan Hamas dalam pemilihan Dewan Legislatif Palestina 2006 adalah bentuk hukuman kolektif yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Israel menyatakan Jalur Gaza sebagai daerah tertutup dan memberlakukan hukuman pada pemerintah yang dipimpin Hamas, termasuk pembatasan impor bahan bakar, barang-barang lainnya, dan pergerakan orang masuk dan keluar dari Gaza.
Blokade semakin diperketat pada tahun 2007, ketika semua jenis bahan bakar, termasuk bensin dan solar, dibatasi, bersama dengan barang-barang seperti daging dan biskuit. Selain itu, zona penangkapan ikan dibatasi, dan semua penyeberangan perbatasan ditutup.
Selama bertahun-tahun, Israel bekerja untuk memperluas dan memperdalam isolasi Jalur Gaza. Salah satu pembatasan paling kejam dalam dampaknya adalah pemisahan Jalur Gaza dari Tepi Barat. Kebijakan pemisahan ini membatasi masuk dan keluar penduduk dari Jalur Gaza, yang mencegah mahasiswa dan pihak profesional untuk melanjutkan pendidikan mereka di luar Jalur Gaza. Kebijakan tersebut juga berdampak besar pada pasien yang menerima perawatan kesehatan, pengusaha, dan keluarga Palestina yang sebagian keluarganya hidup di Tepi Barat.
Israel juga melakukan serangan militer berulang-ulang yang menyebabkan krisis ekonomi, kehancuran ekonomi, hancurnya sebagian besar infrastruktur dan fasilitas ekonomi, serta jatuhnya korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya.
(T.FJ/S: Palinfo)