Sisa Reruntuhan Kawasan Mughrabi, Saksi Pembersihan Etnik Israel di Yerusalem

Ada beberapa foto dan peta yang mengonfirmasi jejak sejumlah rumah sakit, sekolah, dan tempat-tempat belajar agama yang menjadi saksi kejahatan penghancuran kawasan Mughrabi, yang dihancurkan total oleh otoritas pendudukan Israel pada tahun 1967.

BY 4adminEdited Tue,24 Jan 2023,01:44 PM

Yerusalem, SPNA - Setelah lebih dari lima dekade dihancurkan, otoritas pendudukan Israel kembali melakukan penggalian di kawasan Mughrabi. Penggalian yang mengungkapkan kembali jejak-jejak sejarah identitas Arab-Islam otentik yang dilenyapkan otoritas pendudukan Zionis Israel.

Di sebelah tenggara Kota Tua Yerusalem, kompleks atau kawasan atau terkadang disebut sebagai desa Mughrabi (Maroko) terletak. Kawasan ini terletak di bagian Tembok Al-Buraq dan hanya beberapa meter dari dari kawasan Mughrabi adalah kompleks Masjid Al-Aqsha. Kawasan ini terletak di atas lahan seluas 45 ribu meter persegi. Luas ini merupakan lima persen dari luas Kota Tua Yerusalem.

Kawasan ini yang dibangun khusus pada masa Dinasti Ayyubiyah bagi orang-orang Maghreb (Maroko) yang datang ke Yerusalem. Otoritas pendudukan Israel menghancurkan kawasan ini hanya beberapa bulan saja setelah menduduki Yerusalem pada tahun 1967.

Penghancuran tersebut dilakukan untuk mendirikan alun-alun di atas kawasan Mughrabi, di mana para pemukim Israel dapat melakukan ritual Talmud di sepanjang Tembok Al-Buraq atau yang kerap disebut Tembok Ratapan oleh orang-orang Israel.

 

Jejak Sejarah Itu Masih Tetap Ada

Terlepas telah berlalunya waktu lebih dari lima setengah dekade sejak penghancuran kawasan tersebut, jejak kawasan Mughrabi dan akar sejarah Arab-Islam masih ada dan tampak dalam sejumlah potret yang diperlihatkan oleh media selama penggalian baru Israel di alun-alun yang berdekatan dengan Masjid Al-Aqsha.

Abdul Latif Sayed (76 tahun) dibesarkan di kawasan Mughrabi sebelum dihancurkan pada tahun 1967 oleh otoritas pendudukan Israel. Ia bergegas menggambar kawasan Mughrabi di luar kepalanya. Ia menunjukkan dalam pernyataan pers bahwa alun-alun yang digali oleh alat berat milik otoritas pendudukan Israel mengungkapkan sebanyak 13 fondasi rumah dan toko bahan makanan.

Abdul Latif lahir pada tahun 1947 di kawasan Mughrabi dari seorang ibu Maroko dan ayah Palestina. Kakek dari pihak ibu menginjakkan kaki di tanah Yerusalem untuk pertama kalinya pada tahun 1915, berasal dari kota El-Ayoun, Maroko.

Ketika hendak kembali ke Maroko, Abdul Latif Sayed menderita penyakit hingga memutuskan untuk menikah dan menetap di kawasan Mughrabi yang berjarak hanya beberapa meter, di tembok barat Masjid Al-Aqsha atau yang lebih dikenal dengan Tembok Al-Buraq.

Penduduk Palestina berdarah Maroko tersebut masih mengenang 150 keluarga Maroko yang dahulu tinggal di sana, dengan jalan sempit memisahkan rumah-rumah mereka.

 

Saksi Sejarah

Peneliti Yerusalem dan Masjid Al-Aqsha, Jamal Amr, membenarkan bahwa otoritas pendudukan Israel telah menghancurkan kawasan Mughrabi dan kawasan suci di sekitarnya secara total pada tahun 1967.

Ada beberapa foto dan peta yang mengonfirmasi jejak sejumlah rumah sakit, sekolah, dan tempat-tempat belajar agama yang menjadi saksi kejahatan penghancuran kawasan Mughrabi, yang dihancurkan total oleh otoritas pendudukan Israel pada tahun 1967.

Dalam wawancara dengan Pusat Informasi Palestina (Palinfo), Jamal Amr menunjukkan bahwa kawasan Mughrabi, yang dibangun pada tahun 1200. Bangunan-bangunan di tempat itu diklasifikasikan sebagai kawasan arkeologi berdasarkan hukum Israel itu sendiri, di mana penghancurannya pada tahun 1967 adalah tindakan ilegal. Namun, meskipun demikian pengerahan alat berat yang mereka lakukan beberapa hari yang lalu, menjelaskan satu hal, bahwa otoritas pendudukan Israel dari sejak dulu sama sekali tidak peduli pada bukti dan sisa-sisa arkeologi yang terungkap.   

Jamal Amr menegaskan bahwa pondasi bangunan (penduduk kawasan Mughrabi) dan benda-benda arkeologi mengungkapkan benda yang telah digunakan oleh orang-orang Maroko (yang lebih dari sekadar penduduk di kawasan tersebut), baik dalam hal warna, bahan cat, dan tanah liat bercampur dengan “bubuk nila biru”. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Mughrabi telah dan masih akan tetap menjadi saksi sejarah kejahatan pembersihan etnis di Yerusalem dan sekitarnya.

“Kita sedang menghadapi malapetaka zaman ini. Ini adalah tragedi yang waktunya telah berlalu, tetapi kawasan Mughrabi (realitasnya) telah kembali kepada pemilik penduduk aslinya (orang-orang Maroko-Palestina),” kata Jamal Amr.

Jamal Amr menekankan bahwa otoritas pendudukan Israel telah jatuh ke dalam perangkap dan berlomba melawan waktu untuk mengubur kembali monumen dan akar sejarah orang-orang Arab dan Islam yang telah menjadi penduduk asli di Yerusalem ini sejak lama.

Wawancara dengan Abdul Latif Sayed (76 tahun), penduduk Palestina berdarah Maroko yang dibesarkan di kawasan Mughrabi dengan peneliti Yerusalem, Jamal Amr, sesuai dengan pendapat peneliti sejarah Yerusalem lainnya, Ehab Jallad, yang memeriksa penggalian baru tersebut.

Hal yang didapat Ehab Jallad menegaskan bahwa penggalian yang dilakukan di kawasan tengah alun-alun itu telah memunculkan kembali bekas pondasi rumah-rumah penduduk Mughrabi yang telah dihancurkan oleh otoritas pendudukan Israel pada tahun 1967.

Melalui bukaan kecil penggalian, Ehab Jallad dapat melihat sebuah ruangan yang dindingnya dicat biru. Hal yang umum dilakukan selama periode Turki Usmani dan periode setelahnya, di mana para penduduk pada waktu itu biasa melapisi dinding rumah mereka dengan bahan “plaster dinding khusus” agar tidak lembab.

Hal ini dibenarkan oleh Abdul Latif Sayed, yang mengatakan bahwa penduduk di kawasan Mughrabi pada waktu dulu, biasanya menambahkan “bubuk nila biru” ditambahkan ke dalam adukan plaster untuk dinding, yang telah direndam dalam air selama berjam-jam sebelum melanjutkan planster dinding.

 

Arsitektur

Profesor Sejarah dan Arkeologi, Nazmi Jubeh, menjelaskan bahwa sebelum Yahudisasi, kawasan Mughrabi (Maroko) di Yerusalem memiliki 205 bangunan dan luas 40 dunum atau 4 hektare, kawasan berbentuk persegi panjang yang memanjang dari utara ke selatan. Ini adalah salah satu jalur terendah dengan sebagian besar bangunannya berlantai satu.

Dalam bukunya “The Jewish Quarter and the Moroccan Quarter: A Vivid Picture of Pre-1967”, Nazmi Jubeh menyatakan bahwa kawasan Mughrabi terdiri dari halaman terbuka yang dikelilingi oleh sejumlah kamar (2-5 kamar) dan lubang kosong, yang masing-masing berisi air sumur, dan terdapat dapur, toilet, gudang, dan kandang kuda. Beberapa di antaranya memiliki kolam tanam kecil dan pohon-pohon.

Sebagian besar bangunan di kawasan tersebut beratap kubah rendah dengan lantai ubin batu. Kubah tertinggi dimiliki oleh Madrasah Al-Afdhaliah, salah satu madrasah yang mempelajari hukum Islam yang cukup terkenal pada waktu itu di Yerusalem.

Bangunan-bangunan kawasan Mughrabi memanjang ke arah Tembok Al-Buraq (tembok barat Al-Aqsha) dan membiarkan tembok itu terbuka tanpa ada bangunan yang bersandar pada tembok tersebut.

“Ini adalah bukti penjagaan kesucian (Tembok Al-Buraq) di kalangan umat Islam, sebelum tembok ini diingikan oleh orang-orang Yahudi pada abad keenam belas,” kata Nazmi Jubeh.

Keyakinan penjagaan kesucian Tembok Al-Buraq ini didukung dengan pembangunan Masjid Al-Buraq pada masa Dinasti Mamluk. Adapun jalan dan koridornya “diaspal” dengan ubin batu kerajaan, tanpa langit-langit dan gapura.

(T.FJ/S: RT Arabic)

leave a reply
Posting terakhir

Penghancuran dan Yahudisasi Kawasan Al-Mughrabi di Yerusalem

Otoritas pendudukan Israel menghancurkan sebanyak 138 bangunan yang berisi 285 kamar dan 74 sumur, yang pada saat itu dihuni oleh 650 orang Arab Palestina. Sejumlah penduduk sipil di kawasan Al-Mughrabi meninggal dunia dalam tragedi penghancuran, sedangkan sisa yang lainnya menjadi pengungsi.

Sejarawan Perancis: Israel Memang Telah Rencanakan Penghancuran Desa Mughrabi di Yerusalem

Sebelum perang 1967, ketika Yerusalem Timur berada di bawah pemerintahan Yordania, alun-alun besar yang menjadi halaman tembok itu tidak ada, yang ada hanyalah desa atau lingkungan muslim yang mencakup sekitar 135 rumah yang dibangun pada masa pemerintahan Salahuddin Al-Ayubi, pada abad ke-12 M. Desa ini kemudian masuk dalam Wakaf Abu Madyan, yang merupakan lembaga keagamaan yang didirikan untuk menyediakan akomodasi, makanan dan pengobatan bagi para peziarah yang datang dari wilayah Maghribi atau Maroko.