Laporan: Kebiadaban Israel dalam Pembantaian di Rumah Sakit Al-Shifa Gaza

Al-Shafi’i menjelaskan bahwa jenazah korban pembantaian Israel tidak dapat diidentifikasi dan tidak mungkin diidentifikasi melalui pemeriksaan tubuh. Sejumlah besar jenazah tidak utuh, tersebar di sejumlah lokasi, dan hancur.

BY 4adminEdited Tue,16 Apr 2024,04:58 AM

Gaza, SPNA - Pembantaian Israel terhadap penduduk sipil Palestina di Kompleks Rumah Sakit Al-Shifa Kota Gaza dan sekitarnya, yang dampaknya masih terjadi hampir dua minggu kemudian, menunjukkan bahwa tentara melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang nyata dan tidak terbantahkan. Kejahatan-kejahatan ini termasuk pembunuhan dan eksekusi di luar hukum terhadap penduduk sipil dan berusaha menyembunyikan bukti dengan menguburkan jenazah korban dan bahkan menodai mereka di halaman rumah sakit.

Tim lembaga HAM Internasional, Euro-Med Monitor, mengunjungi dan melakukan investigasi Rumah Sakit Al-Shifa selama serangan tentara Israel dan setelahnya. Sekitar seminggu setelah berakhirnya operasi militer, puluhan jenazah korban kejahatan Israel ditemukan. Euro-Med Monitor mendokumentasikan pemandangan mengerikan dari bagian-bagian tubuh yang berserakan di tanah serta sisa-sisa manusia di dalam lubang besar yang digali oleh pasukan Israel di lokasi salah satu halaman Al-Shifa.

Menurut investigasi Euro-Med Monitor yang masih sedang berlangsung, yang mencakup puluhan kesaksian yang didokumentasikan selama dan setelah operasi Israel, tentara Israel melakukan banyak kejahatan serius terhadap setiap penduduk sipil Palestina di sekitarnya, termasuk pembunuhan ratusan penduduk sipil. Bahkan, nasib puluhan orang yang hilang masih belum diketahui hingga saat ini.

​​Selain eksekusi dan pembunuhan di luar hukum, tentara Israel juga secara paksa mengevakuasi ribuan penduduk sipil Palestina yang mengungsi dan mencari perlindungan di Al-Shifa. Israel membuat ratusan pasien dan korban luka mendapat perlakuan kejam yang merupakan ancaman langsung terhadap kehidupan mereka, seperti mengabaikan makanan dan perhatian medis. Tentara Israel kemudian membuldoser halaman Al-Shifa, menghancurkan semua ruangan dan departemen medis, serta membakar sebagian besar bangunan rumah sakit sehingga tidak dapat digunakan lagi.

Sementara itu, tim medis masih berusaha menghitung jumlah korban dan mengatur usaha penggalian jenazah yang dikuburkan secara tidak manusiawi oleh tentara Israel dalam upaya menyembunyikan bukti kejahatan serius yang mereka dilakukan. Kesaksian baru bermunculan tentang kejahatan, pembunuhan, pengepungan, penyiksaan, dan pemindahan paksa penduduk sipil Palestina di Al-Shifa dan sekitarnya. Euro-Med Monitor mencatat bahwa kejahatan dilakukan terhadap seluruh penduduk sipil termasuk perempuan, anak-anak, lansia, pengungsi, profesional medis, orang yang sakit dan korban luka-luka.

Euro-Med Monitor sebelumnya memperkirakan bahwa lebih dari 1.500 penduduk sipil Palestina telah terbunuh, terluka, atau dilaporkan hilang akibat pembantaian Israel di Al-Shifa, dengan separuh korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak. Euro-Med Monitor kini dapat mengkonfirmasi dari penyelidikan awal dan kesaksian setelahnya bahwa ratusan mayat, termasuk beberapa korban terbakar dan lainnya dengan kepala dan anggota badan terpenggal, telah ditemukan di dalam dan sekitar Kompleks Medis Al-Shifa.

“Kami berada di dalam salah satu gedung rumah sakit ketika kami mendengar suara tembakan terus menerus yang berlangsung lama. Seorang pria muda akhirnya muncul dan memberi tahu kami bahwa tentara Israel telah mengirim dia untuk memberi tahu kami bahwa para pria harus membuka pakaian, sementara para wanita harus menunggu di belakang sambil (tetap) di satu sisi” lapor seorang peneliti lapangan Euro-Med Monitor yang berada di dalam rumah sakit Al-Shifa ketika tentara Israel menyerbu.

Peneliti lapangan melanjutkan, “Kami telah menanggalkan semuanya kecuali celana boxer. Kami Bersama dengan orang-orang tua. Di dalam ruangan, sebuah drone quadcopter masuk dan mulai melayang di atas kepala dan merekam kami. Setelah fajar menyingsing, mereka membagi kami menjadi kelompok beranggotakan lima orang dan mengikat tangan kami di belakang”.

Peneliti lapangan tersebut menjelaskan bahwa seorang tentara Israel memberi tahu beberapa lansia yang meminta untuk menggunakan kamar kecil atau mengambil air, untuk tetap duduk.

“Karena kami orang Palestina adalah musuh mereka. Mereka tidak memberi kami makanan atau perawatan medis. Beberapa orang dibawa keluar ruangan oleh tentara dan kami mendengar tangisan kesakitan mereka dari luar sebelum mereka dibawa kembali dalam kondisi yang menyedihkan,” kata peneliti lapangan Euro-Med Monitor.

Peneliti Euro-Med Monitor, bersama dengan ratusan penduduk sipil di dalam rumah sakit, terpaksa mengungsi, bertelanjang yang hanya menyisakan pakaian dalam. Para korban ini berjalan jauh sebelum mencapai kawasan Rumah Sakit Baptis di Kawasan timur Gaza, di mana warga memberi mereka pakaian dan sepatu.

Heba Raafat Abu Hasira memberi tahu tim Euro-Med Monitor bahwa ibu, dua saudara perempuan, dan saudara laki-lakinya semuanya telah dieksekusi di depan matanya oleh tentara Israel.

“Pada tanggal 18 Maret, pasukan Israel menyerbu rumah kami yang terletak di belakang kompleks Rumah Sakit Al-Shifa di tengah-tengah tembakan di pagi hari. Kami semua bersembunyi di salah satu sudut ketika salah satu tentara masuk ke ruangan tempat ibu saya, Bushra Saeed Abu Hasira (55 tahun), dan saya, bersama saudara perempuan saya, Rozan (25 tahun), Rania (19 tahun), dan Saif (21 tahun), sedang duduk sambil menggunakan selimut musim dingin,” kata Heba Raafat Abu Hasira.

Abu Hasira menyatakan bahwa tentara Israel mengarahkan senjatanya ke arah mereka dan terus menembak. Setiap gerakan yang keluarga Abu Hasira lakukan tantara Israel menembak lagi. Akibatnya, Ibu dan saudara laki-laki Abu Hasira dibunuh dan saya selamat.

Saya berteriak padanya, mengatakan kepadanya bahwa kami adalah penduduk sipil. Setelah ia berhenti menembak, tentara itu mendatangi saya, mengangkat senjatanya ke kepala saya, menurunkannya, dan kemudian menyeret saya pergi,” kata Abu Hasira.

Abu Hasira menceritakan bahwa ketika ia meminta untuk tinggal bersama keluarganya, ia disuruh diam. Setelah itu, ia dibawa keluar rumah oleh tentara lain yang memerintahkannya pergi. Ia keluar tanpa alas kaki dan melihat tank-tank telah mengepung area tersebut dan ditempatkan di kedua ujung jalan. Para tentara menembaki Abu Hasira. Salah satu peluru mereka mengenai tangan kirinya.

“Jadi saya berlari tanpa alas kaki melewati kaca dan batu yang pecah di jalanan. Kaki saya berdarah karena tertusuk paku. Tangan saya juga terluka, tetapi saya terus berlari melewati (puing-puing) sampai saya tiba di rumah seorang teman, yang tidak jauh dari wilayah barat Gaza yang sudah dikepung,” kata Abu Hasira.

Informasi berikut diberikan kepada tim Euro-Med Monitor oleh Maha Sweilem, seorang perawat di Rumah Sakit Al-Shifa, mengenai penangkapan suaminya, Abdulaziz Mustafa Salman, yang dilakukan tentara Israel dan penghilangan paksa yang terjadi kemudian.

“Suami saya dan saya bekerja sebagai sukarelawan di rumah Sakit. Oleh karena itu, setelah rumah kami dibom, kami pindah ke Al-Shifa dan tinggal di sana. Pada hari penggerebekan tanggal 18 Maret, saya sedang bekerja di gedung bedah di departemen perawatan intensif dada. Kami berjumlah sekitar 50 orang ketika tentara Israel menyuruh staf medis untuk meninggalkan gedung,” kata Maha Sweilem.

Tentara Israel mengatakan staf medis akan kembali betugas setelah dikumpulkan di halaman rumah sakit. Namun, tantara Israel mengambil 35 orang petugas medis dan melepaskan 15 orang lainnya.

“Setelah menyuruh meninggalkan gedung, mereka menembak empat orang di depan mata saya, termasuk dua orang dokter yang terpaksa harus dibawa ke Rumah Sakit Baptis untuk menjalani perawatan,” kata Maha Sweilem.

Maha Sweilem mengatakan kepada Euro-Med Monitor bahwa suaminya dibawa ke alun-alun dan disuruh menanggalkan pakaian sebelum ditahan dan dibawa ke tempat lain.

“Suami saya tidak menghadapi dakwaan apa pun, kecuali pihak militer menganggap tindakan sukarela membantu dan merawat korban luka adalah sebuah kejahatan,” kata Maha Sweilem.

Sementara itu, Ghassan Riad Qunita, yang tinggal di dekat kompleks Rumah Sakit Al-Shifa, di seberang kuburan yang baru saja digali, juga berbicara kepada Euro-Med Monitor setelah jenazah ayahnya ditemukan pada 8 April dalam tahap awal pembusukan.

“Tentara Israel menyerbu rumah sekitar pukul 10 pagi pada tanggal 19 Maret, sehari setelah menyerbu rumah sakit. Karena usianya yang sudah lanjut dan punggungnya patah, ayah saya tidak dapat berdiri sehingga terpaksa tidur di Kasur,” kata Qunita.

Selama penggerebekan, tantara Israel mengumpulkan semua orang di dalam rumah, membagi laki-laki dan perempuan, menyuruh laki-laki menanggalkan pakaian dan menyiksa mereka, kecuali ayah Qunita yang sakit-sakitan dan sudah terlalu tua.

“Beliau (ayah Qunita) dibawa keluar bersama para perempuan di mana mereka akan ke selatan (Jalur Gaza) bersama dengan suami dari saudara perempuan istri saya dan saudara perempuan saya, yang keduanya sudah berusia sekitar 65 tahun. Begitu sampai di luar, jalanan cukup licin karena hujan deras. Karena usia mereka yang sudah lanjut dan kelelahan, cukup sulit bagi mereka untuk menggendong ayah. Mereka tidak dapat berjalan, dan ketika suami dari saudara perempuan istri saya berhenti, tentara tersebut memerintahkan mereka untuk terus berjalan dan meninggalkannya, mengancam akan menembak mereka jika tidak mematuhinya,” kata Qunita.

Qunita mengatakan kepada tim Euro-Med Monitor bahwa mereka terpaksa meninggalkan ayahnya. Sejak kejadian menakutkan itu, keluarganya telah mencarinya kemana-mana.

“Kami menemukan jenazahnya di dalam gedung operasi (rumah sakit) Al-Shifa pada tanggal 8 April,” kata Qunita.

Dr. Khalil Ahmed Hamadeh, Direktur Jenderal Kedokteran Forensik dan Bukti Forensik, mengatakan kepada Euro-Med Monitor bahwa tim medis dan forensik yang bekerja di Kompleks Rumah Sakit Al-Shifa saat ini mengalami banyak kesulitan dalam mencoba mengumpulkan sisa-sisa korban dan menginventarisasi dan mengidentifikasi pemiliknya, terutama karena banyak dari jenazah yang ditemukan berupa potongan-potongan tubuh atau sudah mulai membusuk.

“Kami berusaha mengidentifikasi potongan tubuh korban, yang dikuburkan dengan buldoser dan mulai membusuk secara signifikan. Kami melakukan segala upaya, tetapi jenazahnya tidak lengkap dan dimutilasi. Sisa-sisa serta bagian tubuhnya tersebar ke seluruh area,” kata Khalil Ahmed Hamadeh.

Direktur Jenderal Keperawatan Al-Shifa, dr. Jadallah Al-Shafi'i, menyatakan bahwa setelah operasi militer Israel berakhir di rumah sakit, staf medis, perawat, dan administrasi yang berada di Al-Shifa tidak diketahui keberadaannya hingga saat ini.

Sebanyak 47 orang dilaporkan hilang: 15 dokter (termasuk teknisi anestesi Ahmed Al-Maqadma), 17 perawat, kepala departemen farmasi (Mohammed Zaher Al-Nono); lima teknisi laboratorium (salah satunya dibunuh oleh tentara Israel), kepala departemen teknik dan pemeliharaan (Bahaa Al-Kilani), dan tujuh administrator.

“Penghitungan jenazah, pencarian melalui gundukan jenazah dan sisa-sisa korban, serta penggalian kuburan sedang dilakukan oleh tim medis yang bekerja sama dengan pemerintah kota. Namun, sebagian besar jenazah tidak diketahui, sulit diidentifikasi, dan sudah terurai,” kata Jadallah Al-Shafi'i kepada Euro-Med Monitor.

Al-Shafi’i menjelaskan bahwa jenazah korban pembantaian Israel tidak dapat diidentifikasi dan tidak mungkin diidentifikasi melalui pemeriksaan tubuh. Sejumlah besar jenazah tidak utuh, tersebar di sejumlah lokasi, dan hancur.

“Anda akan menemukan anggota tubuh, kaki, atau tengkorak mayat, tetapi tidak seluruh tubuhnya secara utuh,” kata Jadallah Al-Shafi'i.

Tentara Israel melakukan kejahatannya di Kompleks Rumah Sakit Al-Shifa dengan terang-terangan mengabaikan hukum kemanusiaan internasional, khususnya prinsip-prinsip proporsionalitas, kebutuhan militer, dan perlindungan khusus yang diberikan kepada rumah sakit sipil dan tim medis. Dalam pembantaian Al-Shifa, Israel juga mengabaikan perlindungan yang diberikan kepada penduduk sipil, termasuk pengungsi, baik dalam kapasitas resmi atau tidak, karena menargetkan mereka dilarang, bahkan jika mereka adalah personel militer.

Penghancuran Kompleks Rumah Sakit Al-Shifa harus dilihat dalam kerangka simbolisme medis dan sosial bagi penduduk Palestina di Jalur Gaza dan dalam kerangka kejahatan genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza, yang terus berlangsung sejak 7 Oktober 2023. Kehancuran Israel menjadi bukti lebih lanjut dari rencana Israel yang sistematis, terorganisir, dan luas untuk menghancurkan kehidupan penduduk Palestina di Jalur Gaza.

Euro-Med Monitor menilai Israel bertujuan untuk mengubah Jalur Gaza menjadi tempat yang tidak dapat dihuni dan tidak memiliki sumber maupun komponen kehidupan dan layanan dasar, melalui serangkaian kejahatan terpadu, yang paling serius adalah serangan terhadap sektor kesehatan yang sistematis dan meluas. Israel menghancurkan fasilitas dan sektor Kesehatan melalui penghancuran dan pengepungan, menjadikannya tidak bisa digunakan lagi dan merampas peluang penduduk Palestina untuk bertahan hidup, untuk sembuh, dan bahkan tempat berlindung.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh institusi politik dan militer Israel untuk mencabut perlindungan hukum khusus internasional terhadap rumah sakit di seluruh Gaza karena rumah sakit tersebut termasuk objek sipil yang dilindungi oleh hukum internasional. Selain itu, Israel telah mengklaim bahwa faksi-faksi bersenjata menggunakan rumah sakit sebagai markas militer atau pangkalan untuk melakukan serangan militer. Israel tak pernah memberikan bukti yang mendukung klaim tersebut, yang dimaksudkan untuk membenarkan penghancuran berbagai rumah sakit di Jalur Gaza.

Penting untuk diingat bahwa rumah sakit sipil memiliki perlindungan hukum internasional yang unik yang harus selalu dihormati dan bahwa semua warga sipil yang berada di dalamnya harus dilindungi dari bahaya operasi militer.

Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB adalah salah satu organisasi internasional yang hadir dan berfungsi di Jalur Gaza, dan memiliki tanggung jawab untuk mencatat semua bukti forensik yang berkaitan dengan kejahatan serius yang dilakukan oleh Israel di dalam dan di luar Kompleks Rumah Sakit Al-Shifa, mendengarkan keterangan korban dan saksi.

Komunitas internasional harus bertindak cepat dan tegas untuk membela penduduk sipil Palestina dari genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza selama enam bulan terakhir. Tindakan ini harus mencakup perlindungan terhadap orang-orang sakit, korban luka, pengungsi, personel medis, dan jurnalis, serta memberikan tekanan nyata pada Israel untuk menghentikan kejahatan beratnya di wilayah tersebut, termasuk kejahatan yang dilakukan terhadap fasilitas medis, pengungsian paksa, dan kelaparan.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir

Musim Zaitun Palestina dan Kebiadaban Pemukim Israel di Tepi Barat

Gerombolan yang dilindungi dan dijaga pasukan pendudukan Zionis ini, berusaha untuk menghancurkan hubungan yang sudah mengakar kuat antara penduduk Palestina dan tanahnya, dengan berbagai macam kejahatan yang terus menerus dilakukan, diperbaharui, dan ditingkatkan dari hari ke hari, mulai dari pencurian, pembakaran, penebangan, dan pembuangan air limbah.